15 Jul 2011

Lost In Love

27 Februari 2007
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam tapi aku masih berdiri di jendela kamar dengan ponsel yang sudah menempel ditelinga kanan selama hampir 2 jam.

“Would you be my girl?”


Jantungku berdetak 1000 kali lebih cepat ketika Raka mengatakan kalimat itu.

“coba ulangi lagi...”, bisikku pelan.

Raka diam sejenak, kemudian menghembuskan nafasnya, seolah mengumpulkan keberanian untuk mengucapkan kalimat itu sekali lagi.


"Aku gak tau gimana cara ngomongnya. Tapi aku bener-bener udah gak bisa lebih lama lagi bertahan untuk “diam”. Aku gak bisa lebih lama lagi untuk berpura-pura. Aku gak bisa lebih lama lagi bohong sama diriku sendiri, kalo aku udah lama... sayang sama kamu. Riani Widiyanti, Would you be my girl?”

...
Aku masih ingat bagaimana malam itu menjadi malam terindah yang pernah ada dihidupku. Bagaimana sepanjang malam itu aku tidur sambil tersenyum. Bagaimana pada keesokan harinya aku bangun dengan perasaan bahagia yang tidak bisa aku jelaskan. Bahkan aku masih ingat bagaimana sebuah SMS berhasil membuat pipiku merona di pagi hari yang cerah tersebut.

“Selamat pagi sayang J, mulai hari ini kamu ga akan berangkat sekolah sendirian lagi. Aku jemput jam setengah 7 ya J

#np : BCL – Terpanah Asmara

***
Ternyata benar apa yang sering orang katakan bahwa ketika kita bahagia, waktu rasanya berjalan begitu cepat. Tidak terasa aku dan Raka sudah berpacaran hampir 2 tahun. Tidak terasa Raka lulus, meninggalkan aku yang saat itu masih duduk dibangku kelas 3 SMA. Tidak terasa akhirnya setahun kemudian pun aku lulus SMA dan akan melanjutkan kuliah seperti Raka.

Yap, aku akan melanjutkan kuliah seperti Raka, tetapi tidak di kota yang sama dengannya. Kota tempat dimana aku akan kuliah jaraknya lumayan jauh dengan kota dimana Raka telah kuliah terlebih dahulu. Keputusanku tersebut didukung oleh Raka, walaupun aku tau bahwa sangat sulit baginya membiarkanku pergi.

LDR alias Long Distance Relationship. Finally I have to do a kind of relationship that actually I hate so much. Rasanya amat sangat menyiksa. Kesibukanku dan Raka yang berbeda, aku dan Raka yang sama-sama jarang pulang, sms dan telpon yang tidak bisa terus menerus, dan hal - hal  lain yang perlahan menimbulkan masalah diantara kami. Awalnya mungkin memang hanya masalah sepele. Tapi sedikit demi sedikit pastinya menjadi bukit. Masalah demi masalah yang tidak pernah menemukan jalan keluar, seolah menjadi bom waktu. Klimaksnya adalah ketika Raka memutuskanku.

“Kenapa?”, aku bertanya.

“Karena kita jauh”, jawab Raka.

Jauh.
Jauh.
Jauh.
J-A-U-H !

Aku ulangi kata itu terus menerus, berusaha mencari kedalaman maknanya. Kata yang hanya terdiri dari 4 huruf itu telah membuat jurang pemisah antara aku dan Raka.

Padahal dari novel-novel yang sering aku baca, katanya cinta bisa mengalahkan apa saja. Tapi sepertinya mereka berbohong karena kenyataannya cinta tidak bisa mengalahkan jarak !

Waktu selama 2 tahun yang kami lewati bersama seakan tidak berarti apa-apa dimata Raka. Cinta kami seolah bukan suatu hal yang layak untuk dipertahankan. Semua jalan sepertinya sudah tertutup. Buntu. Aku sendiri juga mulai lelah, ketika hanya aku yang memperjuangkan mati-matian, tetapi tidak begitu dengan Raka. Akhirnya aku sadar bahwa tidak ada lagi yang bisa aku lakukan. Aku menyerah.

I’ll let you go..”, Itu adalah kalimat perpisahan dariku untu Raka.

Sakit? Tentu saja. Lebih perih lagi ketika aku mendapat kabar bahwa ternyata disana Raka kembali dengan pacarnya yang dulu. Oke, fine, aku berusaha bersikap dewasa, aku berusaha menerima kenyataan, seperti yang Raka selalu ajarkan padaku. Hebatnya lagi luka yang Raka goreskan bertambah saat salah satu sahabatku mengatakan bahwa sebenarnya dia tidak pernah putus dengan pacarnya yang dulu.

Sungguh.. aku sangat tidak ingin mempercayai apa yang dikatakan sahabatku. Tapi aku juga sudah tidak punya alasan lagi untuk percaya pada Raka. Kenyataan pahit yang harus aku terima adalah bahwa selama hampir 2 tahun aku cuma jadi selingkuhan, bahwa aku sudah sangat bodoh karena terlalu percaya, bahwa selama itu aku sudah sangat membuang-buang waktu demi sesuatu yang dulu aku sebut “cinta”, sekarang menampakkan wujud aslinya yang penuh dengan kepalsuan !

Setelah sekian lama dibuat melambung begitu tinggi, kemudian dihempas ke bumi dengan begitu keras, kalian bisa membayangkan bagaimana rasanya bukan? Ironis. Raka Ananta, orang pertama yang berjanji akan selalu menyayangiku ternyata juga menjadi orang pertama yang menyakitiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave your comment here :D