31 Des 2015
Masa Kritis...
25 Des 2015
The Day of CABG
24 Des 2015
H-2 Operasi CABG
Road to CABG (part 3)
22 Des 2015
Road to CABG (part 2)
17 Des 2015
Road to CABG (part 1)
14 Des 2015
Matikan Rokok Sekarang Juga!
12 Des 2015
Berbagi Cerita Manusia
Seperti mbak-mbak berkerudung panjang yang kutemui di ruang tunggu ICU. Yang bercerita tentang paru-paru ibunya yang terendam air. Yang mengatakan kalau usianya sudah 39 tahun walaupun aku bersikukuh bahwa ia masih terlihat sangat muda dan aku mengira usianya masih 28-an. Yang menceritakan pengalamannya dan menasihatiku untuk mulai memikirkan masalah jodoh dari sekarang. Yang mengatakan bahwa ia sangat bersyukur memiliki suami yang sangat sabar dan mampu mengimbangi sifatnya yang keras.
Seperti mas-mas pramusaji yang biasa mengantar makanan ke kamar Papa. Yang membangunkanku saat aku tertidur di selasar rumah sakit. Yang dengan sangat ramah menyapaku setiap kali kami berpapasan. Yang menanyakan banyak hal mulai dari umur, pendidikan, pekerjaan, sampai mempertanyakan apakah aku sudah punya pacar.
Seperti mas-mas yang tempat tidurnya di depan tempat tidur Papa. Yang bercerita bahwa ia menderita infeksi radang tenggorokan. Ia yang berasal dari Cirebon dan tidak punya keluarga di Jakarta sehingga ia harus sendirian di rumah sakit. Yang cukup kesulitan untuk ke kamar mandi karena harus membawa tiang infus sendiri. Yang sudah pernah menikah namun bercerai di usia yang masih sangat muda.
8 Des 2015
Belajar Dari Mbak Lala
"Mbak, bapaknya sakit apa?"
"Stroke ama ginjal," jawab perempuan berkerudung panjang itu.
Itulah awal mula perkenalanku dengan mbak Lala, teman baruku di rumah sakit.
Mbak Lala menjaga ayahnya yang berusia 74 tahun bernama Bapak Syamsudin. Walaupun sesekali bergantian jaga dengan sang adik, tapi mbak Lala lah yang paling sering menjaga. Tempat tidur Papa di rumah sakit bersebelahan dengan pak Syamsudin, sehingga membuat aku dan mbak Lala sering bertukar cerita.
Dari mbak Lala aku mengetahui kalau ayahnya adalah pensiunan Pertamina yang dulunya bekerja di kapal. Saat masih muda, Pak Syamsudin sering dengan sengaja menaikkan tekanan darahnya supaya diijinkan turun kapal. Setelah berhasil membuat tekanan darahnya tinggi, Pak Syamsudin diperbolehkan turun ke darat untuk berobat ke rumah sakit, kemudian ia akan naik kapal lagi setelah tekanan darahnya kembali normal. Inilah yang sering dilakukan Pak Syamsudin setiap kali ia ingin turun ke darat. Suatu tindakan yang memberikan dampak buruk di masa tuanya. Beliau sudah sering terkena stroke, dan kini ditambah lagi ginjal yang tak lagi berfungsi yang menyebabkan ia harus cuci darah 2x seminggu.
Dan yang ingin kuceritakan di sini adalah tentang rasa kagumku pada mbak Lala yang dengan sangat sabar dan telaten merawat ayahnya.
Well, penderita stroke biasanya emosian dan cepat marah. Begitu juga dengan Pak Syamsudin. Walaupun ia hanya terbaring di tempat tidur dan tidak bisa menggerakkan tangan atau kakinya, Pak Syamsudin masih bisa marah. Beliau akan mengerang tiap kali merasakan sesuatu yang tidak membuatnya nyaman, seperti perawat yang menusukkan jarum suntik ke tangannya ataupun perawat yang membersihkan kerongkongannya dengan menggunakan selang. Untuk kegiatan membersihkan kerongkongan ini tak jarang mbak Lala ikut turun tangan.
