16 Apr 2013

Review: KALA KALI

gambar diambil disini. terima kasih
"Gegas dan waktu tak pernah bisa berbagi ruang, apalagi berbagi cerita. Maka, saling mencarilah mereka, berusaha menggenapi satu sama lain. Hingga satu titik, kala menjadi mula dan kali mengakhiri cerita"

KALA KALI adalah sebuah novel yang ditulis secara duet dan memuat dua cerita. Cerita yang pertama ditulis oleh Valiant Budi, berjudul "Ramalan dari Desa Emas". Dan cerita yang kedua berjudul "Bukan Cerita Cinta" yang ditulis oleh Windy Ariestanty.

Yang membuat saya penasaran dengan novel ini adalah ketika membaca beberapa komentar tentang Kala Kali yang pernah diretweet oleh salah satu penulisnya, yaitu mbak windy.

Sejujurnya, saya belum pernah membaca tulisan mbak Windy ataupun mas Valiant (sok akrab bener dah manggil mas – mbak ). Yang saya tau hanyalah, mbak Windy merupakan editor dari Raditya Dika di salah satu buku yang ia tulis (Marmut Merah Jambu atau Manusia Salmon atau mungkin dua-duanya, saya lupa).

Jadi, ini pertama kalinya saya membaca tulisan mbak Windy dan mas Valiant.

***

Sedikit sinopsis..

Ramalan dari Desa Emas bercerita tentang petualangan seorang remaja bernama Keni Arnaldi ke desa Sarwana di daerah Banten. Keni berangkat ke desa Sarwana dalam misi untuk merayakan hari ulang tahunnya yang ke 18. Tinggal bersama nenek sejak kedua orang tuanya bercerai bukan suatu mimpi buruk bagi Keni. Setelah tragedi kebakaran rumah yang disebabkan oleh pertengkaran hebat kedua orang tuanya, Keni malah merasa hidupnya jauh lebih baik.

Petualangan Keni di desa Sarwana dibumbui dengan beberapa kejadian mengerikan. Mulai dari kesasar sendirian di dalam goa yang konon katanya menyimpan harta karun, hingga akhirnya Keni jatuh pingsan, dan kemudian ditolong oleh seorang anak kecil berkepala gundul yang selalu menatapnya dengan tajam. Tidak cukup sampai disitu, si anak berkepala gundul tersebut meramalkan bahwa Keni akan mati diusia 18. Artinya, hidup Keni tinggal beberapa hari lagi.

Ramalan itu mengacaukan semua rencana perayaan ulang tahun Keni. Parahnya lagi, ramalan tersebut juga diduga menjadi penyebab 2 orang teman Keni meninggal dunia secara mendadak. Ramalan itu benar-benar menghantui hidup Keni. Ia tidak mau mati muda!

...

Setelah dibuat panas serta permainan imajinasi di cerita pertama, “Bukan Cerita Cinta” sebagai cerita kedua hadir dengan cerita yang dikemas lebih calm, diperankan oleh 2 tokoh utama bernama Bumi dan Akshara.

Bumi, seorang pria yang bekerja sebagai editor dan Akshara yang merupakan seorang penulis wanita terkenal. Selain berhubungan dalam pekerjaan, penulis - editor, Bumi dan Akshara juga berhasil menjalin hubungan persahabatan.

Akshara memiliki seorang kekasih bernama Bima, seorang pengacara. Gadis ini berjuang sedemikian rupa untuk membuktikan bahwa ia benar-benar jatuh cinta pada Bima. Kenapa? Karena berkali-kali Bumi mengatakan bahwa Akshara tidak mencintai Bima.

Disisi lain, Bumi juga tertarik pada seorang gadis bernama Koma. Gadis pecinta fotografi berlesung pipit ini akhirnya mampu membuat Bumi melupakan “perempuan kenangan” yang dulu pernah ia puja.

***

Cerita pertama, “Ramalan dari Desa Emas”, membuat saya tidak bisa berhenti membalik halaman demi halaman untuk mendapatkan kepastian apa Keni benar-benar mati di usia 18. Saya pribadi memasukkan cerita ini kedalam kategori cerita horor. Ramalan tersebut seolah – olah menjelma menjadi kutukan dalam hidup Keni.

Dari gaya penulisan, menurut saya tulisan mas Valiant ini renyah. Bahasanya ringan, bisa cepat dicerna, dan banyak unsur komedi yang diselipkan. Selain itu, penulis juga tidak lupa memasukkan filosofi – filosofi kehidupan (tsaaaahh) ke dalam cerita. Seperti tentang kematian, bagaimana jika sebuah keluarga meninggal secara bersama-sama, apakah mereka bahagia disana? Karena mereka tidak perlu menangisi satu sama lain. Ini benar-benar sesuatu yang belum pernah terlintas di benak saya.

