16 Jul 2013

Wawancara itu..

gambar diambil di sini. terima kasih

Dalam waktu kurang lebih 2 minggu, saya merasa bahwa saya telah berubah menjadi sosok yang berbeda. Ya, walaupun perubahan itu karena tuntutan profesi sementara yang sedang saya jalani saat ini.

Sebelumnya, saya bukan orang yang pintar berbasa-basi. Saya gak bisa menyapa orang terlebih dahulu. Saya bukan tipe yang bisa sok kenal sok dekat. Bisa dikatakan bahwa saya adalah orang yang tidak cukup ramah.

Saya adalah tipe yang Uncertainty Avoidance, tidak suka pada ketidakpastian.

Sejak magang menjadi wartawan, saya dituntut untuk berubah 360 derajat. Saya harus bisa melakukan pendekatan dengan narasumber, berkenalan dengan orang-orang baru, menjalin komunikasi sebaik dan se-efektif mungkin.

Saya gak bisa lagi takut, malu, jaim, apalagi gengsi. HAHAHAHA.

Seperti waktu saya liputan acara Top Model Busana Muslim di Matos beberapa hari yang lalu. Saya mendapat tugas untuk mewawancara peserta kategori C usia 14-25 tahun. Sebenarnya saya beruntung mendapat kategori C, karena mayoritas pesertanya adalah anak SMA ataupun mahasiswa. Tapi bagaimanapun juga, ini menjadi tantangan tersendiri buat saya.

“Guweh kudu sok akrab sama mereka, baiklah..”, saya ngomong dalam hati.

Gimana sih etika yang baik untuk wawancara orang langsung di TKP? Saya ga begitu paham formulanya sih. Tapi saya berusaha semaksimal mungkin untuk menunjukkan nilai-nilai kesopanan. Menurut saya ini yang paling utama.

Saya sengaja berdiri di belakang panggung, karena di sanalah tempat peserta berkumpul. Beberapa peserta ada yang berdiri di dekat saya. Tapi saya gak berani ngajak ngobrol. Hmpphhh.

Ini mau wawancara apa mau PDKT sih?

1 menit, 11 menit, 24 menit. Saya masih bergeming. Belum ada satupun peserta yang berhasil saya wawancara. Gak berani, lebih tepatnya. Saya mulai panik. Satu persatu dari mereka sudah naik ke atas panggung. Logikanya saya harus wawancara mereka sebelum mereka tampil. Karena selesai tampil mereka pasti udah pada bubar. Gak berdiri di belakang panggung lagi. Dan ini tentunya menyulitkan saya.

Kemudian ada peserta (cowok) berdiri di samping saya. Dia sendirian. Mungkin ini kelihatan agak aneh. Tapi ini benar-benar  terjadi. Saya langsung mengeluarkan notes kecil dari tas dan menoleh pada mas-mas tersebut.

“Mas, permisi.. saya wartawan dari koran X. Boleh minta waktunya sebentar buat wawancara? Cuma ngobrol-ngobrol aja kok”, akhirnya saya buka suara dan tidak lupa menunjukkan senyum pepsodent.

Si mas tadi tersenyum jumawa, “oh iya, boleh mbak”, katanya.

FYI, doi model lho ya. Dan tentunya dia good looking, ganteng, body oke, dan sederet point-point lain yang biasanya ada pada seorang model. Lumayan lah ya, buat vitamin A.

Setelah itu, terjadilah sesi tanya jawab antara saya dan dia. Kurang lebih seperti ini:

Saya (S): Boleh tau nama lengkapnya mas?

Dia (D) : Zayn Malik (Nama disamarkan)

S: Owh. Mas Zayn masih sekolah atau kuliah?

D: Baru lulus SMA mbak..

S: Ohh baru lulus.. (duh ternyata masih piyik!), SMA mana dulunya?

D: SMA Negeri 1 California mbak (nama sekolah disamarkan)

S: Udah sering ikut lomba2 model gini, dek? (Dari yang awalnya manggil “mas” langsung berubah jadi “dek”)

D: Belum mbak, saya gabung di agensi baru 3 bulan (dan entah kenapa logat jawa si adek Zayn Malik ini semakin kental)

S: Oiya? Agensi mana?

D: Blahblah model mbak

S: Wah.. mau tampil gini nervous gak?

