31 Mei 2012

Backstreet : I'm so tired with this...

Merbabu telah menjadi wacana yang akhir-akhir ini sering dibicarakan teman-teman Kompas. Tidak hanya di forum rapat, tapi status twitter, facebook, dan BBM-pun kebanyakan berbau Merbabu. Ya, akhir bulan Juni kami berencana akan mendaki Merbabu, tepatnya setelah UAS.

Dan seperti biasa, jauh sebelum hari H pendakian, aku mulai memikirkan alasan terbaik dan se-kreatif mungkin untuk mengulur waktu kepulanganku, jadi aku bisa ikut pendakian tanpa mama papa tau. Dan backstreet dalam hal naik gunung itu sangat tidak menyenangkan sodara-sodara~

Udah setahun lebih aku menjalani backstreet ini MySpace , and honestly, I'm so tired with this. Ketika kalian membuat satu kebohongan, kalian harus membuat kebohongan-kebohongan baru untuk menutupi yang lama, dan berbohong itu menguras pikiran.

Sebenernya juga, aku gak sepenuhnya bohong sih. Kalo di runut-runut mulai dari Diklat di Kawi, aku gak bohong sama mama. Aku bilang dengan sejujur-jujurnya kalo aku mau diklat. Tentu saja aku gak bilang tempatnya di gunung, karena aku sendiri juga gak tau kalo bakal di diklat di gunung.

Pendakian kedua, Arjuno di bulan mei. Ini juga gak bohong loh. Mama gak nanya apa-apa. Dan aku gak bilang apa-apa. Gak bohong kan? aku cuma gak minta ijin MySpace

Pendakian ketiga, Arjuno (lagi) di bulan September. Mama juga gak nanya, dan aku juga gak bilang. Tapi ada kebodohan yang aku lakukan dalam pendakian ini, yaitu lupa nge-charge HP. Jadi, sejak berangkat hari kamis malam sampe minggu, HPku mati total. Akhirnya orang rumah pada heboh nyariin. Sampe mama mengutus sepupuku buat nyusul ke Malang. Untungnya waktu udah turun, aku langsung minjem HP temen yang masih ada batre, puluhan SMS masuk, mama langsung nelpon dan nangis-nangis. Pelan-pelan aku menenangkan mama, dan agak bohong sedikit dengan bilang kalo aku abis bikin film di pedalaman yang gak ada sinyalnya. Maap banget mam, udah bikin khawatir MySpace

Pendakian terakhir adalah Argopuro pada bulan Februari kemarin. Sayangnya kami gagal naik karena cuaca yang tidak mendukung, dan berakhir melancong ke Taman Nasional Baluran. Waktu itu alasan yang aku gunakan agar tidak disuruh pulang adalah membetulkan nilai yang salah di-entri oleh sang dosen. Jadi aku bilang kalo ada nilaiku yang D, padahal aku yakin kalo aku gak mungkin dapet D. Jadi ceritanya aku mau nemuin dosen buat protes nilai tersebut, tapi dosennya susah ditemui, dan aku punya alasan untuk tetap stay di Malang dalam jangka waktu seminggu. Alasan yang cerdas bukan? MySpace

Ini satu-satunya cara supaya aku bisa tetap ikut pendakian. Karena aku tau, sampai kapanpun kedua orang tuaku termasuk abangku tidak akan mengijinkanku naik gunung. Menyedihkan sekali. Aku seperti dikurung dalam sangkar emas. Mama papa sangat menyayangiku, tapi tidak memberikan kebebasan untukku terbang. Padahal aku ingin seperti layang-layang.. bisa terbang di langit, tapi masih ada yang mengikatnya di bumi.

Aku berangan-angan kalo suatu hari nanti aku bisa pamit ke mama papa setiap kali naik gunung. Mama mau bantu nyiapin logistik. Papa mau beliin carier ama jaket. Aku bisa cium tangan mereka sebelum berangkat. Dan bisa pamer foto-fotoku waktu di puncak ketika sudah turun. Pasti bahagia kalo bisa kayak gitu...

Aku mengerti alasan mereka. Aku mengerti kekhawatiran mereka. Sangat mengerti. Aku juga bersyukur karena punya orang tua yang sangat peduli padaku, rajin menelponku, dan selalu ada untukku. Aku sangat bersyukur, karena banyak temanku yang tidak mendapatkan semua itu dari orang tua mereka.

