21 Nov 2015

Jadi Dukun Curhat (Part 1)

Dukun curhat.

Sepertinya ini udah menjadi pekerjaan sambilan saya karena saking seringnya jadi tempat curhat teman. Sebenarnya, saya senang-senang aja kok menjalankan profesi ini. Mungkin karena saya pun menyebut diri sendiri sebagai people's life observer.

Hehehe.

Tapi memang mendengar kisah hidup orang lain itu menyenangkan. Termasuk di dalamnya tentang kehidupan romansa. Rasanya gak jauh beda sama baca novel atau nonton drama korea. Bedanya, di sini saya harus menyediakan telinga sebaik mungkin. Dan juga kesabaran seluas samudra karena ada orang-orang tertentu yang tiap kali dia curhat, rasanya saya pengen nendang dia ke jurang aja. #eh

I do like to become a listener. Tapi, terkadang ada orang-orang yang menyalahgunakan waktu dan kesempatan yang dikasih oleh listener-nya dengan cuma-cuma ini hanya untuk menceritakan seberapa bodoh dan dungunya dia dalam menjalani hubungan. Ups, pardon my words.

15 Nov 2015

Menemukan Alasan

Mereka bilang cinta tidak butuh alasan. Tentu aku tidak pernah setuju pada hal itu, sebab bagiku untuk mencintai seseorang akan selalu butuh alasan. Sebab jika benar-tidak ada alasan, harusnya kita tidak perlu pilih-pilih pasangan, bukan? Jadi, akan selalu ada alasan mengapa kita mencintai seseorang. Ini bukan tentang keberadaan alasan yang disadari atau tidak, namun lebih pada apakah alasan itu diakui atau tidak. Ini hanya tentang pengakuan. Ini tentang kejujuran pada diri sendiri.

Beberapa waktu yang lalu, seorang lelaki mendekatiku. Dia baik. Tentu saja ini alasan yang sangat general untuk menjelaskan mengapa aku membiarkannya memasuki duniaku. Tapi alasan lainnya adalah karena dia ‘normal’. Dia tidak seperti lelaki lain sebelumnya yang hampir setiap hari mengirimkan pesan menanyakan kabar dan akan mengulanginya lagi walaupun aku sudah tidak membalas pesannya hari ini. Pick up line yang sangat basi dan dilakukan berulang kali dan membuat keinginanku untuk menghapus kontaknya dari BBM semakin besar. Lelaki yang mengejar wanita secara membabi buta adalah lelaki yang menurutku tidak normal. Lelaki seperti ini harus diberi pencerahan terlebih dahulu tentang bagaimana mendekati wanita dengan cara yang elegan.

Tapi untungnya dia tidak seperti itu. Dia mendekatiku dengan berperilaku sebagai pria sebagaimana mestinya. Dia pintar membuat obrolan, dia mau mendengarkan, dan dia sangat perhatian. Lebih dari semua itu, dia adalah pria yang straight to the point. Tidak cukup dengan sikapnya yang sangat jelas menunjukkan kalau dia menyukaiku, dia juga mengatakannya secara langsung. Dia tidak sekalipun membuatku berada dalam keadaan bingung, menebak-nebak, dan bertanya-tanya apakah dia menyukaiku atau tidak.

10 Nov 2015

Bukalapak: Belanja Online Asik cuma Sekali Klik!

Dulunya aku tidak pernah sekalipun berbelanja secara online. Kenapa? Alasan yang sangat sederhana, karena aku tidak percaya pada online shop yang ada. Maraknya berita penipuan seputar kegiatan jual beli di dunia maya, juga cerita dari beberapa teman yang ditipu oleh pedagang online membuatku semakin anti berbelanja secara online. Aku lebih merelakan diri menjelajahi satu persatu toko atau pusat perbelanjaan untuk mendapatkan benda yang kucari.

Namun di pertengahan tahun 2014 aku harus mematahkan prinsipku tentang say no to belanja online ini. Hal ini terjadi ketika aku sedang mengerjakan skripsi dan membutuhkan sebuah buku yang tidak bisa kutemukan di toko-toko buku manapun. Akhirnya pilihan mencari buku tersebut via online tidak lagi bisa kuhindari. Kemudian ketika aku mengetikkan judul buku tersebut pada searching engine, muncul sebuah nama situs jual beli online yang pada saat itu masing sangat asing di telingaku. Yap, inilah kali pertama aku berkenalan dengan Bukalapak.

Dan… pengalaman pertama berbelanja online di Bukalapak yang sangat memuaskan akhirnya membuatku ketagihan.

Kalau dulu aku harus membuka website Bukalapak melalui laptop setiap kali ingin berbelanja, saat ini hal merepotkan seperti itu tidak perlu lagi kulakukan. Bukalapak sepertinya benar-benar ingin memanjakan customer-nya dengan menghadirkan aplikasi Bukalapak pada smartphone pelanggannya. Tentu saja aplikasi ini semakin memudahkan kita untuk mengakses website Bukalapak kapan saja dan di mana saja.

8 Nov 2015

[Sebuah Pesan] Dear Dedek-Dedek Gemes

Minggu pagi adalah hari liburku berolahraga karena alun-alun sedang dipenuhi dedek-dedek gemes yang sedang jalan-jalan dengan pacarnya. Tapi minggu pagi kali ini tidak kuhabiskan dengan tidur lagi setelah sholat subuh. Aku tetap ke alun-alun, ke wifi corner lebih tepatnya. Sebelum berangkat aku sudah terlebih dulu berdoa agar dedek-dedek gemes tidak sampai menjarah wifi corner juga. Semoga mereka pacarannya cukup di alun-alun saja.

