13 Jul 2013

Jadi Wartawan Itu..

gambar dipinjam di sini. terima kasih

Saya gak pernah membayangkan sebelumnya kalau suatu hari akan merasakan yang namanya jadi wartawan. Sedikitpun gak pernah terpikiran apalagi menginginkan.

Magang kali ini beneran surprised ya buat saya. Memasuki minggu kedua magang, udah banyak pengalaman baru yang saya rasakan suka dukanya jadi wartawan.

Walaupun saya cuma ditugaskan di rubrik, tapi tetap saja yang harus saya tulis adalah berita. Berita yang dibikin berdasarkan tema (bukan berdasarkan peristiwa seperti berita-berita criminal, olahraga, ataupun politik), tetap harus berdasarkan fakta dan realita yang ada.

Dan jujur, saya mengalami kesulitan dalam menulis berita yang sesungguhnya.

Di beberapa mata kuliah komunikasi massa, memang pernah diberi tugas menulis berita. Namun bukan berita yang berasal langsung dari narasumber, bukan dari data primer, begitu istilahnya. Dosen biasanya hanya meminta mahasiswa menulis berita dari data sekunder (dari informasi yang sudah ada, boleh dari televisi, koran ataupun internet).

Pengalaman pertama mencari narasumber membuat saya bingung setengah mampus. Dan kesalahan yang sangat saya sadari adalah saya lebih bingung mencari narasumber daripada membuat list pertanyaan yang akan ditanyakan ketika wawancara. Jeng jeng..

Gimana gak bingung nyari narasumber coba? Koran yang terbitnya setiap hari membuat kita harus memperoleh berita dengan cepat. Mulai dari mencari tema, membuat list pertanyaan wawancara, menentukan narasumber, hingga akhirnya mengolah informasi yang sudah didapat menjadi satu berita untuh yang siap disetorkan kepada editor.

Semuanya harus berjalan tek, tek, tek, cepat dan tanpa celah. Waktu benar – benar sangat berharga disini.

Ketika wartawan dikejar waktu, narasumber yang dibutuhkan kadang tidak bisa dengan mudah diwawancarai begitu saja. Wartawan harus membuat appointment dulu dengan narasumber yang ingin diwawancara. Wartawan harus menunggu sampai narasumber memiliki waktu kosong untuk diwawancara.

Lagi – lagi masalah waktu. Ketika wartawan terus-terusan dikejar deadline, ia masih harus dipaksa untuk menunggu. Dan ini menurut saya sangat menyedihkan :(

Belum lagi narasumber yang digunakan biasanya memang harus kompeten, biasanya orang – orang yang ahli dalam bidang tertentu. And we know that mereka para ahli atau orang-orang penting itu pasti sibuknya gak ketulungan.

***

Ada banyak hal yang saya pelajari selama jadi wartawan. Wartawan itu harus banyak nanya, harus ramah, harus inisiatif ngajak ngobrol orang-orang baru, hal-hal yang gak pernah saya lakukan sebelumnya.

Saya yang orangnya cukup pendiem, apalagi kalau sama orang yang baru dikenal, dituntut untuk cerewet dan pasang senyum pepsodent tiap kali ketemu narasumber.

Lebih sedih lagi kalau ketemu narasumber yang sepertinya enggan memberikan informasi atau bahkan keberatan diwawancarai.

Ciri-cirinya orang yang enggan ngasih informasi atau kurang excited sama apa yang kita tanyakan adalah ketika dia ngasih jawaban pendek-pendek. Cuma sekadar bilang “iya” / “enggak” / “nggak tau” / “duh apa ya” dan sejenisnya. Sumpah orang-orang kayak gini bikin kesel.

Kalau orang yang keberatan dijadikan narasumber biasanya bakal ngomong langsung. Dan kami para wartawan emang kudu membujuk dan merayu si narasumber gimana caranya supaya bersedia.

