gambar diambil disini |
Ada banyak kisah tentang pertemuan dan
perpisahan. Tentang orang-orang yang menanam kakinya di sana. Mereka yang
berbagi luka dan cinta. Tentang Rindu yang diam-diam dipendam. Tempat yang
selalu ingar bingar, tetapi juga melesapkan sepi yang menggerogoti jiwa, tanpa
suara.
SINGGAH
adalah sebuah buku kumpulan cerita yang dirangkai oleh sebelas orang penulis (Jia Effendie, Taufan Gio, Alvin Agastia Zirtaf, Yuska Vonita, Adellia Rosa, Dian Harigelita, Anggun Prameswari, Aditia Yudis, Bernard Batubara, Putra Perdana, dan Artasya Sudirman). Seluruh
ceritanya berlatarkan 4 tempat mulai dari terminal, stasiun, bandara, hingga
pelabuhan. 4 tempat yang berperan ganda. Kadang mempertemukan, namun tak
jarang juga memisahkan.
"Jantung", sebuah cerita yang ditulis oleh Jia Effendie. Tentang seorang wanita yang
hamil (by accident), kemudian pacarnya gak bertanggung jawab dan menuduh bahwa
bayi tersebut adalah benih dari laki-laki lain. Tidak cukup hanya dengan tidak
mau bertanggung jawab, sumpah serapah juga dilontarkan pada si wanita. Kemudian
akhirnya, si wanita membunuh pacarnya itu dan mengambil jantungnya.
Ceritanya
memang agak serem. Seorang wanita yang membunuh pacarnya dan kemudian mengambil
jantungnya supaya lelakinya itu tidak bisa mencintai wanita lain. Ironis ketika cinta harus
dipaksakan.
Cerita
kedua berjudul “Rumah Untuk Pulang” yang ditulis oleh Anggun Prameswari. Tentang Arum yang hidup di rumah bersama
suami dan dua orang buah hati. Tapi siapa yang menyangka bahwa ternyata rumah itu bukanlah rumah untuk
pulang baginya. Kehidupan rumah tangganya tidak bahagia.
Arum dihantui
penyesalan sepanjang hidupnya. Penyesalan karena mengecewakan kedua orang tuanya.
Meminta restu pernikahan dengan perut buncit.
Harusnya
saat ini Arum sedang duduk di balik kubikel kantor dengan blazer, rok span, dan
stiletto berwarna senada. Harusnya Arum sempat merasakan bagaimana bahagianya foto
bersama kedua orang tua dengan mengenakan toga. Harusnya, harusnya, harusnya.
Ada banyak harusnya yang ia dapatkan seandainya Arum lebih berhati-hati dan
bisa menjaga diri.
Cerita
ketiga, ditulis oleh Alvin Agastia Zirtaf, judulnya “Menunggu Dini”. Waktu baca
cerita ini, saya teringat pada film Habibie dan Ainun. Ini cerita tentang cinta
sejati dalam versi lain.
Seorang kakek
berumur 70-an setia menunggu Dini di stasiun. Dini, istri tercinta, yang pergi
bekerja ke Jakarta untuk membantu suami menghidupi keluarga.
Si kakek
selalu antusias bercerita tentang Dini-nya. Tentang kisah cintanya. Tentang
keberhasilannya mempersunting kembang desa. Tentang kehidupan keluarga kecilnya
yang bahagia. Tentang bagaimana Dini tetap memilih sang suami ketika kedua
orang tuanya menyuruh Dini untuk bercerai karena Dini belum juga punya anak.
Tentang kesetiaan Dini untuk selalu mendampingi suami.
***
Selain 3
cerita kesukaan saya diatas, ada 10 cerita lain yang menyentuh dan memberikan
kita kacamata baru untuk melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda.
Gaya
penulisan dari kesebelas peramunya memberi warna tersendiri. Tutur bahasa yang
lugas dan detail dalam menggambarkan suasana suatu tempat membuat kita
benar-benar bisa melihat tempat tersebut walaupun hanya dalam imajinasi.
SINGGAH
mengingatkan pada saya bahwa setiap tempat pasti meyimpan sebuah cerita. Setiap
sudut adalah saksi bisu perjalanan hidup seseorang.
Ada
beberapa orang yang berulang kali kembali ke sebuah tempat untuk mengenang
seseorang yang dia sayang. Ada juga beberapa orang yang membenci sebuah tempat
karena mungkin itu adalah titik awal mimpi buruk dalam hidupnya.
SINGGAH
sangat recommended buat kamu yang gak
suka baca cerita yang terlalu panjang. Buat kamu yang ingin pergi ke suatu
tempat untuk mengantar ataupun menjemput orang-orang tersayang. Buat kamu yang
percaya bahwa hidup hanyalah persinggahan, manusia akan selalu berpindah, dan
manusia tidak akan pernah berada di satu titik untuk selamanya.
Sekian,
terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Leave your comment here :D