Awalnya doaku terkabul. Di wifi corner tidak ada orang dan aku dengan bebasnya bisa merasakan kecepatan internet ratusan kilobyte. Tapi ternyata keadaan ini tidak berlangsung lama. Saat jam di hanphoneku menunjukkan pukul 06.33, datanglah segerombol pasangan dedek-dedek gemes bersepeda motor. Hauft.

Dulu, ketika aku seusia mereka, aku tidak pernah ke alun-alun di minggu pagi. Apalagi bersama teman laki-laki. Apa fenomena ini baru ada di jaman sekarang? Atau dulu sebenarnya sudah banyak yang seperti ini tapi aku saja yang tidak tau? Entah, rasanya ketika aku di usia mereka, kehidupanku cuma seputar sekolah, mengerjakan PR, latihan drumband, pergi mengaji dan les, dan sesekali memendam perasaan pada teman sekelas (tsah).

Kata orang, usia remaja adalah masa puber. Di mana jiwa seorang remaja sedang bergejolak luar biasa (halah). Di mana para remaja sedang merasa bahwa mereka sudah besar dan bebas membuat keputusan, padalah sebenarnya tidak. Padahal, usia-usia remaja seperti itu adalah usia-usia yang sangat krusial. Orang tua harusnya lebih mengencangkan sabuk pengaman, menjaga putra putrinya yang remaja dengan sedikit lebih ketat.

7 Nov 2015

Mendekap Mimpi

Ada satu rahasia yang ingin kuceritakan pada kalian. Tentang ritual yang ia lakukan. Tentang bagaimana ia menjaga impiannya tetap hidup. Tentang cita-cita yang ia simpan baik-baik agar tak mudah redup.

Setiap malam sebelum tidur, ia akan menulis pada secarik kertas. Kertas itu kemudian ia gulung, dan dimasukkan ke dalam sebuah botol kaca yang isinya sudah hampir penuh.

Kertas-kertas itu menyimpan semua impiannya. Apa? Tidak ada yang tau, termasuk aku dan kalian. Impian itu adalah rahasia yang hanya ia bagi dengan-Nya, Sang Pemilik Hidup.

Ia tak pernah tau ke mana garisan takdir akan membawanya. Ia hanya tau bahwa ada hal besar yang sedang menunggunya di ujung sana. Setidaknya, inilah yang ia percaya. Bahwa ia tidak akan pernah menjalani kehidupan yang biasa-biasa saja.

No Matter What, Women Should be Smart

Men’s ego is seriously the most fragile and insecure subject on earth. If anytime they lose a slight sense of authority and domination they fucking break. Feeling emasculated by a smart woman? Wanting her to dumb down instead of you smarting up? You fucking weakling. You fucking egocentric, fragile, insecure, weakling.

Kalimat di atas aku temukan pada akun ask.fm milik seorang pria bernama Alif Satria. Kalimat yang merupakan jawaban dari pertanyaan yang kira-kira seperti ini bunyinya.

Apakah perempuan tidak boleh terlalu pintar, supaya kelak lebih mudah mendapatkan pasangan? Karena, konon katanya, laki-laki itu takut dengan perempuan terlalu pintar.

Mungkin isu seperti ini sudah sering kita dengar. Tentang hak perempuan dalam pendidikan yang lebih terbatas dibandingkan dengan laki-laki. Ini fenomena yang ada di masyarakat kita. Di mana masih banyak orang yang menganut paham bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi karena nanti akhirnya toh akan mengurus rumah tangga juga. Perempuan jangan terlalu mengejar pendidikan/karir karena nantinya akan sulit mencari pasangan.

4 Nov 2015

Mbak Dee dan Serial Surel

Bulan November tahun lalu adalah waktu di mana aku sedang (cukup) stres mengerjakan skripsi. Dosen sulit ditemui dan antrian bimbingan pun mirip dengan antrian di pom bensin saat premium langka. Tidak cukup dengan rumitnya birokrasi di kampus, skripsiku juga terkendala dengan ketiadaan narasumber. Pada saat itu, narasumber utamaku tidak bersedia untuk diwawancara karena suatu alasan (yang tidak bisa kuceritakan di sini). Jadilah ya, makin runyam keadaan (skripsi)ku saat itu. Tidak hanya sekali dua kali ide untuk ganti judul terlintas di benakku. Ide yang jauh lebih buruk sebenarnya, karena kalau ganti judul, artinya aku harus memulai dari nol lagi.

Di tengah frustasi yang melanda, kicauan salah satu penulis favoritku-Dewi Lestari-di twitter menjadi semacam oase di tengah gurun pasir. Sebab apa yang mbak Dee tulis saat itu berhubungan dengan isu yang sedang aku angkat di skripsi. Akhirnya, tanpa pikir panjang, aku mengirim email kepada beliau untuk meminta penjelasan lebih. Saat itu aku sungguh tidak berharap banyak. Dijawab ya Alhamdulillah, kalaupun tidak juga tak apa.

Namun, beberapa hari kemudian, sebuah email masuk padaku. Yap, dari Dewi Lestari. Di dalam email tersebut mbak Dee mengatakan bahwa ia akan menjawab pertanyaanku, tapi nanti. Sebab aku harus antri dengan pertanyaan-pertanyaan lain yang telah masuk lebih dulu.