19 Agu 2014

Nyanyian Rindu

Hujan. Pondok bambu. Sebuah lagu berjudul nyanyian rindu.

Hening melingkup udara di antara kita. Hanya bunyi tetesan air hujan yang terdengar di luar sana.

Kau memantik api pada sebatang rokok yang terselip di jarimu. Sedangkan aku sibuk dengan menggeser-geser layar ponsel yang sedang kugenggam. Secangkir kopi panas ada di hadapanmu. Dan aku dengan minuman favoritku, apalagi kalau bukan teh susu.

Nyanyian rindu. Lagu yang kau putar waktu itu. Lagu rindu paling romantis di dunia katamu. Aku tertawa mengejek. Seleramu tua, begitu ucapku. Namun mau tidak mau aku ikut mendengarkan lagu itu. Dan tanpa kau tau, sejak itu Nyanyian Rindu masuk ke dalam daftar lagu kesukaanku.

Bila saja kau ada di sampingku
Sama-sama arungi danau biru
Bila malam mata enggan terpejam
Berbincang tentang bulan merah

Hujan telah reda. Aku keluar dari pondok bambu, mendongak pada langit yang mulai terlihat cerah. Kemudian aku memotret langit yang tertutup rimbunan daun pohon yang tidak pernah kutau apa namanya.

“This sky is so beautiful or it becomes beautiful because you are here?” sebaris kalimat yang kuketik sesaat sebelum mengunggah foto itu ke akun Instagram.


Kapan lagi kita akan bertemu
Meski hanya sekilas kau tersenyum
Kapan lagi kita nyanyi bersama
Tatapanmu membasuh luka

Beberapa tahun berlalu. Lagu itu masih sering kudengar. Tidak jarang kuputar berulang-ulang. Seperti yang kulakukan saat ini. Saat insomnia sialan yang datang untuk kesekian kali.
Tapi kini Nyanyian Rindu tidak lagi mengingatkanku padamu, hujan, dan pondok bambu. Ternyata waktu dan orang-orang baru mampu menghapus kerinduan kita pada masa lalu. Kau percaya itu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave your comment here :D