Berdirinya Kompas berawal dari obrolan beberapa orang
mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi di bawah tandon air di sebelah GKB (Gedung
Kuliah Bersama) pada tanggal 13 Mei 2006. Jadi ceritanya mereka jenuh dengan
kegiatan kuliah dan pengen naik gunung. Dari sana tercetuslah ide untuk
membentuk sebuah LSO (Lembaga Semi Otonom) di FISIP yang dulunya masih bernama
PIS (Program Ilmu Sosial) yang diberi nama KOMPAS (Komunitas Pecinta Alam). Dari
tahun ke tahun banyak perubahan yang terjadi, pengembangan lebih tepatnya,
salah satunya adalah nama KOMPAS yang kini menjadi KOMPAS Outdoor Activity and Environmental Studies. Karena kami hidup di
lingkungan FISIP, tentu saja kami harus mendedikasikan organisasi ini untuk
masyarakat, melalui proker-proker berbau Pengmas (Pengabdian Masyarakat).
Ternyata saya masih cukup hafal latar belakang berdirinya
Kompas ya. Iya, karena dulu sempat mendapat tugas untuk memperkenalkan
Kompas pada adik-adik angkatan VI saat diklat ruang. *benerin poni*
Hal-hal lain tentang KOMPAS atau insiden-insiden yang pernah
terjadi di KOMPAS ketika saya belum menjadi anggota, biasanya saya ketahui
melalui hasil ngobrol alias ‘bergosip’ dengan mas-mas atau mbak-mbak angkatan
atas. Hehehe
Gak kerasa KOMPAS udah ulang tahun yang ke-8, yang artinya
KOMPAS udah melahirkan 8 generasi. Perasaan baru kemaren saya riweuh ngurusin
ulang tahun yang ke-5. Time really flies
so fast.
Waktu diklat kemarin, salah satu rekan saya, yaitu Azmi,
sempat memberi wejangan kepada adik-adik calon anggota angkatan 8 tentang bagaimana
jetlag yang akan dirasakan setelah
nanti mereka masuk KOMPAS. Saya tau kalau sebenarnya Azmi lagi curhat *ehem*,
tapi saya tetap sepakat dengan apa yang dia katakan.
Kehidupan saya sebagai mahasiswa setelah masuk KOMPAS rasanya
memang jungkir balik. Ya, ketika baru awal-awal masuk di KOMPAS, saya mengalami
jetlag seperti yang dikatakan Azmi. Yang paling susah adalah masalah mengatur
waktu antara kuliah, kerja kelompok, ngerjain tugas, berbagai macam jenis
rapat, jaga stan, dan survey. Hampir
setiap hari pergi pagi, pulang malam, dan jarang menghirup aroma weekend (karena sabtu minggu itu
biasanya ada acara atau survey). Selesai
melaksanakan satu proker (program kerja), lanjut membuat planning untuk proker selanjutnya. Siklus yang berputar terus selama kurang lebih dua tahun (saat menjadi calon anggota dan pengurus).
Semacam gak ada waktu untuk mikirin dan ngurusin hal-hal
lain, seperti pacar, gebetan, apalagi mantan *leh. Jadi gak heran kalau
sebagian besar anak-anak KOMPAS itu jomblo. Ngurus kuliah ama KOMPAS udah cukup
rempong ya, apalagi kalau ditambah ngurusin anak orang :p
Tapi setelah purna jabatan alias lengser dari kepengurusan,
saya mengalami jetlag lagi. Yang
dulunya sibuk banget jadi nganggur banget. Waktu 24 jam dalam sehari dan 7 hari
dalam seminggu itu rasanya terlalu banyak kalau cuma dihabiskan untuk kuliah. Ciyus.
Beberapa waktu yang lalu saya sempat diskusi dengan teman
saya yang anak UKM (Unik Kegiatan Mahasiswa) tentang menurunnya minat mahasiswa
untuk bergabung dengan LSO di tingkat fakultas maupun UKM di tingkat
universitas tahun ini. Teman saya berpendapat bahwa mungkin ini juga terjadi
karena sistem SPP Progresif yang ada di kampus saya.
SPP Progresif adalah kenaikan biaya SPP sebesar 15% yang
dikenakan pada mahasiswa yang belum lulus di tahun ke 5, 30% untuk tahun ke 6,
dan 45% untuk tahun ke 7. Terus, apa hubungannya dengan LSO atau UKM? Jelas
ada. Mitos yang berkembang mengatakan bahwa terlalu sibuk di organisasi akan memperlambat
kelulusan.
Saya gak sepenuhnya percaya sama mitos tersebut, karena saya
punya banyak teman yang organisasinya segudang tapi kuliahnya tetap lancar.
Karena menurut saya kuliah itu juga bukan sekadar untuk mengejar status cumlaude. Karena menurut saya mahasiswa
juga gak seharusnya lahir menjadi generasi ber-IP tinggi tanpa empati. Karena perguruan
tinggi itu tempat untuk mencari pengalaman sebanyak-banyaknya, bukan cuma IP
setinggi-tingginya.
Dan yang menjadikan organisasi sebagai tameng untuk
memaklumi IP yang jeblok atau gak bisa lulus tepat waktu, menurut saya orang-orang
seperti ini cuma nyari kambing hitam aja sih. Dengan gak ikut organisasi
apa-apa, adakah jaminan mereka akan memperoleh IP 4 dan lulus 3,5 tahun, huh?
Ada banyak hal yang saya dapatkan selama berorganisasi,
khususnya di KOMPAS. Salah satunya adalah berusaha menjadi pribadi yang open minded, belajar untuk menerima dengan lapang dada
bahwa perbedaan itu akan selalu ada, dan belajar memahami bahwa beda
kepala itu beda isi. Jadi, kita gak bisa memaksakan keinginan atau apa yang
menurut kita benar pada orang lain.
“Di KOMPAS ada banyak karakter. Yang mana yang menurutmu
bagus, boleh dicontoh. Yang menurutmu gak bagus, gak perlu diikuti,” salah satu
nasihat dari senior saya ketika diklat yang masih saya ingat sampai
sekarang. Di KOMPAS saya benar-benar belajar bagaimana caranya menghormati,
menghargai, dan toleransi. Ilmu-ilmu sejenis ini bisa kita dapatkan saat
berinteraksi dalam organisasi.
Saya juga salut kepada seluruh anggota, khususnya adik-adik di
KOMPAS (VI, VII, dan calon angkatan VIII) yang masih bertahan di KOMPAS sampai
sekarang. Setelah melewati semua suka duka yang ada, mereka masih
(dan mau) mengorbankan waktu dan tenaganya untuk menjaga KOMPAS, untuk tetap menjadi
bagian dari KOMPAS, itu udah lebih dari cukup menurut saya. Saya sangat mengapresiasi
adik-adik ini yang bisa memegang komitmen dan bertanggung jawab atas apa yang udah
mereka pilih. I’m so proud of you,
dek :’)
Akhir kata, Selamat Ulang Tahun yang ke-8 untuk KOMPAS Outdoor Activity and Environmental Studies.
Semoga KOMPAS melahirkan generasi-generasi yang lebih baik dari tahun ke tahun.
Semoga bendera KOMPAS akan selalu berkibar di FISIP tercinta. Semoga darah kita
selalu biru dan kita selalu satu. KOMPAS JAYA! :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Leave your comment here :D