Dukun curhat.
Sepertinya ini udah menjadi pekerjaan sambilan saya karena saking seringnya jadi tempat curhat teman. Sebenarnya, saya senang-senang aja kok menjalankan profesi ini. Mungkin karena saya pun menyebut diri sendiri sebagai people's life observer.
Hehehe.
Tapi memang mendengar kisah hidup orang lain itu menyenangkan. Termasuk di dalamnya tentang kehidupan romansa. Rasanya gak jauh beda sama baca novel atau nonton drama korea. Bedanya, di sini saya harus menyediakan telinga sebaik mungkin. Dan juga kesabaran seluas samudra karena ada orang-orang tertentu yang tiap kali dia curhat, rasanya saya pengen nendang dia ke jurang aja. #eh
I do like to become a listener. Tapi, terkadang ada orang-orang yang menyalahgunakan waktu dan kesempatan yang dikasih oleh listener-nya dengan cuma-cuma ini hanya untuk menceritakan seberapa bodoh dan dungunya dia dalam menjalani hubungan. Ups, pardon my words.
Dari segala jenis curhatan/masalah yang pernah saya dengar, problematika tentang hapus-hapusan social media adalah yang paling membuat saya murka. Apalagi kalau terjadi berulang kali, dan diceritakan berulang kali juga.
Seorang teman, sebut saja namanya Mawar, berulang kali cerita kalau dia menghapus pertemanan dengan si pacar di Path karena tidak tahan membaca komentar-komentar ciwik-ciwik lain di akun Path pacarnya itu.
Yes, dia cemburu setengah mati. Apalagi dengan komentar-komentar yang menurut dia genit. Bahkan saking kesalnya si Mawar, dia sampai menghapus akun Path-nya sendiri. She said to me that she won't use Path anymore.
Saya jadi ingat perkataan dosen saya waktu kuliah, bahwa adakalanya social media bisa menambah beban hidup 40%. Seperti masalah si Mawar yang ribet gara-gara Path ini.
Yes, dia cemburu setengah mati. Apalagi dengan komentar-komentar yang menurut dia genit. Bahkan saking kesalnya si Mawar, dia sampai menghapus akun Path-nya sendiri. She said to me that she won't use Path anymore.
Saya jadi ingat perkataan dosen saya waktu kuliah, bahwa adakalanya social media bisa menambah beban hidup 40%. Seperti masalah si Mawar yang ribet gara-gara Path ini.
Jadi, seberapa sering si Mawar menghapus akun Path pacarnya atau akun Path dia sendiri, sesering itu pula ia menjalin lagi pertemanan dengan si pacar di Path, sesering itu pula ia membuat akun Path baru. It's so damn stupid acts, isn't it?
Awalnya juga, saya menanggapi hal-hal semacam ini dengan baik. Saya menyarankan si Mawar ini untuk tidak terlalu impulsif dan drama. Saya menyarankan dia untuk memikirkan semua tindakan yang ingin dia lakukan. Saya mengatakan bahwa apapun yang dia lakukan/katakan, seharusnya dijalani dengan sungguh-sungguh. Karena gertakan-gertakan sambal bukan lagi sesuatu yang pantas dilakukan untuk hubungan yang dewasa. Ketegasan adalah komponen yang sangat penting dalam hubungan. Kalau iya, ya iya. Kalau nggak, ya nggak. Titik. Jangan sampe iya jadi nggak, dan sebaliknya. Jangan plin-plan, karena cuma akan menjebak kita di dalam kubangan masalah yang sama.
Tapi memang sepertinya si Mawar ini masih belum cukup dewasa dan mengerti apa yang saya katakan, dan dia mengulang lagi, melakukan hal itu ribuan kali dan menceritakan pada saya ribuan kali pula.
And I'm so sorry to her cos I can't become her listener anymore. Then I just skipped her chat while she brings up the same problems.
And I'm so sorry to her cos I can't become her listener anymore. Then I just skipped her chat while she brings up the same problems.
Serius, mendengarkan hal-hal seperti ini benar-benar menguras tenaga, terlebih emosi. Apalagi untuk orang-orang seperti saya, yang moodnya bisa dipengaruhi oleh orang-orang di sekitar.
Ada kalanya saya merasa menjadi orang jahat karena tidak mau mendengarkan, tapi kadang saya berpikir bahwa untuk menjaga mood agar tetap stabil, maka saya harus mengisi hari-hari dengan energi yang positif. Jadi, untuk mereka yang cuma mau membagi energi negatifnya, silahkan jauh-jauh saja.
Alasan terakhir adalah karena saya tidak mungkin bisa membantu orang yang tidak mau membantu dirinya sendiri. Kalau saya sudah berusaha sebaik mungkin memberi masukan positif karena saya peduli sama dia, tapi dia sendiri tidak mau bertindak dan tidak mau memperbaiki diri, bahkan lebih suka menyakiti diri sendiri, saya bisa apa?
Tidak ada yang bisa saya lakukan selain berdoa.
Berdoa semoga dia segera menyadari kebodohan yang berulang kali dilakukan.
Kalau keledai saja tidak jatuh di lubang yang sama, kenapa kita harus menjadi lebih bodoh dari keledai?
Ada kalanya saya merasa menjadi orang jahat karena tidak mau mendengarkan, tapi kadang saya berpikir bahwa untuk menjaga mood agar tetap stabil, maka saya harus mengisi hari-hari dengan energi yang positif. Jadi, untuk mereka yang cuma mau membagi energi negatifnya, silahkan jauh-jauh saja.
Alasan terakhir adalah karena saya tidak mungkin bisa membantu orang yang tidak mau membantu dirinya sendiri. Kalau saya sudah berusaha sebaik mungkin memberi masukan positif karena saya peduli sama dia, tapi dia sendiri tidak mau bertindak dan tidak mau memperbaiki diri, bahkan lebih suka menyakiti diri sendiri, saya bisa apa?
Tidak ada yang bisa saya lakukan selain berdoa.
Berdoa semoga dia segera menyadari kebodohan yang berulang kali dilakukan.
Kalau keledai saja tidak jatuh di lubang yang sama, kenapa kita harus menjadi lebih bodoh dari keledai?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Leave your comment here :D