14 Mei 2014

KOMPAS: 8 years old


Berdirinya Kompas berawal dari obrolan beberapa orang mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi di bawah tandon air di sebelah GKB (Gedung Kuliah Bersama) pada tanggal 13 Mei 2006. Jadi ceritanya mereka jenuh dengan kegiatan kuliah dan pengen naik gunung. Dari sana tercetuslah ide untuk membentuk sebuah LSO (Lembaga Semi Otonom) di FISIP yang dulunya masih bernama PIS (Program Ilmu Sosial) yang diberi nama KOMPAS (Komunitas Pecinta Alam). Dari tahun ke tahun banyak perubahan yang terjadi, pengembangan lebih tepatnya, salah satunya adalah nama KOMPAS yang kini menjadi KOMPAS Outdoor Activity and Environmental Studies. Karena kami hidup di lingkungan FISIP, tentu saja kami harus mendedikasikan organisasi ini untuk masyarakat, melalui proker-proker berbau Pengmas (Pengabdian Masyarakat).

Ternyata saya masih cukup hafal latar belakang berdirinya Kompas ya. Iya, karena dulu sempat mendapat tugas untuk memperkenalkan Kompas pada adik-adik angkatan VI saat diklat ruang. *benerin poni*

Hal-hal lain tentang KOMPAS atau insiden-insiden yang pernah terjadi di KOMPAS ketika saya belum menjadi anggota, biasanya saya ketahui melalui hasil ngobrol alias ‘bergosip’ dengan mas-mas atau mbak-mbak angkatan atas. Hehehe

Gak kerasa KOMPAS udah ulang tahun yang ke-8, yang artinya KOMPAS udah melahirkan 8 generasi. Perasaan baru kemaren saya riweuh ngurusin ulang tahun yang ke-5. Time really flies so fast.

Waktu diklat kemarin, salah satu rekan saya, yaitu Azmi, sempat memberi wejangan kepada adik-adik calon anggota angkatan 8 tentang bagaimana jetlag yang akan dirasakan setelah nanti mereka masuk KOMPAS. Saya tau kalau sebenarnya Azmi lagi curhat *ehem*, tapi saya tetap sepakat dengan apa yang dia katakan.

Kehidupan saya sebagai mahasiswa setelah masuk KOMPAS rasanya memang jungkir balik. Ya, ketika baru awal-awal masuk di KOMPAS, saya mengalami jetlag seperti yang dikatakan Azmi. Yang paling susah adalah masalah mengatur waktu antara kuliah, kerja kelompok, ngerjain tugas, berbagai macam jenis rapat, jaga stan, dan survey. Hampir setiap hari pergi pagi, pulang malam, dan jarang menghirup aroma weekend (karena sabtu minggu itu biasanya ada acara atau survey). Selesai melaksanakan satu proker (program kerja), lanjut membuat planning untuk proker selanjutnya. Siklus yang berputar terus selama kurang lebih dua tahun (saat menjadi calon anggota dan pengurus).

Semacam gak ada waktu untuk mikirin dan ngurusin hal-hal lain, seperti pacar, gebetan, apalagi mantan *leh. Jadi gak heran kalau sebagian besar anak-anak KOMPAS itu jomblo. Ngurus kuliah ama KOMPAS udah cukup rempong ya, apalagi kalau ditambah ngurusin anak orang :p

Tapi setelah purna jabatan alias lengser dari kepengurusan, saya mengalami jetlag lagi. Yang dulunya sibuk banget jadi nganggur banget. Waktu 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu itu rasanya terlalu banyak kalau cuma dihabiskan untuk kuliah. Ciyus.

Beberapa waktu yang lalu saya sempat diskusi dengan teman saya yang anak UKM (Unik Kegiatan Mahasiswa) tentang menurunnya minat mahasiswa untuk bergabung dengan LSO di tingkat fakultas maupun UKM di tingkat universitas tahun ini. Teman saya berpendapat bahwa mungkin ini juga terjadi karena sistem SPP Progresif yang ada di kampus saya.

SPP Progresif adalah kenaikan biaya SPP sebesar 15% yang dikenakan pada mahasiswa yang belum lulus di tahun ke 5, 30% untuk tahun ke 6, dan 45% untuk tahun ke 7. Terus, apa hubungannya dengan LSO atau UKM? Jelas ada. Mitos yang berkembang mengatakan bahwa terlalu sibuk di organisasi akan memperlambat kelulusan.

Saya gak sepenuhnya percaya sama mitos tersebut, karena saya punya banyak teman yang organisasinya segudang tapi kuliahnya tetap lancar. Karena menurut saya kuliah itu juga bukan sekadar untuk mengejar status cumlaude. Karena menurut saya mahasiswa juga gak seharusnya lahir menjadi generasi ber-IP tinggi tanpa empati. Karena perguruan tinggi itu tempat untuk mencari pengalaman sebanyak-banyaknya, bukan cuma IP setinggi-tingginya.

Dan yang menjadikan organisasi sebagai tameng untuk memaklumi IP yang jeblok atau gak bisa lulus tepat waktu, menurut saya orang-orang seperti ini cuma nyari kambing hitam aja sih. Dengan gak ikut organisasi apa-apa, adakah jaminan mereka akan memperoleh IP 4 dan lulus 3,5 tahun, huh? 

Ada banyak hal yang saya dapatkan selama berorganisasi, khususnya di KOMPAS. Salah satunya adalah berusaha menjadi pribadi yang open minded, belajar untuk menerima dengan lapang dada bahwa perbedaan itu akan selalu ada, dan belajar memahami bahwa beda kepala itu beda isi. Jadi, kita gak bisa memaksakan keinginan atau apa yang menurut kita benar pada orang lain.

“Di KOMPAS ada banyak karakter. Yang mana yang menurutmu bagus, boleh dicontoh. Yang menurutmu gak bagus, gak perlu diikuti,” salah satu nasihat dari senior saya ketika diklat yang masih saya ingat sampai sekarang. Di KOMPAS saya benar-benar belajar bagaimana caranya menghormati, menghargai, dan toleransi. Ilmu-ilmu sejenis ini bisa kita dapatkan saat berinteraksi dalam organisasi.

Saya juga salut kepada seluruh anggota, khususnya adik-adik di KOMPAS (VI, VII, dan calon angkatan VIII) yang masih bertahan di KOMPAS sampai sekarang. Setelah melewati semua suka duka yang ada, mereka masih (dan mau) mengorbankan waktu dan tenaganya untuk menjaga KOMPAS, untuk tetap menjadi bagian dari KOMPAS, itu udah lebih dari cukup menurut saya. Saya sangat mengapresiasi adik-adik ini yang bisa memegang komitmen dan bertanggung jawab atas apa yang udah mereka pilih. I’m so proud of you, dek :’)

Akhir kata, Selamat Ulang Tahun yang ke-8 untuk KOMPAS Outdoor Activity and Environmental Studies. Semoga KOMPAS melahirkan generasi-generasi yang lebih baik dari tahun ke tahun. Semoga bendera KOMPAS akan selalu berkibar di FISIP tercinta. Semoga darah kita selalu biru dan kita selalu satu. KOMPAS JAYA! :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave your comment here :D