“Silahkan melihat ke atas supaya kita termotivasi, tapi jangan lupa melihat ke bawah supaya kita selalu bersyukur”
Beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke
Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur atau yang lebih terkenal dengan singkatan JKJT.
JKJT Malang merupakan sebuah lembaga yang mendedikasikan diri mereka sebagai
pendamping anak jalanan. Di sini mereka membina anak jalanan untuk berusaha,
berkarya, melakukan apapun yang bisa membuat mereka (para anak jalanan) tidak
lagi dipandang sebelah mata.
Ketika berkunjung ke JKJT, saya bertemu dengan
mahasiswi volunteer bernama Iin dan
salah satu kakak pembina di JKJT, yakni mas Teguh. Keduanya bercerita banyak
pada saya. Cerita tentang JKJT, tentang seorang Ayah Teja (ketua JKJT), tentang
bagaimana ketidakadilan yang sering didapatkan oleh anak jalanan, tentang semangat
mereka untuk mempunyai kehidupan yang lebih baik, tentang kebijakan-kebijakan
pemerintah yang tidak berpihak pada mereka, dan masih banyak lagi.
Cerita yang mengingatkan saya bahwa di belahan
dunia lain, selalu ada orang yang tidak seberuntung kita.
Mas Teguh adalah seorang mantan anak jalanan.
19 tahun ia hidup di jalan sebelum akhirnya menjadi Anjal (Anak Jalanan) binaan
JKJT, hingga akhirnya kini ia menjadi kakak pembina di sana.
Mas Teguh (Foto oleh Septa Twi Riski) |
Kemudian saya bertanya, persoalan apa saja yang
biasanya dihadapi anak jalanan?
Mas Teguh mengatakan bahwa dikejar kemudian
dipukuli oleh satpol PP adalah suatu hal yang tidak asing lagi bagi anak
jalanan. Ada juga yang pernah dipukul menggunakan kawat berduri. Bahkan pernah
ada dari mereka yang dibuang ke Madura.
“Kenapa manusia diperlakukan secara tidak manusiawi hanya karena status sosial yang dimiliki?”
Selain itu, ketergantungan pada obat-obatan
juga permasalahan yang melekat pada anak jalanan. Tentu saja ini tidak
mengherankan, karena mereka hidup di lingkungan tanpa batas. Sejak kecil mereka
menyaksikan banyak hal yang mungkin belum pantas untuk dilihat dan diketahui
oleh anak-anak seusia mereka.
***
JKJT mengusung tagline “Aku Juga Anak Bangsa”
untuk menyebut anak binaan mereka. Saya
suka kalimat tersebut, karena memang benar bahwa bagaimana pun juga anak
jalanan tetaplah anak bangsa.
Tapi kenyataannya mereka dibuang. Bukan dibina
apalagi dipelihara seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar. Ironis
rasanya ketika mereka lahir, besar, dan hidup di negara ini tapi keberadaan
mereka tidak diakui.
Saya juga mendengar cerita tentang ketua JKJT (biasa
dipanggil ayah Teja) dari mbak Iin, mas Teguh, dan beberapa orang di JKJT yang
sempat saya temui. Sosok yang katanya tegas menentang kebijakan-kebijakan yang
tidak berpihak pada rakyat kecil. Seorang ayah yang memotivasi dan mendukung
apapun yang anak-anaknya inginkan, agar anak-anaknya bisa lepas dari kesulitan
ekonomi yang menghimpit.
Anak-anak jalanan binaan JKJT memiliki banyak
kegiatan. Mereka melakukan apapun yang mereka suka, sesuai bakat dan minat
mereka. Memasak, melukis, menjahit, fotografi, bermain musik, semuanya
ditekuni. Beberapa dari mereka ada yang membuat cokelat, ada yang menerima
pembuatan tenda, menyediakan jasa wedding photography, dan masih banyak
lagi.
Menurut saya, mereka itu multitalenta. Hanya
saja sampai saat ini masih banyak pihak yang mendiskriminasi mereka (contohnya
yang berkaitan dengan dunia pendidikan, ada sekolah-sekolah yang tidak mau
menerima mereka). Masih sangat sedikit yang mau mengasuh, membimbing, dan
mendampingi mereka. Masih sangat sedikit sosok seperti ‘Ayah Teja’. Sosok yang
membiarkan sebagian rumahnya dihuni oleh anak jalanan.
Menurut informasi yang saya dapat, Ayah Teja
tidak pernah tanggung-tanggung untuk membantu anaknya yang ingin maju.
Contohnya untuk usaha pembuatan tenda, bahan yang digunakan impor dari Jerman. Selain
itu untuk anak-anak yang berprestasi, ada reward
yang disediakan. Mereka sering diajak jalan-jalan ketika musim kenaikan kelas,
jika nilai mereka berada di atas rata-rata kelas. Tapi sebaliknya, yang
melanggar aturan pun akan mendapatkan hukuman.
Dari obrolan panjang di sabtu siang itu saya
menjadi tau bahwa saat ini mantan Anjal (Anak Jalanan) binaan JKJT banyak yang
sudah sukses. Ada yang sudah menjadi konsultan jembatan Suramadu. Ada juga yang
sudah menjadi juragan bus. Ini adalah bukti bahwa nasib bukan sesuatu yang
saklek alias mutlak. Ia bisa diubah asal kita mau berusaha.
Saya berdecak kagum mendengar semua cerita itu.
Kagum dengan semangat yang mereka punya. Tekad untuk berubah, berusaha, dan
tidak mudah putus asa. Kagum dengan sosok Ayah Teja yang mendedikasikan
hidupnya untuk membela anak-anak jalanan dari ketidakadilan.
Lagi-lagi saya teringat pada sebuah kalimat, “Setiap
orang selalu punya sisi baik, sejahat apapun mereka”. Itu juga berlaku untuk
anak jalanan. Stereotype negatif tentang anak jalanan sudah seharusnya
dihapuskan. Mereka juga manusia, sama seperti kita.
Cukup sekian cerita yang bisa saya bagi dari
hasil silaturahmi ke JKJT. Semoga bisa mengingatkan kita semua untuk bersyukur
terhadap apa yang saat ini kita miliki. Rasanya terlalu serakah jika kita
selalu merasa ‘kurang’. Seperti apa yang saya katakan diawal, masih banyak yang
hidupnya tidak seberuntung kita…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Leave your comment here :D