29 Okt 2015

Pindah

Pindah.

Mungkin hal itu tidak lagi asing bagiku. Sejak dulu aku sudah sering merasakannya, mulai dari pindah rumah, sampai dengan pindah sekolah. Hanya saja, walaupun sudah berulang kali terjadi, pindah bukanlah sesuatu yang membuatku senang. Pindah artinya aku dipaksa untuk meninggalkan orang-orang tersayang, ataupun tempat-tempat yang penuh kenangan.

Aku harus membiasakan diri dengan rumah baru, ruangan baru, langit-langit kamar yang baru, dan banyak hal yang rasanya sangat asing bagiku. Aku harus menghabiskan waktu lagi untuk melatih mata supaya mau terpejam di kamar yang tidak kukenal.

Sekolah baru. Aku harus menerima tatapan aneh dari teman-teman baru. Mereka yang akan selalu memandangku seolah aku adalah makhluk asing yang baru jatuh ke bumi. Mereka yang akan selalu meremehkanku, sebelum aku bisa menunjukkan kemampuanku dan kemudian membalas tatapan mereka (dengan dagu sedikit terangkat) sambil berkata dalam hati, “Aku tidak sebodoh itu untuk bisa kalian bully seenaknya,”. Hal yang harus kulakukan setiap kali mendapat predikat “anak baru” dan terhindar dari gangguan mereka yang merasa berkuasa adalah dengan menjadi bintang kelas. Ini pekerjaan yang sangat melelahkan, pekerjaan yang tidak perlu kulakukan seandainya aku masih baerada di sekolah yang lama, karena aku tidak perlu membuktikan apapun kepada siapapun.

Kata orang, kita akan selalu didekatkan dengan hal-hal yang kita benci. Aku rasa itu ada benarnya. Buktinya, sampai saat ini Tuhan masih dengan sedemikian rupa mengatur skenario hidupku agar merasakan kepindahan yang tidak pernah berhenti. Aku masih seperti manusia purba dengan sistem hidup nomaden, berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, tinggal di satu kota lalu hijrah ke kota lainnya.

Namun tampaknya, seiring berjalannya waktu, aku semakin terbiasa dan semakin bisa menerima. Kenapa? Karena pada akhirnya aku menyadari bahwa selama ini aku pindah pada segala sesuatu yang lebih baik. Walau pada awalnya aku tetap harus merasa bahwa semuanya janggal dan tidak menyenangkan.

Lalu kali ini, apa lagi? Apa sudah tiba waktunya untukku pindah hati?

Aku memang tidak pintar dalam mengambil keputusan. Hanya saja, aku melakukan segalanya berdasarkan keyakinan, dan kini yakin bahwa aku akan pindah ke hati yang lebih baik. Semoga rumusan pindah seperti itu belum…dan tidak akan pernah berubah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave your comment here :D