"Maaf yaa Pap, maaf banget. Buka dong mulutnya. Sebentar lagi selesai kok. Maaf ya Pap," ujar mbak Lala sembari menyemprotkan selang.
Tidak hanya itu, mbak Lala juga sering mengajak ayahnya ngobrol, walaupun sang ayah tidak lagi bisa memberi respon terhadap apa yang mbak Lala katakan.
"Hallo Pap, Assalamu'alaikum", itulah sapaan yang biasa digunakan mbak Lala kepada ayahnya sesaat ia tiba di rumah sakit.
"Pap, bangun. Jangan tidur terus. Nih pacarnya dateng nih," kata mbak Lala kepada ayahnya ketika sang ibu datang menjenguk.
Apa yang mbak Lala ucapkan atau caranya berbicara dengan sang ayah sering membuatku senyum-senyum sendiri. Caranya memperlakukan ayahnya dengan sangat manis benar-benar membuatku salut. Ia selalu menyapa ayahnya dengan senyum, lembut, dan sayang. Walaupun penyakit yang diderita Pak Syamsudin tidak dapat dikatakan sebagai penyakit ringan, tetapi mbak Lala tetap tersenyum menghadapi ayahnya.
Itulah sebabnya aku senantiasa menjadi penonton setia tiap kali mbak Lala berinteraksi dengan Pak Syamsudin.
Tidak hanya itu, Ibu Syamsudin juga memperlakukan suaminya dengan sangat baik. Ibu pyang hanya selisih umur 2 tahun lebih muda dari si bapak akan duduk di samping tempat tidur. Lalu tangannya akan mengelus-ngelus kepala suaminya itu dengan lembut.
"Yang kuat ya, Pap. Yang sabar.." ucap Ibu Syamsudin tiap kali suaminya marah atau rewel. Dan ajaibnya, si Bapak akan dengan mudah reda dan kembali kalem setelah si Ibu mengatakan hal itu.
Ini benar-benar pemandangan yang membuatku terenyuh. Inilah yang namanya the power of love, dan dalam kasus ini istilah itu tidak lagi terdengar bullshit.
Mbak Lala dan Ibu Syamsudin secara tidak langsung mengajarkan padaku cara memperlakukan orang sakit dengan baik, mengajarkan bagaimana caranya memberi support dan semangat kepada yang sedang sakit. Menurutku ini adalah bagian yang paling sulit, tetap tersenyum di depan orang yang kita khawatirkan keadaannya. Pretend to be okay is never easy. Terlebih aku tipikal yang buruk dalam berpura-pura. Tapi mbak Lala dan Ibunya bisa melakukan hal itu dengan sangat baik.
Aku percaya bahwa apapun yang kita lihat, baik ataupun buruk, sejatinya adalah pengingat untuk diri sendiri. Tidak ada yang tau apa yang akan terjadi di masa depan, dan selalu ada kemungkinan untuk kita berada di posisi orang lain yang dulu mungkin pernah kita lihat.
Perkenalanku dengan mbak Lala mungkin adalah salah satu cara Tuhan mengingatkanku tentang bagaimana cara merawat dan menjaga Mama Papa dengan baik. Apalagi kalau mengingat sifatku yang tidak sabaran dan cukup emosional. Ehehehe.
Sekarang tiap kali melihat mbak Lala dengan ayahnya, aku seolah mendengar bisikan, "Masih mau ngelawan, ngedumel, marah-marah sama orang tua? Tuh liat ada anak yang lebih bisa memperlakukan orang tuanya dengan baik,"
Rasanya kayak digampar bolak-balik.
Ah, makasih banyak mbak Lala karena sudah secara tidak langsung memberi contoh dan mengingatkanku untuk selalu berbakti pada orang tua. Semoga Pak Syamsudin lekas sembuh. Amin
5 Des 2015
Mati
Malam kedua di lorong ruang ICU.
