Kalau
ditanya tentang hal apa yang kutakutkan di dunia ini, salah satu jawabannya adalah
ketinggian. Walaupun belum termasuk ke dalam kategori phobia, tapi lutut ini cukup
gemetar tiap kali berada di ketinggian dan kemudian menengok ke bawah.
Tahun 2012
yang lalu, aku rafting bersama
teman-teman di Probolinggo. Aku agak shock
waktu guide mengatakan bahwa di
tengah pengarungan akan ada jumping. Well, aku memastikan kalau pendengaran
ini masih berfungsi dengan baik. Mas-nya
bilang akan ada jumping dari
ketinggian kurang lebih 5 meter. Dan kalau kamus bahasa inggris sampai saat ini
belum berubah, maka jumping itu
artinya lompat.
Lompat dari
ketinggian 5 meter???! *pingsan*
Selama
perjalanan menuju lokasi jumping, aku
panas dingin. Jangankan jumping,
perahu karet dibalikin aja udah cukup membuatku megap-megap di dalam air. Tapi
harus kuakui bahwa adanya jumping ini
membuat adrenalin terpacu. Jauh dari lubuk hati yang paling dalam, aku sangat
ingin mencobanya.
Akhirnya
sampai di lokasi jumping.
Satu-persatu peserta rafting sudah mulai naik ke atas bukit kecil, tempat untuk
lompat. Beberapa diantaranya sudah ada yang terjun bebas diiringi dengan
teriakan-teriakan histeris tapi seru. Karena melihat semua teman loncat, aku pun
gak mau kalah. Dengan segenap keberanian yang kupunya, aku ikut naik ke bukit. Aku
mau jumping!
Aku masuk
antrian di barisan teman-teman yang akan melakukan jumping. Aku yang awalnya masih cengar-cengir sama temen-temen, berubah
jadi pucat waktu giliran untuk lompat sudah sampai padaku. Perlahan-lahan, aku
menengok ke bawah… dan shit, TINGGI
BANGEEET!! GAK BERANI WOYY!!
Aku mundur lagi
ke belakang. Gak jadi lompat. Ah, aku merasa chiki (ejekan yang digunakan teman-temanku untuk menyebut seseorang
yang penakut/pecundang). Dengan alibi, “Nanti deh, aku belakangan aja,” kepada
teman-teman, sepertinya aku masih butuh waktu untuk mengumpulkan lebih banyak
keberanian.
Waktu itu yang
aku rasakan adalah pengen lompat tapi takut. Tapi penasaran pengen tau rasanya
lompat, tapi takut. Tapi ini kesempatan yang jarang, tapi aku takut. Tapi teman-teman
semuanya lompat, tapi aku benar-benar takut! Yak, muter-muter disitu aja terus.
Berhasil mengalahkan ketakutan diri sendiri merupakan sebuah kebanggaan.
Setelah
diyakinkan beberapa teman dengan kalimat-kalimat seperti, “Gak apa-apa Rau,
seru kok, aku aja sampe ngulang-ngulang nih lompatnya,” atau “Ayo Rau lompat,
kapan lagi bisa nyoba? Sekali-sekali gini,” akhirnya aku membulatkan tekad
kalau aku harus lompat.
Aku kembali
bergabung ke dalam antrian. Tibalah giliranku untuk lompat.
Aku kembali
menengok ke bawah.
Glek.
Aku menelan
ludah.
Mas guide di sampingku memberikan intruksi, “Kalau
takut, jangan lihat ke bawah mbak. Liat saja pemandangan sekitar, terus langkahkan
kaki, dan BYUUUUUURR!!”, si mas benar-benar lompat rupanya. Semudah melangkahkan kaki dan pasrah, begitu kata batinku.
Detik-detik
melangkahkan kaki, aku teringat salah satu adegan pada film Dark Shadow. Di mana tokoh perempuannya bunuh diri lompat dari tebing yang dibawahnya adalah laut lepas. Aku jadi berkesimpulan
bahwa orang-orang yang bunuh diri dengan cara lompat dari ketinggian adalah
orang-orang yang sangat berani! *salut* *stand
applause*
Terlalu lama
memikirkan sesuatu hanya akan membuat kita tidak melakukan apa-apa. Berbekal
dengan keyakinan seperti itu, dengan mantap aku melangkahkan kaki. BYUUUURRRR!!
Aku sering
mimpi jatuh dari atas gedung, dan waktu melakukan jumping rasanya mimpiku jadi
kenyataan. Beberapa detik di udara aku sempat berdoa, “God, save me please...”
Dari
pengalaman jumping aku belajar banyak
hal. Salah satunya adalah, untuk hidup kita butuh keberanian. Di dunia ini ada
banyak hal yang membuat kita takut, cemas, khawatir, dan sejuta perasaan tidak
menyenangkan lainnya. Hidup dengan perasaan-perasaan seperti itu tentu saja tidak
bisa membuat kita menikmati hidup itu sendiri.
Tapi kembali
lagi, aku harus mengakui bahwa kadar takut dalam diriku memang berlebih. Pergolakan
batin yang saat ini sedang kualami kurang lebih sama seperti pengalaman jumping 2 tahun yang lalu.
Aku ingin
lompat, tapi takut. Aku ingin melakukan hal itu, tapi aku takut. Aku
benar-benar ingin mencoba, tapi aku takut. Aku akan berusaha sebaik mungkin yang
kubisa, tapi aku takut.
A question, “What should I do?”,
keep spin around. Anyone, shoot the gun to my head, please?
You’re not afraid of people around you, you’re just afraid of rejection. You’re not afraid to love, you’re just afraid of not being loved back. You’re not afraid to try again, you just afraid of getting hurt for the same reason, –read somewhere
Quote yang ada ditulisanmu selalu jleb dha.. dapet darimana ? :p
BalasHapusaku juga lupa dan itu copas dari mana. hahahah :D
BalasHapus