Tibalah saat ini bertemu dengannya
1
September! Tanggal yang sudah kunanti sejak beberapa hari yang lalu. Lebih
tepatnya lagi sejak sebuah sms atas namanya mendarat di ponselku.
“Hari
minggu bantuin bu Retno panen apel, mau?”
Seperti
biasa dia punya ciri khas. Singkat padat jelas. Sebuah pesan singkat yang
membuatku senyum-senyum sendiri sepanjang hari. Sebuah pesan singkat yang
langsung membuatku membongkar lemari. Memilah-milih baju mana yang akan
kukenakan di hari H nanti.
Ya
begitulah wanita. Kencannya masih lama, tapi persiapannya sudah sejak beberapa
hari sebelumnya. Harapannya sederhana. Cuma supaya bisa tampil sempurna di
hadapan pria yang dia suka.
1 September
yang ditunggu akhirnya tiba. Aku sudah bangun sejak pagi tadi. Padahal biasanya
hari minggu itu kugunakan untuk berada di alam mimpi sedikit lebih lama daripada
hari biasanya. Tapi karena hari minggu kali ini berbeda, maka aku tidak mau
berlama-lama bermimpi. Aku ingin secepatnya berada di dunia nyata dan bertemu
dengannya.
Jantungku berdegup cepat, kaki bergetar hebat
Akankah aku ulangi merusak harinya
Sudah 2 jam
aku duduk di depan meja rias tanpa melakukan apa-apa. Ya Tuhan, ini bukan
kencan pertama. Tapi kenapa aku nervous
setengah mampus? Everything will be ok. Everything
will be ok. Kalimat yang kuucapkan berulang-ulang supaya aku bisa sedikit lebih
tenang.
Ini pasti
karena aku trauma pada kencanku yang terakhir dengannya. Wait, sepertinya aku terlalu berlebihan menganggap acara jalan-jalan
sebagai sebuah kencan. Whatever lah
ya.
Waktu itu
dia mengajakku menonton sebuah film layar lebar yang sedang booming. Dengan senang hati dan juga
tanpa pikir panjang tentu saja aku mengiyakan ajakannya itu. Karena dia mengambil
jadwal nonton yang midnight, maka dia
pun mengajakku makan malam terlebih dahulu.
Bukan
dinner romantis seperti yang ada di drama-drama korea tentunya. Dia mengajakku
makan di tempat makan biasa khas mahasiswa. Dan aku adalah orang yang memegang
prinsip ‘yang penting adalah makan dengan siapa, bukan makan di mana’.
Dia sama
sekali tidak romantis. Tapi dia bisa melakukan hal-hal ‘manis’ dengan caranya
sendiri. And I like it.
Selesai
makan, ternyata masih ada 1,5 jam tersisa sampai jam nonton tiba. Kemudian aku
mengajaknya makan es krim di sebuah gerai es pinggir jalan. Sebuah es krim
vanilla cup pun mendarat di tanganku dan dia.
Tapi entah
kenapa tiba-tiba es krimku jatuh. Sukses tumpah ke baju dan mengalir ke celana.
Aku mengumpat dalam hati. Menyesali kebodohan yang kulakukan sendiri. Dia yang
melihat kejadian itu mencarikan tisu untuk membersihkan bajuku yang kotor.
Moodku
seketika rusak. I’m not comfort anymore
setelah kejadian itu. Siapa yang nyaman memakai baju ketumpahan es krim gak
karuan? Dan badmoodku segera terdeteksi olehnya.
“Kita pulang aja ya?”, ucapnya
“Kita pulang aja ya?”, ucapnya
“Gak usah! Kita
harus tetep nonton!”
“Tapi baju
kamu? kamu yakin bisa bertahan dengan baju kotor kayak gitu selama 2 jam?”,
ucapnya lagi
“I…iya.
yakin”, aku mengangguk lemah.
“Pulang aja
ya. Kita masih bisa nonton besok,” tanpa menunggu persetujuan, dia langsung
menggamit tanganku, mengajak pulang.
“Tapi kita
udah terlanjur nunggu lama. Terus sayang tiketnya juga,” aku masih bersikeras.
“Gak
apa-apa kok. Anggap aja bukan rejeki kita”, katanya sambil tersenyum.
Aku tidak
berkata apa-apa lagi. Saat itu aku berpikir, apa aku masih punya alasan untuk
tidak menyukai pria sepertinya?
Kau tau betapa aku lemah di hadapannya
Kau tau berapa lama aku mendambanya
Tiap kali
keluar sama dia, aku selalu merasa gugup. Tingkatannya tentu saja berbeda-beda.
Padahal ini bukan kali pertama. Aku pun bertanya-tanya, perlu berapa kali ‘kencan’
supaya gugup ini bisa menghilang? Butuh waktu berapa lama supaya aku bisa
merasa terbiasa?
Karena semua
itu hanya akan membuatku melakukan hal-hal ceroboh dan tolol di hadapannya. Seperti
tragedi es krim tempo hari yang menyebabkan tiket nonton yang sudah di tangan
menjadi sia-sia. As I know, itu film
yang pengen banget dia tonton.
Aku melirik
jam di dinding kamar. Sudah 2 jam lebih dan belum melakukan apa-apa. Padahal
sebentar lagi dia pasti datang. Sekali lagi aku mematut baju di depan cermin.
Baju yang sudah kupilih sejak beberapa hari yang lalu. Sepertinya ini yang
terbaik dari yang terbaik.
Setelah itu
aku langsung berdandan cantik. Padahal sebenarnya aku bukan wanita yang berteman
baik dengan alat make up. Tapi kalau sekadar bedak, eye liner, dan lip gloss, yang
semuanya dioles tipis-tipis, it’s oke lah. Itu adalah dandanan standar kalau
mau jalan dengan seseorang yang dianggap spesial.
Kalau jalan
sama teman? Maaf, aku tidak akan mau buang-buang waktu untuk dandan.
Ku mohon Tuhan, untuk kali ini saja
Beri aku kekuatan tuk menatap matanya
Aku sudah
siap. Tapi masih duduk di depan meja rias. Dandannya udah selesai, melamunnya
yang belum. Aku masih berusaha menenangkan diri supaya tidak grogi.
Aku sedang
berjanji pada diri sendiri kalau hari ini harus berjalan lancar. Hari ini aku
tidak boleh melakukan kebodohan lagi. Hari ini harus menjadi memori yang akan
membuatku tersenyum tiap kali aku mengingatnya di kemudian hari.
Rasanya aku
ingin mengatakan padanya, “kenapa harus sesulit ini untuk ketemu kamu? butuh
berapa kali pertemuan lagi untuk meredam detak jantungku yang tidak karuan
setiap kali kita bertatapan?”
Ku mohon Tuhan, untuk kali ini saja
Ku mohon Tuhan, untuk kali ini saja
Lancarkan lah hariku, hariku bersamanya
Setiap
detik waktu bersamanya selalu berharga. Sweet
moment yang akan selalu aku ingat. Seandainya nanti berjodoh, akan
kuceritakan pada anak-anakku bagaimana sang ayah bisa membuat ibu mereka ini jatuh cinta.
Bip bip. Sebuah
pesan singkat masuk.
“Aku udah
di depan”
Aha, Pangeran
sudah datang. Selamat bersenang-senang! :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Leave your comment here :D