"Mbak, bapaknya sakit apa?"
"Stroke ama ginjal," jawab perempuan berkerudung panjang itu.
Itulah awal mula perkenalanku dengan mbak Lala, teman baruku di rumah sakit.
Mbak Lala menjaga ayahnya yang berusia 74 tahun bernama Bapak Syamsudin. Walaupun sesekali bergantian jaga dengan sang adik, tapi mbak Lala lah yang paling sering menjaga. Tempat tidur Papa di rumah sakit bersebelahan dengan pak Syamsudin, sehingga membuat aku dan mbak Lala sering bertukar cerita.
Dari mbak Lala aku mengetahui kalau ayahnya adalah pensiunan Pertamina yang dulunya bekerja di kapal. Saat masih muda, Pak Syamsudin sering dengan sengaja menaikkan tekanan darahnya supaya diijinkan turun kapal. Setelah berhasil membuat tekanan darahnya tinggi, Pak Syamsudin diperbolehkan turun ke darat untuk berobat ke rumah sakit, kemudian ia akan naik kapal lagi setelah tekanan darahnya kembali normal. Inilah yang sering dilakukan Pak Syamsudin setiap kali ia ingin turun ke darat. Suatu tindakan yang memberikan dampak buruk di masa tuanya. Beliau sudah sering terkena stroke, dan kini ditambah lagi ginjal yang tak lagi berfungsi yang menyebabkan ia harus cuci darah 2x seminggu.
Dan yang ingin kuceritakan di sini adalah tentang rasa kagumku pada mbak Lala yang dengan sangat sabar dan telaten merawat ayahnya.
Well, penderita stroke biasanya emosian dan cepat marah. Begitu juga dengan Pak Syamsudin. Walaupun ia hanya terbaring di tempat tidur dan tidak bisa menggerakkan tangan atau kakinya, Pak Syamsudin masih bisa marah. Beliau akan mengerang tiap kali merasakan sesuatu yang tidak membuatnya nyaman, seperti perawat yang menusukkan jarum suntik ke tangannya ataupun perawat yang membersihkan kerongkongannya dengan menggunakan selang. Untuk kegiatan membersihkan kerongkongan ini tak jarang mbak Lala ikut turun tangan.
"Maaf yaa Pap, maaf banget. Buka dong mulutnya. Sebentar lagi selesai kok. Maaf ya Pap," ujar mbak Lala sembari menyemprotkan selang.
Tidak hanya itu, mbak Lala juga sering mengajak ayahnya ngobrol, walaupun sang ayah tidak lagi bisa memberi respon terhadap apa yang mbak Lala katakan.
"Hallo Pap, Assalamu'alaikum", itulah sapaan yang biasa digunakan mbak Lala kepada ayahnya sesaat ia tiba di rumah sakit.
"Pap, bangun. Jangan tidur terus. Nih pacarnya dateng nih," kata mbak Lala kepada ayahnya ketika sang ibu datang menjenguk.
Apa yang mbak Lala ucapkan atau caranya berbicara dengan sang ayah sering membuatku senyum-senyum sendiri. Caranya memperlakukan ayahnya dengan sangat manis benar-benar membuatku salut. Ia selalu menyapa ayahnya dengan senyum, lembut, dan sayang. Walaupun penyakit yang diderita Pak Syamsudin tidak dapat dikatakan sebagai penyakit ringan, tetapi mbak Lala tetap tersenyum menghadapi ayahnya.
Itulah sebabnya aku senantiasa menjadi penonton setia tiap kali mbak Lala berinteraksi dengan Pak Syamsudin.
Tidak hanya itu, Ibu Syamsudin juga memperlakukan suaminya dengan sangat baik. Ibu pyang hanya selisih umur 2 tahun lebih muda dari si bapak akan duduk di samping tempat tidur. Lalu tangannya akan mengelus-ngelus kepala suaminya itu dengan lembut.
"Yang kuat ya, Pap. Yang sabar.." ucap Ibu Syamsudin tiap kali suaminya marah atau rewel. Dan ajaibnya, si Bapak akan dengan mudah reda dan kembali kalem setelah si Ibu mengatakan hal itu.
Ini benar-benar pemandangan yang membuatku terenyuh. Inilah yang namanya the power of love, dan dalam kasus ini istilah itu tidak lagi terdengar bullshit.
Mbak Lala dan Ibu Syamsudin secara tidak langsung mengajarkan padaku cara memperlakukan orang sakit dengan baik, mengajarkan bagaimana caranya memberi support dan semangat kepada yang sedang sakit. Menurutku ini adalah bagian yang paling sulit, tetap tersenyum di depan orang yang kita khawatirkan keadaannya. Pretend to be okay is never easy. Terlebih aku tipikal yang buruk dalam berpura-pura. Tapi mbak Lala dan Ibunya bisa melakukan hal itu dengan sangat baik.
Aku percaya bahwa apapun yang kita lihat, baik ataupun buruk, sejatinya adalah pengingat untuk diri sendiri. Tidak ada yang tau apa yang akan terjadi di masa depan, dan selalu ada kemungkinan untuk kita berada di posisi orang lain yang dulu mungkin pernah kita lihat.
Perkenalanku dengan mbak Lala mungkin adalah salah satu cara Tuhan mengingatkanku tentang bagaimana cara merawat dan menjaga Mama Papa dengan baik. Apalagi kalau mengingat sifatku yang tidak sabaran dan cukup emosional. Ehehehe.
Sekarang tiap kali melihat mbak Lala dengan ayahnya, aku seolah mendengar bisikan, "Masih mau ngelawan, ngedumel, marah-marah sama orang tua? Tuh liat ada anak yang lebih bisa memperlakukan orang tuanya dengan baik,"
Rasanya kayak digampar bolak-balik.
Ah, makasih banyak mbak Lala karena sudah secara tidak langsung memberi contoh dan mengingatkanku untuk selalu berbakti pada orang tua. Semoga Pak Syamsudin lekas sembuh. Amin
Jadi merasa tersentuh setelah membacanya
BalasHapus