Kepadamu,
Surat ini
kutulis di tengah-tengah kepalaku sedang pusing memikirkan fenomena
komunikasi apa yang ada pada tema skirpsiku. Kamu mungkin heran kenapa aku
masih sempat-sempatnya memikirkanmu. Semoga saja dengan begitu kamu tau bahwa kamu
istimewa bagiku.
Saat ini aku
sedang duduk di perpustakaan. Di luar sana langit sedang menumpahkan airnya
yang begitu deras. Sesekali gemuruh petir dan kilat pun saling bersahutan. Di
sebelah kiriku ada jendela besar yang menyajikan pemandangan halaman gedung
rektorat yang mulai banjir. Di sebelah kananku ada dua mahasiswa berkacamata
yang asik dengan laptop dan buku diktat. Di depanku ada seorang teman yang
sedang memainkan ponsel pintarnya, ia tampak sudah bosan membaca buku metode
penelitian yang tergeletak di atas meja.
Ehm, aku
juga tidak tau kenapa aku harus memberitahumu dengan detail tentang suasana di
mana aku sedang berada. Aku hanya ingin menuliskannya saja. Walaupun mungkin kamu
juga tidak mau tau. Tidak, aku sama sekali tidak ingin memberi kesan bahwa
keadaanku menyedihkan. Sungguh.
Dengan surat
ini aku ingin memberitahu bahwa semalam kamu hadir di mimpiku. Jujur, aku
tidak suka kalau kamu mengacaukan alam bawah sadarku. Bagaimanapun juga kamu
hanya boleh ada di alam sadarku. Jangan kemana-mana, jangan menjadi bayangan
yang kehadirannya terasa begitu nyata. Tetaplah berdiri di sana, saat aku berada
dalam keadaan sadar sepenuhnya.
Agar
seandainya sesuatu yang buruk terjadi atau ada yang berubah pada hati, maka
tidak sulit untukku menyingkirkanmu dari membran-membran sel dalam otak.
Agar jejakmu
bisa dengan mudah terhapus dari seluruh indera, seperti halnya hujan yang dapat
melenyapkan abu hingga akhirnya tiada.
Dari,
Aku yang (berharap)
tidak akan memimpikanmu lagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Leave your comment here :D