Saya adalah
orang yang gampang cemas, panik, stress, nervous, dan mudah mengkhawatirkan
hal-hal yang kadang sepele. Intinya, saya orang yang paling gak bisa woles
(meminjam istilah yang lagi nge-trend saat ini).
Saya panik
tiap kali mama papa tiba-tiba menelpon tengah malam. Seolah-olah sesuatu yang
buruk terjadi. Padahal nyatanya mereka hanya ingin menanyakan kabar saya.
Menanyakan pertanyaan-pertanyaan standar yang biasa ditanyakan oleh orang tua
kepada anak.
Ketika di bangku sekolah (SD sampai SMA), saya panik dan nervous setengah mampus tiap kali lupa bawa buku PR, tiap kali mau
ulangan atau ujian, dan tiap kali pengumuman remidi ditempel di papan.
Musim SNMPTN
(mulai dari bimbel sampai ujian), tingkat stress yang saya rasakan semakin menggila.
Pusing, mata berkunang-kunang, perut mules, tangan dingin, dan gejala yang sangat
tidak menyenangkan lainnya, semuanya campur aduk jadi satu.
Ketika saya
masih di Wearnes, tepatnya H-1 ujian mc. Excel , lagi-lagi kekhawatiran berlebihan itu muncul. Saya masih ingat, salah satu asisten lab yang prihatin terhadap wajah
stress saya, dia berusaha menenangkan saya dengan berkata, “Soalnya gak akan sesulit yang kamu bayangkan, Rau..”.
Dan sampai
saat ini, tiap kali saya memikirkan sesuatu dengan berlebihan, membayangkan
hal-hal buruk yang padahal belum tentu terjadi, apa yang dikatakan oleh asdos
saya itu akan selalu saya ingat. Tidak akan sesulit seperti apa yang saya
bayangkan.
Sifat saya
yang seperti ini menyebabkan saya butuh teman yang sifatnya terbalik
180 derajat dengan saya.
Berteman
dengan orang-orang yang juga gampang panik seperti saya, atau berada diantara
orang-orang seperti itu, pada saat-saat tertentu hanya akan membuat saya menjadi
semakin tertekan dan tentunya memperburuk keadaan.
Tapi dalam
saat-saat tertentu juga, mungkin saya bisa bertahan. Mengambil alih peran sebagai
pihak penenang untuk sementara. Terlihat woles di luar tapi berantakan di dalam. Dan kemudian
semua itu hanya akan menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja.
Setelah itu
apa yang terjadi? Saya punya batas kekuatan bertahan. Ketika sudah melewati batas tersebut, saya hanya akan berhenti.
Kekhawatiran-kekhawatiran itu cukup
berasal dari imajinasi saya saja. Cukup pikiran saya saja yang ruwet bin ribet.
Jangan ada pihak lain yang ikut-ikutan membuat benang-benang di pikiran saya jadi makin kusut.
…
Saya kurang
setuju jika sifat seperti ini dinamakan negative thinking. Mungkin lebih tepat
dinamakan dengan ‘memikirkan kemungkinan terburuk, sehingga bisa antisipasi
sejak awal’. Menurut saya, su’udzon itu perlu, agar siap mental jika hal-hal yang
tidak diinginkan terjadi.
Walaupun
begitu, saya tetap mengakui bahwa negthink berlebihan gak baik juga. Berpikir
terlampau jauh (apalagi memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang mengerikan) akan
menimbulkan tekanan sendiri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran teman atau
orang terdekat yang punya sifat rileks, santai, atau woles itu penting!
Mungkin ini
yang dinamakan perbedaan mampu meng-cover kelemahan masing-masing. Yang terlalu
serius, bisa di-rileks-kan oleh mereka yang woles. Dan mereka yang terlalu
woles, bisa diingatkan oleh mereka yang serius.
…
Berbagai
macam cara saya lakukan untuk meminimalisir sifat jelek saya ini.
Mulai dari
mendengarkan lagu Bondan Prakoso yang berjudul Ya Sudahlah, mengulang-ngulang
lirik lagu terakhir yang berbunyi “janganlah kau bersedih.. cause everything is
gonna be oke…”
Hingga
menggunakan kalimat “with smile, everything is going to be fine” sebagai
tagline di blog ini.
Yap, saya
terus mengingatkan pada diri saya untuk tetap semangat, tidak putus asa,
bangkit tiap kali terjatuh, dan selalu percaya bahwa semuanya akan baik-baik
saja.
Apa yang
pernah saya dengar adalah, kita di hidup di hari ini. Bukan di hari esok
ataupun hari kemarin. Jangan terlalu lama mengingat apa yang terjadi di hari
kemarin, dan juga jangan terlalu jauh memikirkan apa yang akan terjadi di hari
esok.
Cukup
pikirkan hari ini, lakukan sebaik yang kamu bisa, dengan kemampuan terbaik yang
kamu miliki.
Hidup tanpa
kekhawatiran berlebihan adalah impian saya, dan diiringi sebuah doa agar orang-orang
yang bisa berperan sebagai ‘penenang’ selalu ada di sekitar saya :')
PS : Untuk seseorang yang (dulu) pertama kali mengenalkan lagu "Ya Sudahlah" itu pada saya, terima kasih karena (dulu) pernah menjadi seorang penenang yang menyenangkan :')
PS : Untuk seseorang yang (dulu) pertama kali mengenalkan lagu "Ya Sudahlah" itu pada saya, terima kasih karena (dulu) pernah menjadi seorang penenang yang menyenangkan :')
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Leave your comment here :D