Sejak menempati lorong ini dari kemarin sore, sudah ada 3 pasien yang meninggal di sini. Tampaknya malaikat maut sedang sangat sibuk menjalankan tugasnya. Di tempat yang sama, 3 kehidupan telah diambil dalam waktu kurang dari 24 jam. Debaran jantung, kecemasan, kegelisahan, mencuat dari diri kami -keluarga pasien- setiap kali telepon di lorong ini berdering. Telepon dari perawat ruang ICU yang ingin menyampaikan kabar baik ataupun kabar buruk.
Di sebuah blog pribadi seorang dokter yang pernah kubaca, kematian bagi para pekerja medis adalah hal biasa yang mereka temui. Mengutip kalimat dari dokter tersebut, ia mengatakan bahwa mati sepasti inti matahari yang berfusi.
Kalimat yang sangat kusukai.
4 Des 2015
An Uphill Battle
Mungkin ini adalah malam yang paling berat.
Ketika melihat lelaki yang paling kuat dan tegar yang pernah kukenal, menangis pilu di dalam pelukan orang-orang yang ia cintai.
Ketika detik yang berdetak seolah menjadi kesempatan terakhir untuk bercerita, tertawa, atau hanya untuk sekadar bertatap muka.
Ketika rasa takut kehilangan berada di titik tertinggi dan doa-doa baik mengalir tiada henti.
Ketika menyadari bahwa manusia adalah selemah-lemahnya makhluk yang tidak akan pernah bisa menentukan hidup dan mati.
Lets do our best, Pa. Setelah itu biarkan Tuhan mengerjakan bagiannya. Konon katanya, selain ilmu syukur, di dunia ini kita juga harus mempelajari ilmu ikhlas. Be tougher. Be brave. You should through it well, then I'll keep my promise to write down your stories here.
Warmest hug,
Your little daughter.
21 Nov 2015
Jadi Dukun Curhat (Part 1)
Hehehe.
Tapi memang mendengar kisah hidup orang lain itu menyenangkan. Termasuk di dalamnya tentang kehidupan romansa. Rasanya gak jauh beda sama baca novel atau nonton drama korea. Bedanya, di sini saya harus menyediakan telinga sebaik mungkin. Dan juga kesabaran seluas samudra karena ada orang-orang tertentu yang tiap kali dia curhat, rasanya saya pengen nendang dia ke jurang aja. #eh
15 Nov 2015
Menemukan Alasan
10 Nov 2015
Bukalapak: Belanja Online Asik cuma Sekali Klik!
8 Nov 2015
[Sebuah Pesan] Dear Dedek-Dedek Gemes
7 Nov 2015
Mendekap Mimpi
No Matter What, Women Should be Smart
4 Nov 2015
Mbak Dee dan Serial Surel
31 Okt 2015
Rumah Kedua
30 Okt 2015
Belajar Merasa Cukup
Kenapa orang-orang yang bekerja jauh dari rumah selalu ingin segera pulang, sedangkan mereka yang bekerja dekat dengan rumah malah ingin pergi sejauh mungkin?
Kenapa mereka yang sudah menikah mengeluh karena tidak sebebas dulu, namun mereka yang belum menikah frustasi mencari pasangan, entah karena umur ataupun desakan lingkungan?
Kenapa seolah-olah tidak pernah ada situasi yang ideal?
Kenapa segala keadaan selalu tampak sebagai suatu kesalahan?
Karena manusia tidak pernah puas.
Karena keinginan manusia tak terbatas.
Karena bersyukur adalah salah satu hal yang sering terlupakan.
Dan orang-orang yang mengeluh itu pada dasarnya menyebalkan.
29 Okt 2015
Pindah
23 Okt 2015
Priceless
Kamu bukanlah bagaimana yang terpancar dari wajah orangtuamu.
Kamu berharga.
Bahkan, tanpa prestasi atau ketrampilanmu, kamu tetap berharga.
Kelahiranmu ke dunia inilah yang menjadikan dirimu tak ternilai.
Kamu ada.
Kamu hidup.
Dan itu sudah cukup untuk memperjuangkan keadaanmu.
Jangan merasa rendah diri.
Tuhan tidak pernah membuat produk massal.
Dia membuatmu secara personal.
