6 Jul 2014

Kebebasan yang Kebablasan

Situasi politik negeri kita belakangan ini sangat mengerikan. Ada dua kubu yang sedang bersaing memperebutkan kekuasaan. Berbagai macam cara dilakukan, mulai dari berorasi mengenai visi dan misi, sampai menjelek-jelekkan lawan secara terang-terangan. Ironis sekali.

Mereka bilang kita negara demokrasi. Rakyat bebas bersuara dan mengeluarkan opini. Alhasil banyak surat terbuka yang beredar di dunia maya. Balas-membalas pula.

Tapi sepertinya makna kata ‘bebas’ telah di-salah-arti-kan. Bagi saya bebas bukan berarti hilang kendali sama sekali. Ibarat layangan yang diterbangkan, harus tetap ada benang yang mengikatnya di bumi.

Bebas yang berbatas.

Sebab tanpa batas, kita akan hilang dan tenggelam. Melupakan apa yang menjadi tujuan awal.

Masa orba memang telah berlalu sekian lama, tapi tampaknya trauma itu masih ada. Saat kebebasan berbicara sebagai warga negara dirampas. Mutlak. Saya masih ingat kala itu (saya masih kelas 2 SD), orang tua mewanti-wanti agar saya tidak menyebut nama-nama partai tertentu. Bahkan bibir anak kecil yang sejatinya tidak mengerti apapun terpaksa dikunci.

Mungkin trauma itu yang membentuk kita menjadi sosok yang sekarang. Vocal dan berani menyuarakan pikiran. Bukankah ini yang dulu kita inginkan? Mulut yang tak lagi terpaksa bungkam karena rasa takut yang mencekam.

Status-status berbau politik yang ramai diunggah ke social media belakangan ini tidak lain adalah bentuk provokasi. Maka dari itu harusnya kita lebih hati-hati agar tidak tersulut emosi. Kini politik dan agama hampir tidak ada beda. Bagimu pilihanmu, bagiku pilihanku, begitu juga seharusnya.

Dan untuk mereka yang ngotot mengatakan bahwa pilihan mereka adalah yang paling baik dan paling benar, mungkin mereka lupa kalau mempersuasi dan memaksakan kehendak adalah dua hal yang berbeda.

Logikanya, kita gak bisa maksa orang yang gak suka durian untuk makan durian, walaupun (sampai mulut berbusa) kita bilang durian itu enak.

Ketika apa yang ingin kita suarakan malah berujung pada merampas hak orang lain untuk ikut berpendapat, ini namanya kebebasan yang kebablasan.

Mungkin benar bahwa “be honest" tidak sama dengan "be an assh*le”. Beda pendapat itu wajar, tapi ketika disampaikan tanpa etika, artinya ada yang salah dengan diri kita.

1 komentar:

  1. Itu hanya satu dari sekian metode penguasaan asing terhadap suatu negara. Lakukan adu domba....

    BalasHapus

Leave your comment here :D