Awalnya aku pikir dia hanya seseorang yang kebetulan datang di saat
yang tepat. Namun belakangan ini aku berpikir ulang. Seandainya bukan dia, apa
aku bisa? Seandainya bukan dia, apa akan aku terima? Seandainya bukan dia, apa
aku mau mencoba?
Aku sudah tau persis jawabannya.
Hari ini dia membawaku bermain di arus yang deras. Memberiku kesempatan
untuk melakukan apapun yang kuinginkan. Membiarkanku menentukan pilihan dan membuat
keputusan. Seperti seorang kakak yang mengajari adiknya untuk bisa berdiri di
kaki sendiri. Diawasi tanpa harus dipegangi. Membiarkanku terbang menjelajah
awan, namun selalu mengingatkanku untuk kembali ke bumi tempatku berasal.
Sayangnya aku masih saja membandel. Dengan kebebasan yang dia tawarkan
dan juga sejak dulu aku inginkan, aku masih memilih diam. Aku masih suka bersembunyi
di balik tembok yang kubangun sendiri. Sesekali aku mengintip dari celah
dinding, untuk memastikan dia masih berdiri di sana, sambil bertanya-tanya apa
dia bisa menunggu, apa dia punya kesabaran itu untuk menghadapiku.
Seandainya mesin waktu benar-benar ada, ingin kuputar lagi jarumnya
pada tanggal 10 januari. Seandainya malam itu aku tidak menyapanya. Seandainya
malam itu dia tidak mengungkapkan ide gila apa-apa. Seandainya malam itu tidak
ada kesepakatan antara aku dan dia. Aku bersyukur bahwa yang terjadi adalah
sebaliknya. Mungkin benar apa yang dia katakan, takdirku dan dia yang
menyebabkan kami berada di sini.
Apa yang saat ini kujalani, mungkin bisa dikatakan cukup berbahaya. Mungkin karena
aku yang suka berpikiran terlalu jauh. Hingga aku tidak bisa menikmati hari ini
yang kupunya dengannya. Aku masih mencari-cari cara agar ketakutan-ketakutan
ini segera lenyap. Sungguh, aku benar-benar tidak ingin peduli pada apapun yang
mungkin akan terjadi nanti.
Bagaimana kalau aku terbiasa dengan kehadirannya?
Bagaimana kalau aku mulai mencari-cari kalau dia tidak ada?
Bagaimana kalau aku benar-benar jatuh cinta?
Bagaimana kalau aku tidak bisa mengatasi rasa bosan?
Bagaimana kalau aku tidak bisa menjaga kapal agar tetap seimbang?
Biarkan waktu yang membuktikan, biarkan ia memberi jawaban, biarkan ia
menuntun pada tempat di mana seharusnya aku dan dia berada. Apapun akhirnya,
kuharap tidak ada yang perlu kusesali, begitu juga dengannya.
Ah iya, aku hampir lupa. Aku memintanya menjadi halte hari ini. Bukan halte yang menungguku, melainkan halte yang akan menjadi tempat pemberhentianku.
*Seandainya bukan dia, aku tidak bisa, aku tidak akan terima, aku tidak akan mecoba. Dia tidak hanya datang di waktu yang tepat, tapi juga merupakan orang yang tepat. Yang aku butuhkan, yang aku inginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Leave your comment here :D