Dilema mahasiswa semester tua, dimana
pertanyaan “mau kemana setelah lulus?” menggema setiap harinya.
Minggu lalu
ketika saya pulang, Uni yang di Padang menelpon. Awalnya memang hanya bertanya
kabar, tapi lama – lama nyerempet ke
masalah “mau kemana setelah lulus?”. Pertanyaan yang saya sendiri belum tau
jawabannya.
“pengen
ngelanjutin S2, Ni”, saya jawab asal aja. Karena Uni itu dosen, saya pikir
beliau akan mendukung kalau adiknya ini melanjutkan sekolah
Tapi
ternyata, tanggapan Uni diluar dugaan saya.
“Jangan
ngelanjutin sekolah dulu. Nikah dulu, setelah itu kalo mau sekolah kemana aja
silahkan”
JEDAAAAAARRR.
Kepala saya kayak dipukul pagoda raksasa. Oke, stop, ini lebay.
Saya speechless.
Uni menjelaskan panjang lebar tentang alasan kenapa menikah lebih diutamakan
daripada melanjutkan sekolah. Bahkan sampe bawa sunnah Rasul segala. Rasanya
waktu itu saya pengen teriak, “NGELANJUTIN SEKOLAH BUKAN BERARTI GAK NIKAH
JUGA, NIII…!”.
Kemudian dari semua penjelasan tersebut, saya
menyimpulkan alasan utamanya adalah karena saya perempuan. Dan mitos yang
mengatakan kalau perempuan yang sekolahnya terlalu tinggi bakal susah dapet
jodoh.
…
Miris dengan pemikiran – pemikiran tentang
perempuan gak perlu sekolah tinggi – tinggi karena ujung – ujungnya bakal jadi
ibu rumah tangga juga. Perempuan katanya cuma harus bisa 3M (Macak, Masak, Manak),
gak sekolah tinggi juga gak apa – apa.
Ini mungkin karena budaya yang ada di
masyarakat kita.
Para orang tua menyekolahkan anak setinggi –
tingginya dengan tujuan supaya nanti bisa mendapat pekerjaan yang mapan. Coba
deh dipikir lagi. Apa sekolah emang cuma buat nyari kerja? Bukannya yang bener
itu sekolah buat nyari ilmu ya? Tapi di masyarakat kita, urusan perut memang
diatas segalanya. Sekolah mahal – mahal, dapet ilmu tapi gak dapet kerjaan,
pasti dicaci maki.
Kemudian, beberapa hari yang lalu saya
menemukan artikel menarik, yang membahas tentang perempuan, pernikahan, dan
pendidikan.
Ada kalimat
yang mengatakan bahwa konon katanya laki - laki itu minder dengan perempuan
bergelar banyak.
Laki – laki
adalah makhluk yang egonya paling tinggi dan mengedepankan harga diri. Saya
tidak menyalahkan laki – laki ya… tapi semua ini kembali pada budaya yang ada
di masyarakat kita.
Ada mindset (yang entah darimana asalnya), laki
– laki harus selalu satu level lebih tinggi daripada perempuan, dalam semua
bidang. Mulai dari pendidikan, status sosial, status ekonomi, pokoknya semuanya.
Pasangan yang dianggap ideal dan seimbang adalah ketika yang laki – laki pendidikannya lebih tinggi daripada perempuan, ketika pekerjaan yang laki – laki lebih mapan daripada yang perempuan, ketika status sosial keluarga yang laki – laki lebih tinggi daripada status sosial keluarga yang perempuan.
Pasangan yang dianggap ideal dan seimbang adalah ketika yang laki – laki pendidikannya lebih tinggi daripada perempuan, ketika pekerjaan yang laki – laki lebih mapan daripada yang perempuan, ketika status sosial keluarga yang laki – laki lebih tinggi daripada status sosial keluarga yang perempuan.
Dan seandainya
kedudukannya terbalik, misalnya pendidikan perempuan yang lebih tinggi, hal ini
akan menjadi ancaman tersendiri bagi laki – laki. Akibatnya muncul pernyataan
di artikel tadi, bahwa laki – laki itu minder dengan perempuan bergelar banyak.
Pola pikir
seperti ini berdampak buruk pada kedua belah pihak, baik laki – laki atau
perempuan.
Kasihan laki
– laki karena beban hidupnya jadi lebih berat. Karena setelah berkeluarga
nanti, semua tanggung jawab (terutama financial) ada dipundaknya. Semua
kebutuhan istri dan anak sebisa mungkin harus dipenuhi. Mau ngumpulin berapa
ratus juta buat beli rumah, kendaraan, biaya sekolah anak - anak, kebutuhan
rumah tangga dan perintilan lainnya?
Kasihan
juga sama perempuan karena segala sesuatunya dibatasi. Mulai dari pendidikan
hingga pekerjaan. Jangan sampai lebih tinggi karena akan dianggap melukai harga
diri laki – laki.
Kembali
lagi ke masalah pendidikan.
Ya, saya
miris kalau perempuan gak boleh sekolah cuma supaya laki – laki yang mau
melamar gak mundur bubar jalan.
Saya jadi
mikir, ini pada gak mau punya anak yang pinter apa ya? FYI, kecerdasan anak itu
diturunkan dari ibunya lho.. Ibu adalah sekolah pertama bagi anak – anaknya. Jadi,
boys, kalo mau cari istri itu cari yang pinter supaya bisa ngasih edukasi yang
baik buat anak – anak nantinya.
Dan kalo
gak mau minder (karena terperangkap dalam budaya), ya berarti para kaum adam
emang harus berusaha keras lagi memperbaiki diri. Sekolah setinggi mungkin,
punya pekerjaan semapan mungkin, dan jadi laki – laki sehebat mungkin.
Hari ini
udah banyak perempuan yang larinya “cepat”. Laki – laki harus bisa
berlari “jauh lebih cepat”. Karena jadinya gak adil kalau para perempuan yang dipaksa
“mengurangi kecepatan” dengan jalan memutus pendidikan.
PS: Tulisan
ini tidak bermaksud menyinggung siapapun. Kurang lebihnya mohon maaf :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Leave your comment here :D