14 Des 2015

Matikan Rokok Sekarang Juga!

Sebelumnya, aku tidak pernah punya masalah dengan para perokok. Sejak dulu aku sudah dikelilingi oleh para perokok. Mulai dari Papa, Abang, hingga teman-teman. Aku tidak pernah protes tentang asap yang (terpaksa) kuhirup. Aku tidak pernah (merasa) terganggu dengan bau asap rokok yang menyengat. Aku tidak pernah komplen dengan baju dan kerudungku yang bau rokok setiap kali bertemu mereka.

Tapi setelah aku lulus kuliah dan tidak lagi bertemu dengan teman-teman perokok, juga setelah Papa berhenti merokok 2 bulan lalu, secara otomatis aku pun berubah menjadi sangat sensitif terhadap bau rokok. Sekarang hidungku tidak lagi bisa menghirupnya dan menganggap bahwa baunya biasa saja. Aku tidak bisa lagi dekat-dekat dengan para perokok karena baunya benar-benar menggangguku. Bahkan sekarang ketika melihat laki-laki merokok, walaupun dia adalah Lee Min Ho wannabe, maka besar kemungkinan dia akan kucoret dari daftar calon pasangan yang potensial.

Tapi, lebih dari semua alasan itu, alasan paling utama yang membuatku tidak lagi bisa kompromi terhadap perokok adalah karena melihat Papa sakit.

Aku adalah saksi mata dari perjuangan Papa melawan penyakit jantung koronernya. Aku mengingat dengan baik bagaimana Papa melewati hari-harinya 2 tahun belakangan ini, sejak divonis menderita jantung oleh dokter. Bagaimana Papa harus menahan rasa sakitnya. Bagaimana Papa harus tergantung dengan obat-obatan yang menjadi pertolongan pertama setiap jantungnya mendapat serangan. Bagaimana Papa menjalani pengobatan tradisional ke Serpong, Tanjung Alam, Banyuwangi, Kepanjen, Pandaan, yang dijalani hingga berbulan-bulan. Bagaimana pada akhirnya Papa harus menyerah dengan pengobatan tradisional itu dan kemudian memutuskan untuk dilakukannya tindakan medis. Bagaimana menyiapkan mentalnya di hari-hari menjelang operasi. Bahkan hingga saat ini, bagaimana Papa harus bersabar melewati masa pemulihan pasca operasi.


Semua itu bukan perjuangan yang mudah. Baik untuk Papa yang menjalani, begitu pun untuk keluarga yang mendampingi.

Tentu saja aku tidak bisa mengatakan kalau rokok adalah penyebab utama Papa terkena jantung koroner, karena orang yang tidak merokok juga ada yang menderita penyakit tersebut. Tapi, dari sudut pandang medis, bagaimanapun juga rokok adalah faktor yang bisa memicu timbulnya penyakit tersebut. Ini fakta yang tidak bisa disangkal.

Lucunya, ada beberapa orang yang memegang prinsip, "Merokok mati, gak merokok juga mati. Jadi mending merokok aja,"

Biasanya mereka yang berkata seperti itu adalah mereka yang tidak benar-benar tau bagaimana rasanya menderita penyakit yang membuat mereka mengingat kematian setiap detiknya. Mereka yang mengatakan hal itu biasanya masih berbadan segar, masih lincah bergerak ke sana-ke sini, masih tidak bisa membayangkan kalau suatu hari nanti rokok itu bisa membuatnya terbaring tak berdaya di tempat tidur dan dihantui rasa takut akan datangnya kematian setiap saat. Percayalah, semua itu tidak akan semudah ketika kamu mengucapkannya dulu.

Jadi, untuk teman-teman yg masih merokok, mulai sekarang sebisa mungkin dikurangi. Aku tau betul kalau berhenti merokok itu susah, karena Papa dulu juga begitu. Tapi susah bukan berarti tidak mungkin. Dan untuk berhenti merokok hanya butuh tekad dari diri sendiri, kemauan dari diri sendiri. Hanya satu yang perlu diingat, kalau kita sakit, maka keluarga akan ikut sakit. Orang tua, saudara, suami/istri, anak, sahabat, mereka akan ikut sakit. Kita bukan satu-satunya yang terkena dampak dari penyakit yang kita derita. Buang jauh-jauh pikiran egois yang menganggap bahwa kita akan menghadapi dan merasakan efek dari penyakit itu sendiri.

Stop rokok dari sekarang, karena istilah sehat itu mahal adalah benar adanya. Sehat itu tak ternilai harganya. Karena di rumah sakit sana, ribuan orang sedang berjuang mati-matian untuk mendapatkan kesehatannya kembali. Sehingga rasanya tidak ada alasan bagi kita yang masih sehat ini untuk melakukan hal-hal yang bisa merusak kesehatan, merokok salah satunya.

NB: Tulisan ini benar-benar bersifat subjektif, semata-mata hanya ungkapan kemarahan seorang anak kepada rokok yang dihirup ayahnya puluhan tahun, tanpa memikirkan bahwa ribuan buruh akan kehilangan pekerjaan jika ada satu saja pabrik rokok yang tutup. Mungkin ia tak peduli akan hal itu, karena baginya mengantar sang ayah masuk ke dalam ruang operasi dengan segala resiko yang ada adalah satu-satunya hal yang ia pikirkan.

1 komentar:

  1. Untuk berhenti merokok memang bisa dikatakan susah-susah gampang. Tapi asalkan ada keinginan kuat untuk berhenti, insha Allah, pasti akan lepas dari kebiasaan itu

    BalasHapus

Leave your comment here :D