28 Agu 2014

Sepatu

Beberapa hari yang lalu saya membeli sepatu baru. Warnanya cokelat muda. Nyaman di kaki. Paling tidak itu yang saya rasakan ketika mencoba sepatu itu di toko. Ketika pada akhirnya saya memutuskan untuk memilih si sepatu cokelat muda ini dari sekian banyak pilihan sepatu yang ada.

Beberapa hari kemudian saya memakai sepatu itu ke kampus. Awalnya saya berjalan dengan nyaman. Tapi lama-lama kaki saya mulai terasa sakit. Kulit kaki di bagian belakang saya terkelupas karena bergesekan dengan sepatu. Saya mencopot sepatu tersebut, lalu memperhatikan bagian belakangnya dengan seksama.

Setiap kali memakai sepatu baru, kaki saya terluka di bagian yang sama. Inilah sebabnya mengapa saya tidak bisa menjadi 'pemburu sepatu' seperti perempuan lainnya, yang bahkan bisa punya koleksi sepatu satu lemari. Karena setiap memakai sepatu baru, kaki saya harus beradaptasi lagi. Proses adaptasi yang menyakitkan dan menimbulkan luka.

Akhirnya saya kembali memakai sepatu yang lama. Warnanya cokelat tua. Sangat nyaman di kaki. Kenyamanan yang saya rasakan sekian lama. Kenyamanan yang membuat saya tidak mau memakai sepatu cokelat muda, dan berharap si cokelat tua ini bisa dipakai sedikit lebih lama lagi.

Walaupun saya tau kalau si cokelat tua sebenarnya sudah terlalu renta untuk dipakai berjalan. Dia bisa jebol kapan saja dan di mana saja. Seandainya dia bisa bicara, pasti dia sudah teriak-teriak minta dipensiunkan.

Satu hal yang mungkin bisa kita pelajari dari sepatu. Ia hanya perlu memberi rasa nyaman pada si pengguna. Sebuah syarat (mutlak) yang dapat membuat ia tetap dipilih, walaupun ia tidak lebih bagus dari sepatu baru.

gambar dipinjam di sini. terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave your comment here :D