Merbabu telah menjadi wacana yang akhir-akhir ini sering dibicarakan teman-teman Kompas. Tidak hanya di forum rapat, tapi status twitter, facebook, dan BBM-pun kebanyakan berbau Merbabu. Ya, akhir bulan Juni kami berencana akan mendaki Merbabu, tepatnya setelah UAS.
Dan seperti biasa, jauh sebelum hari H pendakian, aku mulai memikirkan alasan terbaik dan se-kreatif mungkin untuk mengulur waktu kepulanganku, jadi aku bisa ikut pendakian tanpa mama papa tau. Dan backstreet dalam hal naik gunung itu sangat tidak menyenangkan sodara-sodara~
Udah setahun lebih aku menjalani backstreet ini , and honestly, I'm so tired with this. Ketika kalian membuat satu kebohongan, kalian harus membuat kebohongan-kebohongan baru untuk menutupi yang lama, dan berbohong itu menguras pikiran.
Sebenernya juga, aku gak sepenuhnya bohong sih. Kalo di runut-runut mulai dari Diklat di Kawi, aku gak bohong sama mama. Aku bilang dengan sejujur-jujurnya kalo aku mau diklat. Tentu saja aku gak bilang tempatnya di gunung, karena aku sendiri juga gak tau kalo bakal di diklat di gunung.
Pendakian kedua, Arjuno di bulan mei. Ini juga gak bohong loh. Mama gak nanya apa-apa. Dan aku gak bilang apa-apa. Gak bohong kan? aku cuma gak minta ijin
Pendakian ketiga, Arjuno (lagi) di bulan September. Mama juga gak nanya, dan aku juga gak bilang. Tapi ada kebodohan yang aku lakukan dalam pendakian ini, yaitu lupa nge-charge HP. Jadi, sejak berangkat hari kamis malam sampe minggu, HPku mati total. Akhirnya orang rumah pada heboh nyariin. Sampe mama mengutus sepupuku buat nyusul ke Malang. Untungnya waktu udah turun, aku langsung minjem HP temen yang masih ada batre, puluhan SMS masuk, mama langsung nelpon dan nangis-nangis. Pelan-pelan aku menenangkan mama, dan agak bohong sedikit dengan bilang kalo aku abis bikin film di pedalaman yang gak ada sinyalnya. Maap banget mam, udah bikin khawatir