8 Nov 2015

[Sebuah Pesan] Dear Dedek-Dedek Gemes

Minggu pagi adalah hari liburku berolahraga karena alun-alun sedang dipenuhi dedek-dedek gemes yang sedang jalan-jalan dengan pacarnya. Tapi minggu pagi kali ini tidak kuhabiskan dengan tidur lagi setelah sholat subuh. Aku tetap ke alun-alun, ke wifi corner lebih tepatnya. Sebelum berangkat aku sudah terlebih dulu berdoa agar dedek-dedek gemes tidak sampai menjarah wifi corner juga. Semoga mereka pacarannya cukup di alun-alun saja.

Awalnya doaku terkabul. Di wifi corner tidak ada orang dan aku dengan bebasnya bisa merasakan kecepatan internet ratusan kilobyte. Tapi ternyata keadaan ini tidak berlangsung lama. Saat jam di hanphoneku menunjukkan pukul 06.33, datanglah segerombol pasangan dedek-dedek gemes bersepeda motor. Hauft.

Dulu, ketika aku seusia mereka, aku tidak pernah ke alun-alun di minggu pagi. Apalagi bersama teman laki-laki. Apa fenomena ini baru ada di jaman sekarang? Atau dulu sebenarnya sudah banyak yang seperti ini tapi aku saja yang tidak tau? Entah, rasanya ketika aku di usia mereka, kehidupanku cuma seputar sekolah, mengerjakan PR, latihan drumband, pergi mengaji dan les, dan sesekali memendam perasaan pada teman sekelas (tsah).

Kata orang, usia remaja adalah masa puber. Di mana jiwa seorang remaja sedang bergejolak luar biasa (halah). Di mana para remaja sedang merasa bahwa mereka sudah besar dan bebas membuat keputusan, padalah sebenarnya tidak. Padahal, usia-usia remaja seperti itu adalah usia-usia yang sangat krusial. Orang tua harusnya lebih mengencangkan sabuk pengaman, menjaga putra putrinya yang remaja dengan sedikit lebih ketat.


I've been there and done that. Saat di bangku SMP dan SMA perasaan bahwa aku sudah besar dan seharusnya orang tua tidak lagi melarangku ke sana ke mari dan larangan agar jangan melakukan ini itu pun tidak seharusnya ada. Tapi untungnya aku memiliki orang tua yang super protektif kepada anaknya. Ya, aku baru mensyukuri hal itu sekarang. Saat aku menyadari aku punya potensi untuk menjadi liar. After I know that I can't be handled easily and rebellion is my blood too. Hehehe.

Dulu, orang tuaku, terutama Papa, sangat membatasi kegiatanku di luar sekolah. Tidak ada malam mingguan, jalan-jalan di minggu pagi, atau acara nonton konser. Kalaupun aku sangat ingin nonton pensi sekolah, aku harus meminja ijin, membujuk, dan merayu Papa dari jauh-jauh hari dengan menjanjikan bahwa aku akan pulang sebelum jam 10 malam. Iya, aku selalu pulang terlebih dahulu bahkan sebelum gueststar-nya tampil (nangis).

Dulu tentu saja aku sering kesal karena banyaknya larangan dan peraturan yang diberlakukan oleh orang tuaku. But once again, after I've been through all of those puber moment, I'm so grateful. Aku bersyukur bisa melewati dengan baik masa-masa yang rentan dengan terpeleset ke dalam jurang pergaulan itu. Karena memang sebenarnya ada banyak hal yang tidak perlu diketahui oleh dedek-dedek gemes berusia belia ini. Pergaulan yang terlalu luas cakupannya berpeluang menyalurkan 'informasi' atau 'pengetahuan' yang seharusnya belum mereka dapatkan di usia segitu. Dunia para remaja sebaiknya hanya seputar belajar yang baik di sekolah dan menggeluti hobi yang positif bersama teman-teman.

Bagaimana dengan pacaran?

Kalau sekarang sih aku bisa mengatakan kalau pacaran waktu SMP itu tidak penting dan tidak berguna dan tidak perlu dilakukan. Atau kalaupun pengen pacaran, jangan berlebihan dan jangan aneh-aneh (tapi menurutku tetap saja lebih baik tidak). Jadi, sekarang tiap kali melihat anak SMP pacaran, rasanya aku pengen bilang, "Duh, dek, di masa depan nanti kamu akan menemukan lebih banyak perempuan/laki-laki yang jauh lebih menarik. Trust me, ngecengin senior-senior di kampus jauh lebih seru daripada pacaran sama teman sekelas yang masih sama-sama berseragam."

Bhahahak.

Tapi balik lagi, harus aku akui kalau usia remaja itu memang awal mula kita menyukai lawan jenis. Karena segala sesuatunya masih pengalaman pertama, maka rasanya pasti akan sangat excited dan penuh dengan rasa penasaran. Dan ini adalah tugas orang tua untuk memberi pengertian dan mengontrol anak-anak remajanya agar tidak berlebihan dan stay on the right track. Sebab kesalahan yang dilakukan pada saat remaja bisa menghancurkan masa depan dan ini pasti akan menjadi penyesalan yang tak ada habisnya. Baik bagi anak, maupun orang tua.

Lagi-lagi aku berkhayal, entah jadi apa aku sekarang kalau dulu aku tidak dijaga seketat itu oleh orang tuaku. Walaupun pada akhirnya, pada saat kuliah aku melakukan pemberontakan besar-besaran dengan melanggar semua aturan yang ditanamkan padaku sejak di bangku sekolah. Malam mingguan, checklist. Pergi ke mana-mana, checklist. Pulang ke kosan tengah malam, bahkan hampir subuh, checklist. Tentunya semua itu kulakukan tanpa sepengetahuan orang tua. Hehehe.

But, hey, aku tidak lagi remaja dalam masa mencari jati diri. Aku sudah bisa menentukan mana yang baik dan mana yang buruk dan bertanggung jawab atas apa yang kulakukan. Aku sudah tidak lagi impulsif dalam melakukan sesuatu. Dan yang paling penting, aku bisa membebaskan diri tanpa menjadi liar dan bergaul dengan orang-orang yang salah. Bebas yang harusnya kita pilih adalah bebas yang terarah. Seperti layang-layang yang terbang bebas di langit, tetapi masih memiliki benang yang mengikatnya ke bumi.

Jadi, untuk dedek-dedek gemes di luar sana, gunakan masa remaja dengan sebaik-baiknya. Selalu ingat kalau jalan di depan masih amat sangat panjang sekali. Artinya, masih banyak kesenangan dan kebahagiaan yang bisa kalian nikmati di masa depan, asal kalian bisa menjaga langkah dari sekarang. Jangan sampai terperosok dan terlibat pada hal-hal yang bisa mengacaukan hidup. Simpan rasa penasaran yang kalian punya untuk sementara. Bagaimanapun juga, ada waktunya kalian akan tau.

Ibarat kata, makan saja terlebih dahulu makanan yang ada di piring kita, dan jangan melirik makanan yang ada di piring lain yang bukan menjadi jatah kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave your comment here :D