Kesannya maksa ya? Padahal narasumber itu gak boleh dipaksa. Tapi gimana lagi, kami para wartawan butuh narasumber, kami harus nulis berita. Kalau wartawan magang seperti saya, bebannya kan ada pada laporan magang yang harus saya tulis nanti. Tapi kalau wartawan yang emang dia kerja, tuntutannya ya ada pada tempat ia bekerja yang merupakan sumber penghasilan.

***

Jadi wartawan itu susah. Ngejar peristiwa satu ke peristiwa lainnya. Ngejar narasumber satu ke narasumber lainnya. Liputan dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya. Deadline ngumpulin berita yang gak pernah ada habisnya. Kita seperti selalu dikejar waktu. Dan 24 jam dalam sehari itu rasanya gak pernah cukup.

Jadi wartawan itu susah. Bertemu dengan orang-orang yang kadang gak welcome. Judes, jutek, bahkan ada yang marah-marah. Dengan ke-tidak-hangatan orang-orang tersebut, kita dituntut untuk harus tetap ramah cuma supaya tetap dapat informasi. Percayalah, tersenyum untuk orang-orang yang meremehkanmu itu sangat tidak menyenangkan.

Jadi wartawan itu susah. Dengan pengorbanan yang sudah dikeluarkan baik dari tenaga dan pikiran, apresiasi yang didapatkan itu gak seberapa. Apalagi kalau dilihat dari segi materi. Berapa sih gaji wartawan? Sekarang coba dipikir, hari ini jungkir balik tiap hari buat nyari berita, dan besok beritanya dimuat di koran. Koran yang dijual dengan harga 1000-4000 rupiah. Itu belum dipotong buat keuntungan agen atau loper korannya.

Berapa ekslempar koran yang laku setiap hari? Kalau dilihat dari jaman sekarang yang semuanya udah serba digital, laku 100 aja udah syukur banget. Saya gak tau, jaman sekarang apa masih ada orang yang langganan koran cetak? Apa masih ada orang yang mau beli koran sembari menunggu lampu merah berubah menjadi hijau?

Tadi pagi saya mampir di penjual koran depan apotik kimia farma dekat SOB. Saya ingin mengambil koran yang saya pesan kapan hari. Udah jam 11 siang, saya lihat koran yang tergantung masih banyak. Gak berapa lama, bapak penjual koran muncul membawa koran pesanan saya.

“Berapa pak?”, kata saya

“Seribu mbak”, kata si bapak

“Ha?”, saya bukannya gak denger nominal yang udah bapak itu sebutkan. Saya cuma mau memastikan kalau saya gak salah denger.

“Seribu mbak”, kata si bapak lagi

Ternyata saya gak salah denger. Tarif parkir tenyata lebih mahal daripada koran yang buat nyari beritanya aja wartawan beserta editor beserta layouter dan semua jajaran dalam surat kabar harus sering lembur di kantor semaleman.

Jadi wartawan itu gak enak, karena gak ada hari liburnya. Every day is work day. Kalau wartawannya libur, besok mau nerbitin apa? Iya kalau misalnya koran terbit seminggu sekali sih enak ya.

***

Tapi jadi wartawan itu juga ada enaknya kok.

Wartawan itu biasanya pinter dan punya wawasan yang luas. Gimana gak pinter kalau kerjanya nanya mulu? Pengetahuan dan informasi apa aja masuk tiap hari ke otak, gimana bikin gak tambah pinter coba?

Redaktur pelaksana tempat saya bekerja juga pinter. Kelihatan kalau orangnya yang kritis. Tanyakan apa saja yang ingin kamu tau, pasti beliau bisa jawab.

Jadi wartawan itu enak karena punya banyak pengalaman. Ketemu orang-orang dengan berbagai karakter dan juga jelajah ke tempat-tempat baru.

Jadi wartawan itu enak karena pasti punya banyak kenalan dan relasi. Link tersebar luas di mana-mana.

Temen saya yang anak Pers Kampus dulu pernah bilang, “Kalau mau kaya, jangan jadi wartawan”. Yap, saya setuju sama pernyataan tersebut.

Jadi wartawan emang gak akan bikin kita kaya dari segi materi, tapi bikin kita kaya dari segi wawasan maupun pengalaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave your comment here :D