Belakangan ini aku sering mimpi buruk. Mimpi buruk yang membuatku berpikir bahwa sebaiknya aku tidak usah tidur sekalian. Dan sayangnya terjaga sepanjang malam ini membuatku mengingat satu orang yang terlanjur menempel pada ingatan. Raka.
Damn. I miss him so bad.
Aku tidak ingin menghitung berapa hari tepatnya aku tidak bertemu dengannya. Karena hanya akan ada kekecewaan yang menguap ke permukaan. Entah sudah berapa janji yang ia lontarkan bahwa ia akan datang, tapi semuanya hanya berujung pada kata maaf dan kesibukan yang dijadikan alasan.
Aku mengerti. Mencoba mengerti lebih tepatnya.
"Kamu gak takut kalau suatu hari nanti tiba-tiba kamu gak ada perasaan apa-apa lagi sama Raka?", tanya Nayla.
"Dari awal aku udah pernah mikirin itu Nay. Gimanapun juga, aku suka sama Raka karena kita udah terbiasa. Karena udah terlalu banyak menghabiskan waktu bersama. Karena udah terlalu banyak berbagi cerita. Dan kalau semakin lama frekuensi bertemu kita menurun, gak menutup kemungkinan kalau tiba-tiba perasaan itu hilang gitu aja", aku tertegun sesaat. Memikirkan lagi kalimat yang baru saja ku ucapkan. Apa benar bisa semudah dan sesingkat itu? Aku jatuh cinta karena waktu. Dan berhenti mencinta pun juga karena waktu?
"Nah, maka dari itu, kenapa kamu gak majuin aja rencana ngasih surat pengakuan itu ke Raka? at least, kamu ngasih itu ke dia waktu perasaan itu masih ada. Buat apa sih nunggu nanti kalau kamu udah gak suka sama dia? Bukannya itu sia-sia?", Nayla mengerutkan kening. Tidak bisa ku pungkiri, sahabatku yang satu ini cukup cerdas untuk menebak alur berpikir yang ada di otakku.
Aku mengerlingkan bola mata. Mencoba berpikir cepat, mencari jawaban yang jauh lebih hebat.
"Kalau aku kasih surat itu sekarang, apa ada jaminan bahwa apa yang aku lakukan gak akan sia-sia? Malah resikonya lebih besar, Nay. Persahabatan kami bisa terputus begitu aja. Aku bisa kehilangan dia", kalimat yang selama ini ku tahan, akhirnya meluncur juga. Tentang perasaan takut kehilangan.
"And then you just have to take the risk! Apa bedanya patah hati sekarang atau nanti? Aku cuma mau mengingatkan, jangan sampai patah hati terus dapet bonus penyesalan. Nyesel karena waktu sekian lama udah kamu habiskan cuma buat menunggu", Nayla bersikeras.
Aku tau dan sangat paham apa yang dimaksud oleh Nayla. Aku pun tidak mau menunggu terlalu lama.
Aku mengambil sehelai kertas yang terlipat rapi di sela buku harianku. Aku membacanya kembali. Untaian kalimat demi kalimat yang ku susun sedemikian rupa agar tetap bisa terdengar wajar di telinga Raka.
***
Halo, Raka.
Kalau kamu membaca tulisan ini, itu artinya salah satu diantara kita sedang memakai toga. Atau mungkin kita memakai toga bersama-sama?
Gak kok, aku gak akan setega itu mendahului kamu. Jadi kamu aja yang duluan pake toga, sedangkan aku daftar wisuda gelombang berikutnya, oke? :p
***
Halo, Raka.
Kalau kamu membaca tulisan ini, itu artinya salah satu diantara kita sedang memakai toga. Atau mungkin kita memakai toga bersama-sama?
Gak kok, aku gak akan setega itu mendahului kamu. Jadi kamu aja yang duluan pake toga, sedangkan aku daftar wisuda gelombang berikutnya, oke? :p
Anyway, congrats ya udah lulus! akhirnya perjuangan melepas status sebagai mahasiswamu sudah berakhir. Sukses selalu buat ke depannya, ya :)
Lewat surat ini, aku pengen menjelaskan sesuatu ke kamu. Sesuatu yang gak bisa aku sampein langsung kalau kita ketemu.
