Mereka bilang cinta tidak butuh alasan. Tentu aku tidak
pernah setuju pada hal itu, sebab bagiku untuk mencintai seseorang akan selalu
butuh alasan. Sebab jika benar-tidak ada alasan, harusnya kita tidak perlu
pilih-pilih pasangan, bukan? Jadi, akan selalu ada alasan mengapa kita
mencintai seseorang. Ini bukan tentang keberadaan alasan yang disadari atau
tidak, namun lebih pada apakah alasan itu diakui atau tidak. Ini hanya tentang
pengakuan. Ini tentang kejujuran pada diri sendiri.
Beberapa waktu yang lalu, seorang lelaki mendekatiku. Dia
baik. Tentu saja ini alasan yang sangat general untuk menjelaskan mengapa aku
membiarkannya memasuki duniaku. Tapi alasan lainnya adalah karena dia ‘normal’.
Dia tidak seperti lelaki lain sebelumnya yang hampir setiap hari mengirimkan
pesan menanyakan kabar dan akan mengulanginya lagi walaupun aku sudah tidak
membalas pesannya hari ini. Pick up line
yang sangat basi dan dilakukan berulang kali dan membuat keinginanku untuk
menghapus kontaknya dari BBM semakin besar. Lelaki yang mengejar wanita secara
membabi buta adalah lelaki yang menurutku tidak normal. Lelaki seperti ini
harus diberi pencerahan terlebih dahulu tentang bagaimana mendekati wanita
dengan cara yang elegan.
Tapi untungnya dia tidak seperti itu. Dia mendekatiku dengan
berperilaku sebagai pria sebagaimana mestinya. Dia pintar membuat obrolan, dia mau mendengarkan, dan
dia sangat perhatian. Lebih dari semua itu, dia adalah pria yang straight to
the point. Tidak cukup dengan sikapnya yang sangat jelas menunjukkan kalau dia menyukaiku,
dia juga mengatakannya secara langsung. Dia tidak sekalipun membuatku berada
dalam keadaan bingung, menebak-nebak, dan bertanya-tanya apakah dia menyukaiku
atau tidak.
Alhasil, tidak butuh waktu lama untuk kami menjadi dekat. Hanya dalam waktu sebulan saja, semua progress berjalan begitu cepat.
Tapi, sebelum memutuskan menapaki jenjang selanjutnya, aku
kembali berdialog dengan diri sendiri. Menggali lebih dalam apakah nanti aku
punya alasan yang kuat untuk bisa mencintainya. Aku menyukainya, itu sudah
pasti. Namun untuk bisa mencintai, jujur saja aku masih ragu. Kenapa? Karena
entah bagaimana, aku merasa bahwa kehadirannya belum cukup untuk bisa menggeser
dirimu dari hatiku, bahkan untuk satu senti saja. Entah bagaimana, tenyata kamu
masih ada di peringkat pertama. Kamu masih menjadi pemilik saham terbesar dari
rasa yang bernama cinta.
Keadaan ini lagi-lagi membuatku semakin mencari alasan.
Alasan mengapa aku mencintaimu, dan mengapa cinta itu tidak bisa kuberikan
padanya. Mungkin karena dia tidak bisa kuajak bercerita untuk hal-hal yang
lebih serius. Mungkin karena dia tidak pernah bisa menjawab
pertanyaan-pertanyaan random seperti, “Apa yang kamu takutkan di hidup ini?”, “Bagaimana
kamu ingin mati?”, “Hal apa yang paling sulit untuk dilakukan?” dan
pertanyaan-pertanyaan lain yang terdengar remeh padahal jawabannya dapat
menunjukkan siapa diri kita yang sebenarnya. Mungkin karena dia tidak bisa
kuajak bertukar pandangan tentang peliknya kehidupan.
Mungkin juga karena aku tau dia menyukaiku karena
kecantikanku saja. Karena dia tidak pernah menyelami kepribadian dan karakterku
lebih dalam. Mungkin karena dia belum bisa membuatku bisa memujinya. Seperti pujian
yang sering kulontarkan padamu dengan sungguh.
Mungkin karena dia yang sangat menyukaiku dan selalu mengungkapkannya
dengan kata-kata membuatku merasa bahwa semua itu hanya sementara. Aku merasa
bahwa dia hanya sedang berlari menggapai garis finish, dan setelah piala sudah
di tangan maka misi terselesaikan. Dia tidak sepertimu yang juga sangat
menyukaiku, yang hanya sesekali mengatakan cinta, namun entah bagaimana caranya
bisa membuatku percaya bahwa perasaanmu utuh untukku. Bukan hanya untuk sesaat,
tidak pula menjanjikan untuk selamanya, tapi kamu mencintaiku selama yang kamu
bisa.
Dan yang terakhir, mungkin karena dia belum bisa membuatku
menuliskan sesuatu untuknya. Karena kehadirannya tidak cukup membuatku begitu
berbunga-bunga dan mengubah rasa menjadi kata karena hati yang sudah terlalu
sesak untuk menampung semua perasaan senang.
Karena keberadaannya ternyata belum
cukup untuk itu semua.
Oleh sebab itu kuputuskan bahwa cinta itu tidak bisa
kuberikan. Aku butuh seseorang yang bisa memberiku lebih banyak alasan dari yang
pernah kau ciptakan. Aku perlu mencari seseorang yang mampu membuatku jatuh
cinta tanpa kenal jeda, seperti yang pernah kau lakukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Leave your comment here :D