Yang paling saya suka dari cerita ini adalah tentang Keni yang notabene berasal dari keluarga broken home, tidak digambarkan sebagai korban yang penderitaannya tiada akhir, akibat perceraian kedua orang tuanya. Menurut saya, ide ini anti-mainstream. Karena biasanya yang sering saya temukan adalah anak broken home akan merasa seperti hidup di neraka setelah kedua orang tuanya berpisah.

Dan ending ceritanya juga benar-benar diluar dugaan. Satu persatu kenyataan terbongkar. Tentang arti dibalik nama Keni Arnaldi, alasan perceraian kedua orang tua Keni, dan alasan mengapa Ibu Keni membenci nenek Keni.

Ide ceritanya benar-benar fresh dan imajinatif!

***

Kemudian dalam cerita yang kedua yang berjudul “Bukan Cerita Cinta”, saya sangat menyukai nama-nama tokohnya. Bumi, Akshara, dan Koma. Ketiga nama tersebut sangat unik. Dan nama tokoh yang unik itu nantinya memang akan lebih mudah diingat oleh pembaca.

Walaupun sudah bisa ditebak bahwa Bumi pasti menyukai Akshara, dilihat bagaimana pria tersebut mencurahkan seluruh perhatiannya pada Akshara, tapi kehadiran sosok Koma sebagai kekasih yang manis dan bukan tipe wanita dengan ribuan tuntutan itu membuat saya sempat ragu. Jangan-jangan Bumi tetap bersama Koma pada akhirnya, begitu pikir saya.

Saya suka cara mbak Windy menggambarkan sosok Bumi. Cenderung dingin dan lebih banyak berperan sebagai pendengar, tapi ternyata diam-diam memberikan perhatian ekstra kepada Akshara. Bumi mengenal Akshara dengan sangat detail. Tidak satupun hal yang terjadi dalam hidup Akshara yang lepas dari pengamatan Bumi.

Berhubung penulisnya adalah editor, dalam cerita ini juga disisipkan beberapa ilmu editor. Tentang pekerjaan editor yang tidak hanya duduk manis dengan tumpukan naskah dihadapannya. Tentang penggunaan kata baku dan tidak baku yang tidak hanya ditentukan oleh kamus, namun nilai rasa si pengguna sedikit banyak juga mempengaruhi. Kita bisa melihat sisi lain kehidupan seorang penulis ataupun editor yang tidak banyak orang tau.

Cerita ini gak cuma menghibur dari segi cerita romansanya, tapi juga menambah wawasan, banyak informasi berkaitan dengan bidang tulis menulis yang terangkum di dalamnya.

***

Satu hal yang saya sadari, dalam Kala Kali kedua penulisnya menggambarkan tokoh dari sudut pandang yang bertolak belakang dengan diri mereka sendiri.

Mas Valiant menceritakan tokoh Keni, yang tentunya harus diceritakan dari sudut pandang seorang perempuan. Sedangkan Mbak Windy mendeskripsikan sosok Bumi dari sudut pandang laki – laki.

Laki – laki dan perempuan itu bertolak belakang dalam segala hal. Cara laki – laki dan perempuan melihat suatu fenomena yang sama, tidak mungkin bisa melahirkan arti atau pemaknaan yang juga sama.

Contohnya begini, seandainya saya menulis dan kemudian menggambarkan tokoh pria, saya harus benar-benar bercerita dari kacamata seorang pria. Saya harus menjadi 'pria' untuk sementara. Dan memisahkan diri kita dengan tokoh ciptaan kita bukanlah suatu hal yang mudah, apalagi jika keduanya benar-benar berbeda.

Dalam Kala Kali, saya merasa bahwa tokoh Keni jadinya tergolong gadis maskulin. Ini karena penulisnya adalah mas Valiant, unsur kelaki-lakian melekat pada tokoh Keni. Terlihat dari keberanian Keny berpetualang seorang diri hingga adengan memukul-mukul jendela kamar mandi hingga pecah ketika terjadi kebakaran.

Penggambaran tokoh Bumi yang sangat detail juga menandakan bahwa penulisnya adalah perempuan. Yap, menurut saya, cuma perempuan yang bisa detail sampai hal – hal terkecil.

***

Akhir kata, Kala Kali berhasil masuk ke dalam jejeran novel favorit saya. Dua kata yang menggambarkannya: imajinatif dan cerdas. Sekian review novel kali ini. Selamat membaca! :D

2 komentar:

  1. dari dulu pengen beli buku ini, tapi masih mikir bagus ga ya, kadang kan ada blurp yang beda jauh sama isi bukunya, hehe. makasih reviewnya ya, mba :D

    BalasHapus
  2. makasi juga sudah mampir kesini :D

    BalasHapus

Leave your comment here :D