3 Feb 2015

Tetaplah Bersamaku

Pagi kemarin aku bangun dengan mata sembab. Air mata sisa menangis malamnya (sampai subuh lebih tepatnya) masih terasa di ujung mata. Bersamaan dengan itu, sebuah denting tanda ada pesan masuk di whatsapp membuatku meraba-raba bagian bawah bantal, tempat di mana biasanya ponselku berada.

"Sudah bangun?"

Ternyata pesan itu darimu. Kamu yang menjadi penyebab mataku sembab. Pertengkaran kita pada malam harinya yang berhasil memecah tangisku dengan hebat.

Rasanya sudah tak terhingga jumlah pertengkaran yang pernah terjadi di antara kita. Mulai dari hal-hal sepele sampai dengan hal-hal serius (atau hal-hal sepele yang kemudian berubah menjadi hal-hal serius?). Namun setiap pertengkaran itu belum pernah membuat kita benar-benar berpisah. Meskipun gertakan-gertakan bernada "kita putus saja" itu selalu ada.

Aku tau bahwa kamu mempertahankanku. Aku pun begitu. Sekesal atau semarah apapun aku, sulit sekali membuat keputusan untuk meninggalkanmu. Aku hanya takut menyesal karena menyia-nyiakan kesempatan. Aku hanya takut melewatkan sesuatu yang tidak akan pernah datang dua kali. Aku hanya takut kehilangan kamu yang sampai saat ini masih menjadi yang terbaik yang pernah kumiliki.

Jujur, kadang aku takut dengan perasaanku sendiri. Perasaanku yang semakin hari semakin dalam padamu. Apa kamu merasakan ketakutan yang serupa? Seandainya saja aku bisa mengatur berapa kadar rasa yang harus kuberikan padamu dan berapa yang harus kusimpan untuk nanti ketika ternyata jalan kita berbeda. Tapi apa daya, aku sungguh tidak bisa memisah-misah perasaan yang kupunya.

Satu tahun adalah waktu yang sudah kita lalui. Aku masih setengah takjub tiap mengingat fakta bahwa kita masih bersama dalam jangka waktu lebih dari tiga ratus enam puluh lima hari. Tentu saja itu bukan waktu yang singkat, apalagi dengan situasi dan kondisi yang kita jalani. Jadi, bolehkah aku berbangga dengan hal ini? Bangga dengan kita yang tidak menyerah. Bangga dengan kemampuan kita untuk saling mempertahankan.

Oh iya, ngomong-ngomong, apa kamu masih ingat tentang apa yang dulu sempat kutanyakan, "Sampai kapan permainan ini akan kita mainkan?". Lalu, kamu menjawab, "Sampai kita tidak bisa lagi mengatasi rasa bosan". Kamu tau bahwa sampai saat ini aku belum bosan dan kuharap kamu pun begitu.

Tetaplah bermain bersamaku, jangan lelah untuk berada di sisiku, sampai Tuhan yang memutuskan bahwa kita tidak mungkin bersatu.

Salam.
Dari wanitamu yang pencemburu.

#30HariMenulisSuratCinta
#Hari5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave your comment here :D