4 Mar 2013

Short Story: Gak Peka Level Dewa!

Aheeey hari yang sangat menyenangkan!

Bagi mereka yang sedang jatuh cinta, kehadiran si dia bagaikan termometer semangat. Syarat mutlak supaya kita bisa tersenyum sepanjang hari.

Jadi ceritanya tadi pagi aku nemenin Raka sarapan di kantin. Satu lagi kebiasaan aneh Raka, dia gak pernah bisa makan sendirian. Entah apa alasannya, aku juga tidak begitu mengerti.

Dan tanpa pikir panjang, aku pun langsung meng-iya-kan permintaan Raka untuk menemaninya sarapan.

Sssst…. Aku suka melihat Raka yang lagi makan. Lahap dan lucu. Hihihi

Ehm.. gak cuma itu sih sebenernya. Aku juga suka melihat Raka yang lagi mengikat tali sepatu. Aku suka melihat Raka yang lagi asik main laptop. Aku suka melihat Raka yang lagi tidur. Yap, aku udah pernah bilang kalau Raka benar-benar berhasil membuatku memusatkan perhatian padanya kan?

Anyway, menu sarapan Raka pagi ini adalah secangkir kopi dan semangkuk soto tanpa kubis.

Satu hal yang belum aku ketahui pasti ialah mengenai makanan kesukaan Raka. Berdasarkan observasi, Raka sepertinya menyukai semua jenis makanan. Raka punya prinsip bahwa makanan di dunia hanya terdiri dari dua rasa, enak dan enak banget.

...

“Eh Ka, misalnya nanti kalo kamu dapet istri yang gak bisa masak gimana?”, entah mengapa tiba-tiba pertanyaan bodoh ini meluncur begitu saja.

Seketika Raka menatapku. Glek, aku menelan ludah. Gugup.

“Gak mungkin lah. Pokoknya aku mau nyari istri yang bisa masak! Hehehe”, kemudian Raka melanjutkan makannya.

“Nikah sama mbak-mbak warteg aja kalo gitu”, kataku lagi. Aku menjaga intonasi saat mengucapkan kalimat tersebut. Supaya tidak terdengar… ketus. Walaupun dalam hati sebenarnya… ergghh.

“Hahahaha.. ya gak harus mbak-mbak warteg juga kali. Buat pinter masak gak harus buka usaha warteg!! Hahahaha”

Hiiissh, aku mendengus. Memutuskan untuk tidak membahas lebih jauh tentang topik masak-memasak yang menyebalkan ini.

Aku mengaduk-aduk es tehku putus asa. Dengan sangat terpaksa harus ku akui bahwa aku tidak suka masak. Aku tercoret dari dalam daftar calon istri idaman Raka.

Dia mau nyari koki apa istri sih? Pikirku dalam hati.

“Kenapa emangnya?”, Raka membuyarkan lamunanku

“Ya gak apa-apa. Gara-gara ngeliat kamu yang lahap tiap kali makan, jadi aku gak bisa ngebayangin kalo nanti kamu punya istri gak bisa masak..”, Aku masih sok cool bilang kayak gitu ke Raka.

“Nanti kalo aku mau nyari calon istri, syarat utamanya adalah dia bisa manjain perutku.. hehehe”, Kata Raka lagi.

Arggggh Rakaaaa stoooppp! Rasanya aku pengen garuk-garuk tanah mendengar semua itu. Apa syaratnya ga ada yang lebih gampang, Ka? Aku cuma berani bertanya dalam hati. *nunduk sedih*


Setelah ngobrol panjang lebar tentang banyak hal, mulai dari Raka yang pengen punya istri bisa masak, dosen pembimbing skripsinya yang ke luar negeri mulu sehingga sulit ditemui, sepatu futsalnya yang rusak, dan lain-lain, tiba-tiba aku pun berkata..

“Oh iya ini flashdiskmu, Ka. Kemaren aku mau ngembaliin, tapi cuma ketemu Dendy ama Sony. Trus mereka bilang kamu ke rumah Indi…”, Ayo Ka.. cerita ke aku, kamu ada urusan apa ke rumah Indi. Aku sangat penasaran tentang hal yang satu ini.

“Okee.. Kamu udah copy-in filmnya kan?”,

Jedaaaaar. Dia malah nanyain film.

“Udah kok,” jawabku singkat.

Yeah, Raka adalah tipe yang gak bakalan cerita kalo gak ditanyain langsung alias blak-blakan.

Satu hal yang kemudian aku sadari adalah kita, para wanita, sangat tidak dianjurkan berbicara menggunakan kata-kata bermakna konotasi, bahasa ber-kode dan ber-modus kepada mereka, para pria.

Karena para pria memang tidak dianugerahi keahlian menangkap invisible meaning dalam setiap kalimat yang diucapkan oleh wanita.

Dan memaksakan mereka untuk mengerti makna tersirat dari apa yang kita ucapkan hanya akan semakin membuat kita nge-judge mereka sebagai makhluk yang tidak peka level dewa! Sekian dan terima kasih.

3 komentar:

Leave your comment here :D