5 Nov 2013

Kunjungan ke JKJT



“Silahkan melihat ke atas supaya kita termotivasi, tapi jangan lupa melihat ke bawah supaya kita selalu bersyukur”

Beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur atau yang lebih terkenal dengan singkatan JKJT. JKJT Malang merupakan sebuah lembaga yang mendedikasikan diri mereka sebagai pendamping anak jalanan. Di sini mereka membina anak jalanan untuk berusaha, berkarya, melakukan apapun yang bisa membuat mereka (para anak jalanan) tidak lagi dipandang sebelah mata.

Ketika berkunjung ke JKJT, saya bertemu dengan mahasiswi volunteer bernama Iin dan salah satu kakak pembina di JKJT, yakni mas Teguh. Keduanya bercerita banyak pada saya. Cerita tentang JKJT, tentang seorang Ayah Teja (ketua JKJT), tentang bagaimana ketidakadilan yang sering didapatkan oleh anak jalanan, tentang semangat mereka untuk mempunyai kehidupan yang lebih baik, tentang kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada mereka, dan masih banyak lagi.

Cerita yang mengingatkan saya bahwa di belahan dunia lain, selalu ada orang yang tidak seberuntung kita.

Mas Teguh adalah seorang mantan anak jalanan. 19 tahun ia hidup di jalan sebelum akhirnya menjadi Anjal (Anak Jalanan) binaan JKJT, hingga akhirnya kini ia menjadi kakak pembina di sana.

Mas Teguh (Foto oleh Septa Twi Riski)
Kemudian saya bertanya, persoalan apa saja yang biasanya dihadapi anak jalanan?

Mas Teguh mengatakan bahwa dikejar kemudian dipukuli oleh satpol PP adalah suatu hal yang tidak asing lagi bagi anak jalanan. Ada juga yang pernah dipukul menggunakan kawat berduri. Bahkan pernah ada dari mereka yang dibuang ke Madura.
“Kenapa manusia diperlakukan secara tidak manusiawi hanya karena status sosial yang dimiliki?”
Selain itu, ketergantungan pada obat-obatan juga permasalahan yang melekat pada anak jalanan. Tentu saja ini tidak mengherankan, karena mereka hidup di lingkungan tanpa batas. Sejak kecil mereka menyaksikan banyak hal yang mungkin belum pantas untuk dilihat dan diketahui oleh anak-anak seusia mereka.
 
***

JKJT mengusung tagline “Aku Juga Anak Bangsa” untuk  menyebut anak binaan mereka. Saya suka kalimat tersebut, karena memang benar bahwa bagaimana pun juga anak jalanan tetaplah anak bangsa.

Tapi kenyataannya mereka dibuang. Bukan dibina apalagi dipelihara seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar. Ironis rasanya ketika mereka lahir, besar, dan hidup di negara ini tapi keberadaan mereka tidak diakui.

Saya juga mendengar cerita tentang ketua JKJT (biasa dipanggil ayah Teja) dari mbak Iin, mas Teguh, dan beberapa orang di JKJT yang sempat saya temui. Sosok yang katanya tegas menentang kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat kecil. Seorang ayah yang memotivasi dan mendukung apapun yang anak-anaknya inginkan, agar anak-anaknya bisa lepas dari kesulitan ekonomi yang menghimpit.

Anak-anak jalanan binaan JKJT memiliki banyak kegiatan. Mereka melakukan apapun yang mereka suka, sesuai bakat dan minat mereka. Memasak, melukis, menjahit, fotografi, bermain musik, semuanya ditekuni. Beberapa dari mereka ada yang membuat cokelat, ada yang menerima pembuatan tenda,  menyediakan jasa wedding photography, dan masih banyak lagi.

Menurut saya, mereka itu multitalenta. Hanya saja sampai saat ini masih banyak pihak yang mendiskriminasi mereka (contohnya yang berkaitan dengan dunia pendidikan, ada sekolah-sekolah yang tidak mau menerima mereka). Masih sangat sedikit yang mau mengasuh, membimbing, dan mendampingi mereka. Masih sangat sedikit sosok seperti ‘Ayah Teja’. Sosok yang membiarkan sebagian rumahnya dihuni oleh anak jalanan.

Menurut informasi yang saya dapat, Ayah Teja tidak pernah tanggung-tanggung untuk membantu anaknya yang ingin maju. Contohnya untuk usaha pembuatan tenda, bahan yang digunakan impor dari Jerman. Selain itu untuk anak-anak yang berprestasi, ada reward yang disediakan. Mereka sering diajak jalan-jalan ketika musim kenaikan kelas, jika nilai mereka berada di atas rata-rata kelas. Tapi sebaliknya, yang melanggar aturan pun akan mendapatkan hukuman.

Dari obrolan panjang di sabtu siang itu saya menjadi tau bahwa saat ini mantan Anjal (Anak Jalanan) binaan JKJT banyak yang sudah sukses. Ada yang sudah menjadi konsultan jembatan Suramadu. Ada juga yang sudah menjadi juragan bus. Ini adalah bukti bahwa nasib bukan sesuatu yang saklek alias mutlak. Ia bisa diubah asal kita mau berusaha.

Saya berdecak kagum mendengar semua cerita itu. Kagum dengan semangat yang mereka punya. Tekad untuk berubah, berusaha, dan tidak mudah putus asa. Kagum dengan sosok Ayah Teja yang mendedikasikan hidupnya untuk membela anak-anak jalanan dari ketidakadilan.

Lagi-lagi saya teringat pada sebuah kalimat, “Setiap orang selalu punya sisi baik, sejahat apapun mereka”. Itu juga berlaku untuk anak jalanan. Stereotype negatif tentang anak jalanan sudah seharusnya dihapuskan. Mereka juga manusia, sama seperti kita.

Cukup sekian cerita yang bisa saya bagi dari hasil silaturahmi ke JKJT. Semoga bisa mengingatkan kita semua untuk bersyukur terhadap apa yang saat ini kita miliki. Rasanya terlalu serakah jika kita selalu merasa ‘kurang’. Seperti apa yang saya katakan diawal, masih banyak yang hidupnya tidak seberuntung kita…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave your comment here :D