3 Sep 2013

Cerpen: Hari Bersamanya

gambar dipinjam di sini. terima kasih

Hari telah berganti, tak bisa ku hindari
Tibalah saat ini bertemu dengannya

1 September! Tanggal yang sudah kunanti sejak beberapa hari yang lalu. Lebih tepatnya lagi sejak sebuah sms atas namanya mendarat di ponselku.

“Hari minggu bantuin bu Retno panen apel, mau?”

Seperti biasa dia punya ciri khas. Singkat padat jelas. Sebuah pesan singkat yang membuatku senyum-senyum sendiri sepanjang hari. Sebuah pesan singkat yang langsung membuatku membongkar lemari. Memilah-milih baju mana yang akan kukenakan di hari H nanti.

Ya begitulah wanita. Kencannya masih lama, tapi persiapannya sudah sejak beberapa hari sebelumnya. Harapannya sederhana. Cuma supaya bisa tampil sempurna di hadapan pria yang dia suka.

1 September yang ditunggu akhirnya tiba. Aku sudah bangun sejak pagi tadi. Padahal biasanya hari minggu itu kugunakan untuk berada di alam mimpi sedikit lebih lama daripada hari biasanya. Tapi karena hari minggu kali ini berbeda, maka aku tidak mau berlama-lama bermimpi. Aku ingin secepatnya berada di dunia nyata dan bertemu dengannya.

Jantungku berdegup cepat, kaki bergetar hebat
Akankah aku ulangi merusak harinya

Sudah 2 jam aku duduk di depan meja rias tanpa melakukan apa-apa. Ya Tuhan, ini bukan kencan pertama. Tapi kenapa aku nervous setengah mampus? Everything will be ok. Everything will be ok. Kalimat yang kuucapkan berulang-ulang supaya aku bisa sedikit lebih tenang.

Ini pasti karena aku trauma pada kencanku yang terakhir dengannya. Wait, sepertinya aku terlalu berlebihan menganggap acara jalan-jalan sebagai sebuah kencan. Whatever lah ya.

Waktu itu dia mengajakku menonton sebuah film layar lebar yang sedang booming. Dengan senang hati dan juga tanpa pikir panjang tentu saja aku mengiyakan ajakannya itu. Karena dia mengambil jadwal nonton yang midnight, maka dia pun mengajakku makan malam terlebih dahulu.

Bukan dinner romantis seperti yang ada di drama-drama korea tentunya. Dia mengajakku makan di tempat makan biasa khas mahasiswa. Dan aku adalah orang yang memegang prinsip ‘yang penting adalah makan dengan siapa, bukan makan di mana’.

Dia sama sekali tidak romantis. Tapi dia bisa melakukan hal-hal ‘manis’ dengan caranya sendiri. And I like it.

Selesai makan, ternyata masih ada 1,5 jam tersisa sampai jam nonton tiba. Kemudian aku mengajaknya makan es krim di sebuah gerai es pinggir jalan. Sebuah es krim vanilla cup pun mendarat di tanganku dan dia.

Tapi entah kenapa tiba-tiba es krimku jatuh. Sukses tumpah ke baju dan mengalir ke celana. Aku mengumpat dalam hati. Menyesali kebodohan yang kulakukan sendiri. Dia yang melihat kejadian itu mencarikan tisu untuk membersihkan bajuku yang kotor.

Moodku seketika rusak. I’m not comfort anymore setelah kejadian itu. Siapa yang nyaman memakai baju ketumpahan es krim gak karuan? Dan badmoodku segera terdeteksi olehnya.

“Kita pulang aja ya?”, ucapnya

“Gak usah! Kita harus tetep nonton!”

“Tapi baju kamu? kamu yakin bisa bertahan dengan baju kotor kayak gitu selama 2 jam?”, ucapnya lagi

“I…iya. yakin”, aku mengangguk lemah.

“Pulang aja ya. Kita masih bisa nonton besok,” tanpa menunggu persetujuan, dia langsung menggamit tanganku, mengajak pulang.

“Tapi kita udah terlanjur nunggu lama. Terus sayang tiketnya juga,” aku masih bersikeras.

“Gak apa-apa kok. Anggap aja bukan rejeki kita”, katanya sambil tersenyum.

Aku tidak berkata apa-apa lagi. Saat itu aku berpikir, apa aku masih punya alasan untuk tidak menyukai pria sepertinya?

Kau tau betapa aku lemah di hadapannya
Kau tau berapa lama aku mendambanya

Tiap kali keluar sama dia, aku selalu merasa gugup. Tingkatannya tentu saja berbeda-beda. Padahal ini bukan kali pertama. Aku pun bertanya-tanya, perlu berapa kali ‘kencan’ supaya gugup ini bisa menghilang? Butuh waktu berapa lama supaya aku bisa merasa terbiasa?

Karena semua itu hanya akan membuatku melakukan hal-hal ceroboh dan tolol di hadapannya. Seperti tragedi es krim tempo hari yang menyebabkan tiket nonton yang sudah di tangan menjadi sia-sia. As I know, itu film yang pengen banget dia tonton.

Aku melirik jam di dinding kamar. Sudah 2 jam lebih dan belum melakukan apa-apa. Padahal sebentar lagi dia pasti datang. Sekali lagi aku mematut baju di depan cermin. Baju yang sudah kupilih sejak beberapa hari yang lalu. Sepertinya ini yang terbaik dari yang terbaik.

Setelah itu aku langsung berdandan cantik. Padahal sebenarnya aku bukan wanita yang berteman baik dengan alat make up. Tapi kalau sekadar bedak, eye liner, dan lip gloss, yang semuanya dioles tipis-tipis, it’s oke lah. Itu adalah dandanan standar kalau mau jalan dengan seseorang yang dianggap spesial.

Kalau jalan sama teman? Maaf, aku tidak akan mau buang-buang waktu untuk dandan.

Ku mohon Tuhan, untuk kali ini saja
Beri aku kekuatan tuk menatap matanya

Aku sudah siap. Tapi masih duduk di depan meja rias. Dandannya udah selesai, melamunnya yang belum. Aku masih berusaha menenangkan diri supaya tidak grogi.

Aku sedang berjanji pada diri sendiri kalau hari ini harus berjalan lancar. Hari ini aku tidak boleh melakukan kebodohan lagi. Hari ini harus menjadi memori yang akan membuatku tersenyum tiap kali aku mengingatnya di kemudian hari.

Rasanya aku ingin mengatakan padanya, “kenapa harus sesulit ini untuk ketemu kamu? butuh berapa kali pertemuan lagi untuk meredam detak jantungku yang tidak karuan setiap kali kita bertatapan?” 

Ku mohon Tuhan, untuk kali ini saja
Lancarkan lah hariku, hariku bersamanya

Setiap detik waktu bersamanya selalu berharga. Sweet moment yang akan selalu aku ingat. Seandainya nanti berjodoh, akan kuceritakan pada anak-anakku bagaimana sang ayah bisa membuat ibu mereka ini jatuh cinta.

Bip bip. Sebuah pesan singkat masuk.

“Aku udah di depan”

Aha, Pangeran sudah datang. Selamat bersenang-senang! :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave your comment here :D