2 Feb 2014

Day 2: Dear You

Dear, 

Di hari ke dua puluh tiga kita bersama, aku masih bertanya-tanya, apa hubungan ini nyata? Apa kamu benar-benar menganggapku sebagai wanitamu? Apa aku benar-benar berhak atas dirimu, lelakiku? Maaf kalau aku terkesan ingin diyakinkan terus-terusan. Padahal kamu sudah pernah bilang kalau hal-hal seperti ini tidak perlu lagi dipertanyakan kalau kita sudah berkomitmen menjalin sebuah hubungan.

Kamu bilang, apa yang harus kulakukan hanyalah bertanya, dan kamu akan menjawabnya.

Tapi nyatanya kamu sering diam. Nyatanya kamu sering mengabaikan apa yang kutanyakan. Seringnya kamu memberi jawaban yang membuat pertanyaan dibenakku semakin bercabang. Pada akhirnya pertanyaan-pertanyaan itu sengaja kubenam. Kukira tidak ada gunanya aku bertanya kalau kamu memang tidak ada keinginan untuk bercerita.

Ada banyak hal yang ingin aku tau tentang kamu. Tapi kamu seperti mengisyaratkan bahwa hal-hal itu itu tidak penting untuk aku ketahui. Sungguh, aku tidak memaksa. Tidak apa-apa kalau itu yang kamu mau. Walaupun sebenarnya selalu ada tujuan yang kuselipkan dalam setiap pertanyaan itu.

Lalu menurutmu apa yang harus kulakukan supaya kita tidak renggang? Keadaan memaksa kita untuk terus berbicara, bukan? Seandainya kita bisa berpegangan tangan dalam diam, mungkin akan lebih menyenangkan. 

Dear, 

Kamu selalu protes ketika kuabaikan. Kamu bilang aku tidak menganggapmu, tidak mempedulikanmu. Kamu harus tau kalau aku tidak pernah bermaksud begitu. Aku hanya belum tau perhatian seperti apa yang kamu suka. Aku hanya masih mencari cara, apa yang bisa kulakukan untuk membuatmu senang. Maaf ya, aku tidak cukup berpengalaman.

Seberapa kuat keinginanku untuk mendiamkanmu, selalu kalah oleh rasa –yang-aku-tidak-tau-namanya- ini, yang selalu ingin tau jam last seen whatsapp-mu. Bukan apa-apa, aku hanya ingin menguji sampai di mana batas kesabaranku untuk tidak menghubungimu. Untuk mengukur sudah sampai di mana ketergantunganku atas kehadiranmu. Aku tidak mengujimu. Aku menguji diriku sendiri, sayang.

Kamu benar, aku masih sengaja menjaga jarak. Aku pikir kamu pun melakukan hal yang sama. Atau mungkin lebih dari itu? Aku sering merasa bahwa kita j-a-u-h. Atau ini cuma perasaanku saja? Atau anak gila di dalam tubuhku ingin bermain (lagi) di halaman tempat kamu menunggu? 

Dear, 

Kamu bilang, aku bisa percaya padamu selama aku mau. Boleh aku mengajukan satu permintaan? Just tell me everything that I should believe. Jangan membuat janji yang tidak bisa kamu tepati. Jangan mengatakan apapun yang seharusnya tidak kupercaya begitu saja. Aku benar-benar benci pengingkaran. Apapun bentuknya.

Apa kamu bersedia? Kalau iya, maka aku akan percaya padamu sepenuhnya.

Kamu pasti kesal dan merasa kalau untuk kesekian kalinya tidak dipedulikan. Maaf, seharian kemarin aku sibuk berbicara denganmu melalui surat ini. Selain itu, aku juga sibuk merencanakan surat-surat yang harus kukirim untuk 28 hari ke depan. Sekarang kamu tau harus mencariku ke mana kalau aku tidak ada. 

Yang terakhir, aku menyesal bertanya tentang mantanmu. Karena kemudian itu menjadi mimpi buruk bagiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave your comment here :D