Juni adalah bulan yang kusukai di antara bulan-bulan lainnya. Tentu saja karena hari lahirku ada di sana. Namun untuk tahun ini, ada satu lagi momen berharga bagiku yang terjadi di bulan Juni. Apalagi kalau bukan wisuda.
Setelah frustasi berbulan-bulan dalam mengerjakan skripsi, akhirnya momen itu datang juga. Jujur saja bahwa aku sempat putus asa dalam menyelesaikan skripsi yang super duper kampret bab pembahasannya itu. "Ini bisa selesai gak sih?" adalah pertanyaan yang terlintas berulang kali di kepala. Sampai sekarang rasanya masih gak percaya bisa melewati tahap ujian skripsi dengan selamat! (walaupun diwarnai dengan drama nangis tiga hari pasca ujian gara-gara dibantai habis-habisan ama dosen penguji). Alhamdu..lillah :)
Kemudian, hari bersejarah itu akhirnya datang (halah). Hari di mana aku memakai toga. Benda yang sangat diimpi-impikan oleh jutaan mahasiswa yang sedang berkutat dengan skripsinya. Tapi sebenarnya waktu wisuda itu, aku juga tidak begitu excited kok. Karena ternyata prosesi wisuda yang berdurasi 2,5 jam itu sangat membosankan. Bagaimana tidak, aku terduduk bosan di sebuah ruangan berisi ribuan orang dan duduk di antara mereka yang tidak kukenal. Peraturan urutan tempat duduk wisudawan berdasarkan nilai IPK itu harus diubah! Hffft.
Namun, aku tau betul bahwa ada satu orang yang sangat menunggu-nunggu hari itu. Siapa lagi kalau bukan Papa. Orang pertama di dunia yang sangat menginginkan aku agar segera wisuda.
Papaku hanya lulusan SMP (entah sempat lulus atau tidak). Ia tidak sempat mengecap bangku pendidikan yang lebih tinggi karena harus berjuang bersama kakekku untuk bisa menghidupi ke empat adiknya. Masa mudanya habis dengan bekerja, bekerja, dan bekerja. Merantau dari pulau yang satu ke pulau lainnya. Walaupun tidak memiliki pendidikan yang tinggi, Papa sangat pintar di mataku. Sebagai seorang pedagang, kemampuan berhitungnya tidak perlu diragukan. Pengetahuan politik, ekonomi, dan sederet isu-isu yang membelit negeri ini, ia tau banyak tentang itu semua.
Papa adalah sosok yang selalu ingin tau, ia suka membaca, menonton berita, dan tidak pernah malu untuk bertanya. Tidak heran jika wawasannya luas walaupun ia tidak memiliki pendidikan yang mumpuni. Kerasnya hidup yang ia jalani semasa muda dan pendidikan yang tidak sempat ia dapatkan membuatnya memiliki satu mimpi, yaitu menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin.
Papa adalah sosok yang selalu ingin tau, ia suka membaca, menonton berita, dan tidak pernah malu untuk bertanya. Tidak heran jika wawasannya luas walaupun ia tidak memiliki pendidikan yang mumpuni. Kerasnya hidup yang ia jalani semasa muda dan pendidikan yang tidak sempat ia dapatkan membuatnya memiliki satu mimpi, yaitu menyekolahkan anak-anaknya setinggi mungkin.
Pada tanggal 13 Juni kemarin, mimpi Papa terwujud. Ia sangat bangga melihatku mengenakan toga. Hal itu jelas terlihat dari binar matanya. Bagi sebagian orang, mungkin hal ini adalah hal yang biasa. Tapi buat Papa yang memulai semuanya dari nol untuk bisa menghidupi keluarga kecilnya, untuk bisa menyekolahkanku setinggi mungkin, hal ini tentu saja menjadi sesuatu yang istimewa. Kerja kerasnya selama puluhan tahun akhirnya berhasil mengantarkanku meraih gelar sarjana.
Aku masih ingat pada apa yang diucapkan ketua jurusan saat yudisium beberapa bulan yang lalu. "Lulusnya kalian ini bukan keberhasilan kalian, tapi ini adalah keberhasilan orang tua kalian. Keberhasilan kalian itu nanti, ketika anak-anak kalian yang lulus". So, congrats Pa! This is for you! :)
lengan kebaya sebelah kanan keselip. erggghh. |
Idem. Btw happy graduation :)
BalasHapusHahaha makasiiiiiihh :D
BalasHapus