Sore itu mendung menggelantung kelabu. Mobil biru yang kutumpangi terus melaju membelah kerumunan kendaraan sepanjang jalan. Sesekali terdengar bunyi ban berdecit karena pedal rem yang diinjak tiba-tiba oleh bapak pengemudi guna menaikkan penumpang di pinggir jalan yang sudah melambai-lambaikan tangan.
Kemudian salah satu penumpang pria di mobil biru ini turun di sudut perempatan. Ia memberi selembar uang lima puluh ribu kepada bapak pengemudi, yang tentu saja membuat si bapak menggerutu karena tidak memiliki uang kembalian. Untuk ongkos seharga tiga ribu, si bapak tidak bisa mengeluarkan uang receh sejumlah empat puluh tujuh ribu. Pria itu akhirnya terpaksa meminjam uang dari penumpang lain yang turun di tempat yang sama.
Mobil biru berjalan kembali. Mendahului satu persatu kendaraan di kanan kiri. Penumpang lainnya, yang kali ini wanita, kembali meminta bapak pengemudi untuk menepi. Dan lagi-lagi perdebatan terjadi. Bapak pengemudi geram kepada wanita itu karena memberi uang menggunakan tangan kiri. Sekilas aku melirik tangan kanan wanita itu, ternyata sedang menjinjing sebuah ransel ungu.
Kesabaran bapak pengemudi sore itu tampaknya benar-benar sedang diuji. Seorang penumpang wanita yang sejak dari terminal duduk di sampingnya turun dengan setengah membanting pintu. Sebelum itu aku sempat melihatnya meletakkan sejumlah uang di dashboard tanpa sepatah kata.
"Arek saiki gak duwe sopan santun," ucap bapak pengemudi setelah wanita itu pergi.
Bapak pengemudi yang kutaksir berusia lima puluhan melanjutkan perjalanan. Aku menerka-nerka apa yang sedang ia pikirkan. Marah, jengkel, kesal, atau biasa saja karena ini bukan pertama kalinya ia berjumpa dengan orang-orang seperti mereka?
Sore itu mendung menggelantung kelabu. Aku mendapat banyak pelajaran baru.
Masih banyak dari kita yang meremehkan hal-hal kecil. Masih banyak dari kita yang kurang peka dan suka bertindak seenaknya. Masih banyak dari kita yang memandang rendah orang-orang yang dianggap berada di kelas bawah. Masih banyak dari kita yang lupa berterima kasih karena merasa sudah diwakilkan dengan memberi sejumlah uang.
Kita lupa pada pelajaran tentang derajat manusia di mata Tuhan itu sama. Kita lupa pada pelajaran menjaga perasaan dan menghargai sesama manusia tanpa melihat status sosialnya. Kita lupa bahwa sebanyak apapun rupiah yang kita keluarkan, tidak akan pernah sebanding dengan sebaris kata terima kasih yang diucapkan, suatu bentuk apresiasi yang tidak bisa digantikan dengan uang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Leave your comment here :D