21 Mei 2014

Mari Skripsi, Ayo Ndang Rabi

"Skripsimu tentang apa?"

"Budaya konsumerisme pada novel."

"Wah, keren! Temanya kamu banget."

*cuma bisa senyum miris*

Udah lebih dari 10 orang memberi komentar yang sama. Mereka bilang saya beruntung karena mengangkat tema untuk skripsi yang tidak jauh dari 'dunia' saya dan lebih beruntungnya lagi dosen pembimbing menyetujui ide tersebut. "Kan enak kalau mengerjakan sesuatu yang kita suka." bunyi komentar lainnya yang lagi-lagi hanya bisa membuat saya menghela nafas panjang.

Novelnya sih emang 'gue banget'. Tapi teori stratifikasi sosial oleh Karl Marx, konsep Distinction yang dirumuskan oleh Bourdieu, teori Hegemoni dari Antonio Gramsci, atau Critical Discourse Analysis model Teun Van Djik itu yang nggak 'gue banget'! Bahkan saya harus menahan diri untuk tidak menjedutkan kepala ke dinding agar bisa melafalkan nama-nama ilmuwan itu dengan baik dan benar.

Masa-masa menjelang konsul merupakan masa-masa paling membuat saya depresi. Well, agak lebay sih, tapi saya benar-benar gugup tiap kali akan maju ke dosbing pertama, you know who -yang tidak boleh disebut namanya, beliau terkenal sangat w.o.w tiap kali menjadi dosen penguji. Tapi bagaimanapun juga saya bersyukur dibimbing oleh beliau. At least, ini lebih baik daripada beliau menjadi penguji di sempro atau kompre saya nanti.

Kalau dipikir-pikir lagi, sebenarnya saya dapat dosbing yang enak. Enak dalam artian beliau-beliau ini sangat kompeten. Dosbing pertama dengan berbaik hati memberikan saya sebuah skema, runutan poin-poin apa saja yang harus saya masukkan di dalam latar belakang. Kemudian dosbing kedua dengan telaten memeriksa tulisan saya per-kata, per-kalimat, per-paragraf, dan dengan sabar menjawab semua kebingungan saya.

Tapi sekadar dapat dosen yang 'enak' tentu saja gak bisa menjadi barometer kesuksesan dalam mengerjakan skripsi. Karena buktinya, malam ini saya masih terseok-seok mengerjakan revisian bab satu, yang semakin sering direvisi semakin kacau bentuknya.

Harus saya akui bahwa saya adalah tipikal mahasiswa deadline. Saya gak bisa ngerjain tugas kalau waktunya belum mepet (banget). Kalau kata dosen saya, mental mahasiswa seperti ini adalah mental odol, yang harus ditekan sampe keujung dulu baru bisa keluar. Dan saya yakin kalau 90% mahasiswa itu mentalnya odol semua. Kami sepakat untuk tidak meragukan apa itu yang disebut dengan "the power of kepepet". Hehehe

Saya hampir gak pernah tau gimana rasanya tugas selesai pada beberapa hari sebelum jadwal pengumpulan. Seringnya tugas itu baru selesai ketika waktu pengumpulan sudah kurang dari satu jam. Itu pun masih belum diprint.

Ternyata mental odol itu masih kebawa sampai jadi mahasiswa skripsian seperti sekarang. Dari tenggang waktu satu minggu yang diberikan dosbing untuk revisi, saya baru bisa menyentuh skripsi tercinta dengan sangat niat kalau sudah H-1 dari jadwal konsul. Abis gimana ya, bawaannya gak mood gitu, dan saya bukan tipe yang bisa memaksakan diri kalau lagi gak mood (pinter banget ya rau alasannya).

Waktu lagi nunggu dosen di lantai 3, saya sempat ngobrol dengan mbak-mbak skripsi angkatan 2009, yang kemudian mengatakan hal ini.

"Kalau lagi males ngerjain revisi, paling gak kamu baca-baca jurnal aja. Biasanya setelah baca jurnal itu ada pencerahan mau nulis apa lagi. Memang harus banyak baca jurnal. Kalau perlu sampe muntah. Hehehe." glek. Saya hanya bisa menelan ludah.

Dalam hal mencari jurnal, bisa dikatakan saya cukup rajin. Yang males itu....membacanya. Apalagi jurnal-jurnal dengan bahasa setengah dewa (baca: bahasa inggris). Keinginan saya untuk meminjam otak Hermione semakin menggebu-gebu. I can't understand what they said there! Really. Saya cuma bisa memahami bahasa inggris dalam tiga hal. Pertama, subtitle pada drama korea. Kedua, novel Twivortiarenya Ika Natassa. Ketiga, quotes-quotes galau yang ada di tumblr. Bahasa inggris dalam jurnal internasional atau textbook yang berbau-bau teori? Thank you very much.

Berkaitan dengan jurnal, yang juga sering membuat saya kesal adalah ketika menemukan jurnal bagus, tapi gak bisa didownload karena berbayar. "Dasar kapitalis!" adalah umpatan yang biasanya saya keluarkan. Seandainya bisa lebih leluasa mengakses jurnal-jurnal internasional, terutama jurnal keluaran kampus-kampus keren kayak Oxford atau Harvard gitu, mungkin si skripsi bisa cepet kelar (paling gampang emang nyari alasan sih).

Kiranya cukup sekian curhatan tentang skripsi yang saya tulis di tengah-tengah buntunya merevisi bab satu. Semoga semangat skripsian terus membara karena perjalanan ini sungguh masih sangat panjang.

Btw, sepotong lirik lagu dari teman-teman Socikoclogy yang berbunyi, "Mari skripsi, ayo ndang rabi." mungkin bisa jadi semangat tambahan *eh

Terima kasih.

*Ditulis pada tanggal 20 Mei 2014 dini hari. Berjuang mengerjakan revisi sampai subuh, tapi ternyata dosen saya hari itu lagi gak ada. Duh, kadung garap :')

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave your comment here :D