Cinta tak ada logika adalah sebuah lagu yang
dipopulerkan oleh penyanyi ternama, Agnes Monica. Aku tertawa dalam hati sejak pertama kali
mendengar judulnya. Cinta memang tidak mengenal logika. Cinta hanya tau rasa
rindu dan cemburu. Tidak hanya itu, dalam cerita cinta, konon katanya
pengorbanan adalah modal utama. Dan pertanyaanku adalah, kenapa pengorbanan pada
akhirnya berubah menjadi kebodohan? Ada yang bisa menjelaskan?
***
Tentang pengorbanan yang berubah wujud menjadi
kebodohan, aku tidak asal menarik kesimpulan. Aku berkata seperti itu karena
melihat realitas yang terbentang di depan mata. Seperti pengorbanan yang
dilakukan oleh temanku sejak SMA, Egi, kepada Intan primadona sekolah
yang ia puja.
Apa yang tidak akan Egi lakukan untuk Intan?
Menurutku sih tidak ada. Dia akan melakukan apapun yang Intan pinta. Dengan
harapan agar suatu hari Intan mau membuka hati, memberi Egi kesempatan.
Selama kurang lebih empat tahun, Egi
melakukan semua hal yang ia sebut sebagai pengorbanan. Semua hal yang dimataku
merupakan kebodohan. Dan setiap orang akan selalu memaknai sesuatu dengan
cara yang berbeda-beda, bukan? Jika menurut Egi ia sedang berkorban, bagiku dia
hanya sedang melakukan kebodohan.
Aku masih ingat waktu pagi itu di kampus, aku
melihat Egi sedang berjalan kaki. Aku pun kemudian segera menepi untuk menghampiri.
“Gi, tumben jalan kaki? Motor kamu mana?”, tanyaku.
“Dipinjem Intan,” ucapnya santai.
“Loh? Kenapa?”, aku tidak mengerti dengan
jawaban yang Egi berikan.
“Iya soalnya Intan lagi butuh motor. Ya udah aku
pinjemin, hehe,” kata Egi sambil menunjukkan cengiran khasnya.
Aku bertambah heran. Egi meminjamkan Intan motor,
padahal dia sendiri juga butuh motor. Egi rela ke kampus jalan kaki,
padahal jarak kampus dan kontrakannya berpotensi membuat betis kram. Egi rela
melakukan semua itu demi Intan sang pujaan.
Bagi Egi itu adalah pengorbanan. Bagiku itu
merupakan kebodohan. Sudah jelas bahwa logika Egi saat itu sedang tidak
jalan.
***
Contoh lainnya. Setiap kali Intan ulang tahun, Egi akan menjadi orang pertama yang memberi ucapan lengkap dengan hadiahnya. Kue
tart mini yang ia persembahkan untuk Intan saat makan malam.
Namun sebaliknya, ketika Egi ulang tahun, ia
tidak pernah mendapatkan hadiah dari Intan. Jangankan hadiah, ucapan selamat
juga tidak ia terima. Bahkan aku pun sangsi, apa Intan tau tanggal lahir Egi?
Dari sudut pandangku, Intan tidak pernah peduli.
Apapun yang dilakukan Egi, Intan hanya menganggap itu sebagai kebaikan seorang
teman. Walaupun tentu saja Intan tidak buta. Ia tau betul bahwa Egi menyukainya.
***
Selama kurang lebih empat tahun, Egi menjadi 'sopir pribadi' yang mengantar dan menjemput Intan. Mau ke mana saja dan jam berapa saja, Egi pasti akan
berkata iya. Padaku Egi bercerita bahwa ia hanya ingin berusaha sebaik
mungkin. Supaya jika suatu hari nanti ia menyerah, tidak akan ada penyesalan
yang dirasakan. “At least, I’ve tried my best”, begitu katanya.
Sekali lagi, bagi Egi itu adalah pengorbanan.
Bagiku itu merupakan kebodohan. Kenapa? Karena empat tahun itu adalah waktu
yang terlalu lama jika hanya digunakan untuk mendapatkan hati seseorang. Karena
harusnya dalam waktu empat tahun, dia bisa mencari hati lain, yang lebih baik,
untuk ditaklukkan. Tapi sayangnya selama empat tahun logika Egi tidak jalan.
***
Mereka yang
sedang jatuh cinta tentu saja kesulitan dalam membedakan antara pengorbanan dan
kebodohan. Itu sebabnya kita butuh orang lain yang bisa membantu kita
mengendalikan diri. Orang lain yang akan mengingatkan ketika kita lupa.
Egi tidak
tau bahwa dalam hidupnya, orang lain itu adalah aku.
Aku,
temannya sejak SMA yang tidak pernah berhenti mengingatkan ketika ia sedang
melakukan kebodohan. Aku yang selalu berusaha memberi penjelasan bahwa apapun
yang dia lakukan tidak akan membuat Intan memberinya kesempatan.
Dan terakhir,
aku juga yang kesal tiap kali Egi tidak mau mendengarkan apa yang aku katakan. Egi akan selalu membela Intan dengan semua denial yang ia ciptakan.
Tidakkah
dia mengerti bahwa aku peduli. Bahwa aku tidak suka dengan Intan yang hanya memanfaatkan Egi. Bahwa aku membenci Intan yang sudah
membuat Egi menjadi seorang laki-laki yang tidak punya harga diri. Bahwa aku
pun turut membenci Egi, karena pada akhirnya ia membuatku melakukan kebodohan yang sama sepertinya.
Kebodohan
atas nama cinta yang Egi lakukan untuk Intan, sama seperti kebodohan atas
nama cinta yang kulakukan untuk Egi.
Kebodohan
yang melumpuhkan logika manusia yang sedang jatuh cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Leave your comment here :D