Setelah 5 tahun, akhirnya aku berdiri di depan gerbang sekolah ini lagi. Gerbang sekolah yang dulu aku lewati setiap hari dengan menggunakan seragam putih abu-abu...
Dari kejauhan aku melihat beberapa teman SMAku dulu sedang berpelukan dengan bahagianya. Melepas rindu yang telah terpendam selama kurang lebih 5 tahun. Aku terus berjalan masuk ke dalam sekolah, dan akhirnya aku melihat sahabat-sahabatku di ujung koridor, tepat di depan pintu kelas 12 IPA 4.. kelas kami yang dulu..
Aku berteriak memanggil nama mereka satu-persatu, tidak peduli orang-orang melihat ke arahku. Mereka yang tadi namanya ku teriakkan pun menoleh ke arahku. Aku berlari ke arah mereka, kemudian memeluk mereka semua. “aku kangen kalian...”, air mataku pun luruh...
***
Aku dan sohib-sohib di masa SMA pun asik bercerita tentang segala hal. Mulai dari nostalgia mengingat - ingat kembali ulah konyol kami waktu SMA hingga pengalaman-pangalaman seru yang kami dapatkan setelah duduk dibangku kuliah. Sambil mendengarkan cerita teman-temanku itu, mataku tetap siaga mencari-cari keberadaan seseorang. Seseorang yang sangat ingin ku temui. Seseorang yang menjadi alasan utamaku menghadiri reuni ini.
Jam ditanganku sudah menunjukkan pukul 8 malam. Aku semakin gelisah. Apa mungkin dia tidak datang? Pikirku. Aku pun melihat ponselku, tidak ada sms masuk ataupun panggilan telpon dari orang yang aku tunggu.
Tiba-tiba seseorang menarik tanganku dari belakang. Aku menoleh cepat, melihat siapa yang sedang berdiri didepanku saat ini, aku tersenyum lebar...
Dia adalah Nathan. Walaupun dari kelas 1 kami tidak pernah sekelas, tapi kami cukup akrab karena dulunya kami sama-sama menjadi pengurus mading sekolah. Nathan yang tadi menarik tanganku ternyata terus mengggiringku ke halaman dibelakang sekolah. Nathan mengabaikan pertanyaaan "mau kemana, Than??" yang aku lontarkan padanya. He just said, "Nanti kamu juga bakal tau...".
***
Sesampainya aku dan Nathan di halaman belakang sekolah, ternyata ada seseorang yang berdiri membelakangiku dengan jarak sekitar 5 meter dari tempatku dan Nathan. Seseorang yang walaupun dari belakang, aku bisa mengenalinya. Postur tubuh yang sangat ku hafal di luar kepala..
"Nanti kamu harus berterima kasih padaku...hehe..", tanpa bisa ku cegah, Nathan berlari kembali menuju koridor, dia meninggalkanku begitu saja.
Aku terdiam. Tidak percaya dengan apa yang sedang kulihat. Dia masih berdiri membelakangiku, tangan kanannya terlihat sedang memegang sebatang rokok.
Tiba-tiba dia membalikkan tubuhnya. Ya, sekarang dia berdiri menghadap ke arahku.
Aku menatap lurus pada sepasang mata itu. Sepasang mata teduh berwarna cokelat yang sangat ku rindu. Aku terpaku. Lidahku kelu. Tak sepatah katapun keluar dari bibirku. Setetes air-lah yang mengalir dari ujung kedua mataku. Kenapa aku jadi gampang menangis seperti ini? batinku. Tanganku dengan sigap cepat-cepat menghapusnya.
Dia membuang rokok ditangannya dan kemudian berjalan mendekatiku dengan ekspresi yang tidak bisa ku tebak. Dia tidak berkata apa-apa. Hanya pandangan kami yang beradu. Seolah-olah tatapan mata kami bisa berbicara satu sama lain. Menyampaikan apa yang tidak bisa disampaikan oleh kata-kata.
Kini dia sudah berdiri dihadapanku. Matanya masih menatap teduh ke arahku, seperti dulu. Sedangkan aku sendiri tidak bisa lagi membendung air mata yang berlomba-lomba keluar dari kantungnya. Air mata yang sudah tertahan selama 5 tahun itu akhirnya tumpah ruah pada hari ini, di hadapannya.
Tangannya tiba-tiba terangkat, menghapus air mata yang membasahi kedua pipiku. Kedua lengan itu kemudian membawaku ke dalam pelukannya. Tangisku semakin menjadi. Aku memeluk tubuhnya erat. Dia hanya diam. Tangannya membelai rambutku pelan.
"I miss you..", jawabnya lirih.
"Me too..", balasku.
Akhirnya aku mendengar langsung suara yang biasanya hanya bisa ku dengar lewat telpon itu.
Keinginanku saat itu hanya satu, yaitu menghentikan waktu. Ingin rasanya ku kacaukan detik yang sedang berputar ini agar diam. Aku ingin berada dalam pelukannya... selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Leave your comment here :D