D: Sekarang udah gak mbak. Dulu masih grogi. Tapi kan latihan terus. Jadinya sekarang udah biasa

Karena saya kalau wawancara orang harus sambil nyatet, kadang pertanyaannya saya selingi dengan pertanyaan-pertanyaan gak penting, sambil nunggu saya selesai nyatet point-point penting yang udah narasumber ucapkan sebelumnya.

Pertanyaan selingan contohnya seperti ini:

S: Mau ngelanjutin kuliah kemana nih rencananya?

D: Ke Harvard University mbak (nama kampus disamarkan)

Lanjut ke pertanyaan utama:

S: Persiapannya apa aja dek buat ikut lomba ini?

D: Ya paling latihan-latihan gitu mbak. Jalan, pose, blocking, gitu

S: Kalo busana?

D: Busananya udah disiapin designer mbak

S: Ini busananya ada tema khusus gak?

D: (Mukanya bingung. Untung gak sampe garuuk-garuk kepala). Ga ada tema khusus mbak. Pokoknya busana muslim aja. Hehe

S: (aduh adek Zayn Malik ini kalo lagi bingung tambah ngegemesin) Oohh gitu ya.. oke deh, makasih ya atas waktunya, sukses ya dek, semoga menang! (kasih senyum pepsodent lebih lebar lagi dan kemudian melenggang pergi)

D: Iya mbak sama-sama (dibales senyum pepsodent juga)
Kurang lebih seperti itulah percakapan saya dengan salah satu peserta.

Sebenarnya gak susah sih buat nanya-nanya kayak gitu. Asal udah terbiasa. Bagi saya yang paling susah adalah untuk memulai. Padahal kalo udah ngobrol ya biasa aja. Malah jadi wartawan itu menurut saya enak karena tugasnya tinggal nanya. Di mana-mana yang susah itu ngasih jawaban, ya kan? Apalagi kalau jawaban untuk orang-orang media. Harus ektra hati-hati. Karena salah ngomong sedikit aja, urusan ke belakangnya bakal panjang.

Overall, saya suka mewawancarai orang. Apalagi kalau seumuran. Karena kita ngobrolnya bisa kayak ngobrol sama teman. Dan wartawan itu bebas mau nanyain apa aja, walaupun kadang keluar dari topik. Hehe

Kata redpel saya, kalau wartawan bisa menjalin kedekatan emosional dengan narasumber, mereka pasti mau memberi informasi apapun yang kita mau. Mereka pasti jawab semua hal yang kita tanya.

Sampai saat ini, tiap kali selesai mewawancarai narasumber, saya selalu menemukan hal-hal menarik dari mereka. Mungkin ini karena saya suka baca novel, yang secara tidak langsung membuat saya tertarik pada apa yang namanya kisah hidup seseorang.

Contohnya waktu saya sedang menulis artikel tentang anak tunggal, saya mewawancari beberapa teman saya yang menjadi anak tunggal dalam keluarganya. Dan saya jadi bisa tau bagaimana perasaan seorang anak tunggal. Apa yang dia rasakan dan apa yang menjadi beban baginya karena menyandang status sebagai anak tungggal.

Gak cuma itu, saya juga mewawancarai psikolog untuk meminta pendapatnya tentang pola asuh yang biasanya diterapkan orang tua pada anak tunggal. Ada banyak pengetahuan yang saya dapatkan dari hasil ngobrol-ngobrol selama tidak lebih dari 30 menit itu. Paling gak, saya bisa menerapkan pengetahuan tentang pola asuh itu pada anak-anak saya nantinya. Eaaaaa.

That’s all uneg-uneg yang pengen saya bagi disini. Tentang bagaimana asyiknya menghadapi sesuatu yang baru. Lahir kembali menjadi pribadi berkarakter baru. Keluar dari zona nyaman yang selama ini kita huni. Kenapa harus takut dengan hal-hal baru? Karena mungkin saja hal tersebut adalah hal yang menyenangkan :)

2 komentar:

  1. itu jawaban wawancaranya kayal banget sumpah! haha. semangat raudh :D

    BalasHapus
  2. kenapa el? gak terima kalo aku wawancarain zayn malik? hahahaha

    BalasHapus

Leave your comment here :D