26 Feb 2014

Day 27: Permintaan Tanpa Syarat


Aku adalah gadis kecilmu yang dulu sering kau taruh di pundakmu.

Aku adalah gadis kecilmu yang dulu tiap kali menangis, maka kau akan berkata, “Jangan nangis, gak ada orang yang jual air mata. Nanti kalau air matanya habis gimana?”

Aku adalah gadis kecilmu yang dulu merengek minta sepeda padahal sama sekali tidak bisa naik sepeda. Namun pada akhirnya kau tetap membelikanku sepeda dengan tambahan dua roda kecil di belakang. Sepeda yang kemudian kutuntun sepanjang perjalanan pulang.

Aku adalah gadis kecilmu yang dulu minta dibelikan meja belajar. Tapi untuk mendapatkannya, kau memberiku syarat, harus masuk tiga besar dalam peringkat. Kau mengajarkanku bahwa untuk mendapatkan sesuatu, aku harus berjuang terlebih dahulu.

Aku adalah gadis kecilmu yang dulu tidak pernah kau antar jemput ke sekolah. Kau bilang aku harus mandiri. Kau mengajarku untuk bisa melakukan apapun sendiri, kau mengajarku agar menjadi gadis kecil pemberani.

Ayah, gadis kecilmu itu kini telah dewasa, dan menjadi seorang gadis seutuhnya. Walaupun kadang kau lupa, hingga tetap memperlakukanku sebagai gadis kecilmu yang harus selalu kau awasi, jaga, dan tidak boleh lepas dari pandangan mata.

Banyak orang yang bilang kalau aku adalah anak kesayangan. Apa yang aku minta, tidak mungkin kau bisa menolaknya. Aku hanya tertawa mendengarnya. Mereka tidak tau saja, bahwa kau mengajarkanku untuk berpikir seribu kali setiap akan meminta sesuatu.

Mereka hanya tidak tau bahwa apapun yang kau berikan padaku, itu artinya aku sudah memintanya sejak dulu. Kau mengajarkan bahwa di dunia ini tidak ada yang instan.

Ayah, kau tau betul bahwa aku tidak pernah bisa menolak permintaanmu. Apalagi membantah ucapanmu. Aku tidak berani bukannya karena kau kutakuti, namun lebih pada alasan bahwa kau adalah sosok yang sangat kuhormati dan sayangi.

Aku selalu bersyukur pada Tuhan karena aku memiliki Ayah sepertimu. Kau tidak sempat mengecap bangku sekolah, namun kau pintar karena gemar membaca dan tidak pernah malu untuk bertanya. Kau tidak berasal dari keluarga kaya, tapi kau bisa menghidupi keluarga kecilmu ini dengan sempurna. Kau berusaha sekuat tenaga untuk mencukupi semua kebutuhan ketika keadaan ekonomimu pas-pasan.

Tentu saja aku mengingat cerita ketika dulu kau tidak jadi membelikan Abang Nitendo harga seratus ribu karena kau tidak punya cukup uang dan penjualnya pun tidak mau ditawar. Aku juga masih ingat bagaimana dengan polosnya aku pernah bertanya pada mama, “Ma, papa dulu kan gak punya uang. Tapi kenapa adek bisa makan bubur cerelac? Itu kan mahal ya Ma?”

Sudah tak terhitung banyaknya ajaranmu yang sampai saat ini kuterapkan. Ada banyak didikan yang telah kau tanamkan. Sungguh, aku bangga menjadi putrimu, dan selamanya rasa bangga itu akan selalu ada.

Kini ketika rambutmu mulai beruban, ketika kantung di bawah matamu semakin dalam, ketika pundak dan bahumu tak lagi sekuat dan setegap dulu, bahkan ketika air matamu menjadi mudah sekali luruh, aku menyadari bahwa waktu telah begitu banyak mengubahmu dan aku tidak suka itu.

Ayah, kesehatanmu adalah yang terpenting bagiku. Jangan pikirkan aku, apalagi kuliahku. Sekarang kau harus berjuang agar kekuatan dan semangatmu kembali lagi. Kau mau melakukannya, kan? Berjanjilah padaku untuk tidak pernah menyerah. Ini permintaanku yang harus kau kabulkan tanpa syarat.

Tertanda,
Aku yang menyebut namamu dalam setiap doa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave your comment here :D