Ini mungkin sifatku dari dulu, ketika aku dihadapkan dua pilihan yang sulit, sedangkan aku menginginkan keduanya, aku akan mencari cara -apapun itu- supaya bisa memiliki keduanya. Aku terpaksa menggunakan jalur ilegal, backstreet pendakian, karena selain minta ijinnya susah.. aku juga ga mau bikin mama papa khawatir.
***

Bagiku, naik gunung itu seperti candu. Ini udah berulang kali terjadi pada diriku sendiri. Waktu perjalanan naik, dalam kondisi capek dan pegal diseluruh tubuh, aku sering berpikiran untuk gak mau naik gunung lagi. Tapi setelah turun, yang terpikirkan adalah "habis ini mau kemana lagi ya?". Aneh tapi nyata. Itu yang aku rasakan, dan itu yang menjadi alasan kenapa aku masih pengen naik gunung. Aku ingin menjelajahi negeri.

Alasan lain aku naik gunung?

Aku tipe orang yang gampang bosan. Aku tidak suka rutinitas yang monoton. Aku tidak suka keadaan statis. Mungkin ini juga alasan kenapa aku memilih kuliah di Malang, ketika teman-teman SMAku sebagian besar kuliah di Jember. Aku ingin suasana baru, aku ingin lingkungan baru, aku ingin dunia baru. Sama halnya ketika aku membuat perubahan besar pada diriku dengan mencoba bergabung pada sebuah komunitas pecinta alam. Naik gunung adalah sesuatu yang tidak pernah ku bayangkan dan belum pernah ku cita-citakan sebelumnya.

Aku cuma ingin menggunakan waktu yang ku punya dengan sebaik-baiknya. Mumpung masih muda, masih  kuat, masih ada waktu, masih ada kesempatan, tercukupi kebutuhan materiil, kenapa gak aku coba? Naek gunung juga gak tiap bulan. Paling banyak 3 kali setahun. Tapi anehnya teman-temanku selalu mengatakan, "maen di gunung terus, Rau...". Dan aku hanya tertawa tiap kali mendengarnya.

Bukan cuma naik gunung, banyak pengalaman-pengalaman baru, berkesan, dan tak terlupakan yang mewarnai hari-hariku setahun belakangan ini, setelah masuk Kompas..

Rafting. Aku cuma pernah merasakan arum jeram di Dufan Ancol. Arung jeram yang dari start sampai finish cuma menghabiskan waktu kurang lebih 5 menit. Waktu mau rafting di Probolinggo beberapa waktu yang lalu, aku cukup nervous. Ralat, sangat nervous. Langit yang mendung karena habis hujan dan aliran sungai yang sangat deras membuat tanganku dingin. Rafting yang start jam setengah 5 sore dan finish jam setengah 7 malam. Fantastic bukan?

Tidur di stasiun Banyuwangi. Ini juga menjadi pengalaman berharga yang tidak akan aku lupakan seumur hidup. Menunggu kereta mulai dari jam 4 sore di stasiun Banyuwangi, padahal keretanya baru datang jam 5 subuh besok paginya. Karena gak ada pilihan lain, akhirnya aku dan teman-teman pun tidur di stasiun malam itu. AKu juga baru tau kalo ternyata stasiun Banyuwangi terletak di ujung barat pulau jawa, karena di depan stasiun adalah pelabuhan. Apa kata mama kalo tau anaknya ini pernah tidur di stasiun? MySpace

Naik kereta api. Ini sebenernya agak norak ya. Hahaha. Aku belum pernah naik kereta api sebelumnya. Jadi waktu kemaren dari Banyuwangi ke Malang naik kereta api, rasanya senaaaaang sekaliiiiiii~ 

Tinggal di rumah warga. Waktu acara penanaman bibit mangroove di Probolinggo, tinggal di salah satu rumah warga adalah pengalaman yang sangat berkesan untukku. Mirip program acara "Jika Aku Menjadi" yang ada di TV. Jadi, waktu itu aku dan 4 orang teman tinggal di sebuah rumah kecil di desa itu. Karena letaknya dekat dengan laut, maka mayoritas mata pencaharian mereka adalah nelayan. Selama 2 hari disana, kami disuguhkan makanan-makanan khas laut. Ada cumi, udang, ikan laut, dan kerang. Dan yang membuat aku tersentuh adalah ketika malam hari, aku melihat si Ibu yang punya rumah belum tidur. Beliau masih merajut jala di dapur. Ketika aku tanya, ternyata itu adalah jala pesanan orang. Dan jala itu nanti akan ditukar dengan uang sebesar 30 ribu. Ya, demi 30 ribu si Ibu rela membuat jala hingga larut malam, ditemani obat nyamuk bakar disampingnya.

Yang paling penting dari sekian banyak alasan yang udah aku jelasin diatas adalah aku punya teman, sahabat, saudara, yang sangat amat baik padaku, sederhana dan apa adanya.

Seandainya suatu hari nanti mama papa tau kalo aku naik gunung, apa mereka bisa mengerti alasan-alasanku diatas?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave your comment here :D