Buktinya, hanya ada satu Einstein di dunia ini.
Hanya ada satu daVinci.
Satu Beethoven.
Satu Bill Gates.
Dan hanya ada satu kamu.
21 Okt 2015
20 Okt 2015
Kesehatan: Hal Kecil yang Luput dari Perhatian
16 Okt 2015
Asiknya Jadi Anak Ilmu Sosial
15 Okt 2015
Forever is a Big Lie
13 Okt 2015
CS dan Pelanggan yang Marah-marah
11 Okt 2015
Wish
It’s been one year we never meet up, and I can’t believe that missing you still hurts.
8 Okt 2015
Curhat [Teman] Perempuan
Miss Myself
3 Agu 2015
Aku Pernah Singgah
2 Agu 2015
[Tidak] Baik-baik Saja
24 Jul 2015
Surat Untuk Baymax
17 Jul 2015
Lebaran
9 Jul 2015
Tidak Apa-Apa (3)
3 Jul 2015
When Enough is Enough
It's time for whisper to yourself: enough.
Kota Para Pecundang
2 Jul 2015
Wisuda Buat Papa
28 Mei 2015
Waktu
Kau tau, bagiku hidup ini penuh kejutan. Namun aku tidak pernah menyangka bahwa kau adalah salah satunya. Kau, hadiah dari Tuhan yang tidak pernah kuduga. Kita adalah keajaiban yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Jadi jangan heran kalau sampai sekarang keberadaanmu masih menjadi sesuatu yang sulit kupercaya.
Waktu yang begitu cepat berlalu adalah salah satu hal dari sekian banyak yang kutakutkan. Aku tidak bisa berhenti mengira-ngira kapan habisnya waktu kita untuk bersama. Bukan apa-apa, hanya saja aku tidak ingin ada penyesalan di kemudian hari. Aku benar-benar ingin melakukan yang terbaik kali ini.
Ini tulisan yang kutulis dulu. Sesaat setelah 100 menit yang kuhabiskan untuk mendengarkan suaramu. Ditulis di tengah perasaan yang sedang berbunga, dengan senyum yang mengembang tak henti-hentinya.
21 Mei 2015
Belum Ada Judul
14 Mei 2015
Aku Membencinya
Namun, aku juga menyukainya.
7 Mei 2015
Tidak Apa-apa (Part 2)
Scattered all around the floor
Reaching for the phone cause, I can’t fight it any more
And I wonder if I ever cross your mind.
For me it happens all the time.
Sepucuk Surat Balasan
Di mana hari-hari tetap menjadi pelabuhan bagi kawanan burung camar yang merindukan pelangi
Warna jingga yang tenggelam beserta gemuruh angin dan desir-desir kehidupan
Dilukiskan di antara jejak sang senja
Teriakan hening menjadi warna bagi hal indah yang berlalu
Kenapa begitu cepat?
Kenapa meninggalkan luka?
Di sana aku sanding potretmu
Di atas tanah yang mulai menjingga
Ditemani ilalang yang menari dirayu angin sore
Selamat bagimu wanitaku
Kau merebut jiwaku di balik tanah-tanah yang kupijak
Di balik bayang-bayang yang selalu kutolehkan
Dan mengisinya dengan jingga
30 Apr 2015
Tidak apa-apa
Kalimat itu telah ribuan kali kuucapkan dalam hati. Berharap badai yang tengah menerpa akan segera reda. Berharap ada kekuatan yang datang entah dari mana. Berharap agar untuk hari ini tidak ada lagi air mata. Namun ternyata kalimat itu tidak sedikitpun mampu mengubah keadaan, juga perasaan.
Tidak apa-apa.
Di dunia ini, aku tidak sendirian. Aku bukan lah satu-satunya manusia yang sedang berduka. Jutaan orang di luar sana juga sedang menangisi nasib mereka. Jutaan orang di luar sana pun mempertanyakan ke mana takdir akan membawa.
Tidak apa-apa.
Waktu akan mengobati semua. Aku hanya perlu bersabar untuk beberapa waktu. Pasti ada jalan keluar nantinya.