Aku tentu saja tidak pernah percaya pada kebetulan. Tapi, setiap kali melintasi stasiun ini, harapan itu selalu ada. Harapan bahwa yang disebut orang-orang 'kebetulan' itu benar adanya, dan benar-benar terjadi. Bahwa Tuhan akan membuat garis hidup kita bersinggungan untuk sekali lagi.
Kemudian aku selalu membayangkan akan melihat sosokmu, dengan sandal gunung dan flannel kesayanganmu itu, tak lupa buff bernuansa reggae di kepala dan carrier di punggung. Lalu kau akan masuk ke dalam gerbong kereta yang sama denganku. Walau tidak dengan nomor tempat duduk yang bersebelahan, namun keberadaanmu masih ada di dalam jangkauan mataku. Sementara itu aku tengah bergelut dengan diri sendiri, apakah aku akan menghampiri dan menyapamu atau tidak. Mempertimbangkan berbagai kemungkinan dan resiko dari apa yang akan kulakukan.
Lamunanku buyar, sesaat ketika kereta yang kutumpangi kembali menggilas rel-rel di bawah sana. Aku tertawa. Mentertawakan diri sendiri lebih tepatnya. Kenyataan menampar kedua pipiku, menyadarkan bahwa aku tidak hidup di dalam cerita-cerita layar kaca. Sebab bagaimanapun juga, kehidupan tidak akan pernah menyuguhkan kebetulan yang sedemikan rupa tepatnya.
Stasiun Semarang Tawang, 25 Maret 2016.