Sebenernya aku bingung harus mulai dari mana.
Kita udah temenan berapa lama sih, Ka? Berapa tahun lebih tepatnya? Kamu masih inget gak gimana pertama kali kita kenalan? Kamu masih inget gak semua momen yang pernah kita lewati bersama?
Untuk pertanyaanku yang pertama, aku sendiri gak inget kok Ka. Aku gak inget kapan dan bagaimana bisa kenalan sama kamu.
Dan untuk pertanyaan yang kedua, aku inget. Aku inget semua momen yang udah kita lewatin bareng-bareng. Tapi yang paling aku inget pastinya momen setahun belakangan ini. Di mana aku udah gak menganggap kamu sebagai teman biasa lagi.
And finally, i have to say it..aku suka sama kamu, Ka.
Kamu bisa bayangin gimana malunya aku kalau harus ngomong ini langsung ke kamu. Sedangkan ngomong lewat tulisan aja aku udah malu. Banget. Tapi aku udah terlanjur janji sama diri sendiri, kalau suatu hari nanti aku bakal bilang sama kamu, gimana pun caranya. Dan hari yang aku pilih adalah hari wisuda salah satu di antara kita.
Kenapa? karena setelah hari itu, mungkin kita gak akan ketemu lagi. Dan aku gak mau menyimpan rahasia ini sendirian.
Aku minta maaf kalau apa yang aku lakukan ini nantinya akan merusak pertemanan kita. Walaupun aku sangat tidak ingin pertemanan kita rusak, sungguh. Setelah kamu baca surat ini, seandainya di kemudian hari ada kesempatan yang bisa bikin kita ketemu lagi, aku harap kamu gak berubah.
Perlakukan aku seperti biasanya, ya Ka? Jangan sampai menjauh apalagi membenciku. Jangan sampai aku menyesal karena udah nulis surat ini buat kamu.
Semua orang berhak menyukai siapapun dan semua orang juga berhak tidak membalas perasaan orang yang menyukainya. Aku rasa kamu sependapat denganku.
Aku sama sekali gak minta kamu membalas perasaanku, apalagi ngasih jawaban, Ka. Karena aku gak nanya apa-apa. Aku cuma memberi pernyataan, bukan pertanyaan. Jadi, kamu cuma cukup baca apa yang udah aku tulis, Ka. That's enough.
And the last, I just wanna say thank you for give me unforgettable moments. Terima kasih atas semua cerita dan kenangan yang bakal selalu aku ingat sampai kapanpun. Dan tiap kali mengingatnya, aku akan merasa bahagia. Pasti!
Maaf juga kalau aku sering merepotkan dan bikin kamu kesal. Maaf untuk kerjaanku yang menurutmu gak beres. Dan aku sangat salut atas kesabaranmu dalam menghadapi sifatku yang kadang kekanak-kanakan.
Thank you for being my partner. Kamu teman yang menyenangkan :)
***
Aku meremas surat itu. Gumpalan kertas malang tersebut berakhir di keranjang sampah di sudut kamar.
"Norak banget suratnya!", gumamku.
Nayla yang melihat tingkahku hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Itu udah surat ketiga yang kamu tulis. Dan tiga-tiganya bernasib sama. Mendarat di keranjang sampah, bukannya di tangan Raka", ucapnya.
ceritanya menggantung.... sayang kalau nggak tuntas.
BalasHapusoya, perhatikan juga penggunaan preposisi 'ke' atau 'di' yah.
Salam. :)
memang sengaja dibuat menggantung, soalnya ini potongan cerita dan udah ada potongan-potongan cerita yang lain sebelum ini. hehehe
BalasHapusterima kasih masukannya :D
ssperti terjadi pemilihan ya dari ceritanya..semacam bimbang hehe
BalasHapuskurang lebih seperti itu :D
BalasHapus