Sebelumnya nggak pernah terlintas
dipikiranku kalo suatu hari nanti aku akan ke Semeru. Bahkan setelah membaca
novel 5 cm sekalipun, aku cuma mengagumi deksripsi keindahan dan keajaiban
Semeru lewat cerita yang tertuang di novel itu. Berharap atau berkeinginan
untuk pergi kesana? Sepertinya mentalku belum siap..
Wacana pendakian ke Semeru
bersama teman-teman Kompas setelah Hari Raya Idul Fitri pun masih ngambang, gak ada kepastian. Dan setelah
rapat bersama teman-teman pengurus di Cangkir Jawa, barulah kepastian itu ada.
Diputuskan kalo pendakian Semeru 2 minggu lagi yaitu pada tanggal 27 September 2012.
Waktu itu aku masih setengah gak percaya.
Yakin nih Semeru 2 minggu lagi? Semeru tanah tertinggi di Jawa itu kan?
Aku seperti linglung. Pikiranku
penuh dengan Semeru, Semeru, dan Semeru. Entahlah.. Semeru tampak begitu
‘menyeramkan’ di mataku. Tiap kali mau naik gunung, aku emang sedikit
deg-degan. Salah satu penyebabnya adalah karena tiap naik gunung gak pernah
pamit sama orang tua. Dan untuk Semeru ini, aku samasekali gak punya ide yang
cerdas sebagai alasan kenapa menghilang selama 4 hari. Penyebab deg-degan
lainnya adalah karena kali ini The
Highest Mountain in Java. Buat aku yang new
comer dalam dunia pendakian, rasanya normal kalo bakal nervous setengah mati.
Belum lagi ada salah satu temen
yang aku ceritain tentang rencanaku pendakian ke Semeru, mimpi tentang aku dan
Semeru. Dia mimpi kalo aku pendakian ke Semeru trus gak pulang-pulang dan
temen-temen kuliah nanyain kenapa aku gak pernah masuk kuliah lagi. Yak, mimpi
temenku ini cukup menggoyahkan mental..
Hari demi hari berlalu. Persiapan
demi persiapan dilakukan. Aku juga persiapan dong. Mulai dari menyiapkan
perlengkapan kehangatan sebaik mungkin, karena katanya suhu di sama mencapai -2
derajat celcius, hingga persiapan fisik. Yak, akhirnya aku ikut fitnes 3 hari
sebelum pendakian. Telat banget sodara-sodara.. Abis mau gimana lagi kalo
jadwal kuliah padat merayap..
And finally, Tibalah hari H.. Jeng jeng jeng.. Semeru, I’m coming..
Ranupane, 27 September 2012
Peserta pendakian kali ini adalah
30 orang. Kami naek truk, oper di tumpang, kemudian lanjut ke sebuah desa yang
merupakan pos pertama untuk memulai pendakian Semeru, Ranupane. Aku sudah
beberapa kali ke Ranupane, dan pemandangan kebun sayur-sayuran di bukit-bukit
miring sepanjang jalan selalu menyegarkan pikiran. Huaaa senangnya selama 4
hari kedepan bakal hidup tenang. Gak akan dapet sms jarkom ngerjakan tugas, gak
akan ngeliat sesaknya kampus, dan hal-hal sejenis itu.
Aku tiba di Ranupane kira-kira
jam 12. Perjalanan Malang – Ranupane membutuhkan waktu sekitar 3 jam. Setelah
mengurus perijinan, makan siang dan sholat dhuhur, tepat jam 2 siang pendakian
pun dimulai. Ting !
Baru beberapa langkah
meninggalkan pos Ranupane, di sebelah kiri jalan berderet pemakaman umum yang
cukup luas. Jadi ini kuburan yang juga diceritain di 5 cm. Kuburan yang katanya
‘menyambut’ tiap pendaki yang akan ke Semeru. Kuburan yang seolah-olah
mengingatkan bahwa di Semeru (dimana aja juga sih sebenernya), kematian sangat
dekat dengan pendaki. Glek, aku menelan ludah.
Ranukumbolo
Aku tiba di Ranukumbolo sekitar
jam 8 malam. Tracknya? Ya gitu deh, selandai-landainya gunung tetep aja nanjak..
Dan gak enaknya adalah track ke kumbolo ini naek turun.. kalo katanya novel 5
cm, kita kayak berjalan memutari es krim cone. Jadi kesimpulannya adalah
pulangnya dari ranukumbolo ke ranupane nanti juga capek pemirsaaaah..
Berhubung aku sampe kumbolo udah
malem, jadi pemandangannya masih biasa-biasa aja. Cuma dinginnya yang luar
biasa. Brr.. dinginnya minta dipeluk *salah fokus*. Oke serius, jadi
Ranukumbolo itu dingin banget. Aku langsung masuk tenda, ganti baju, pake
sarung tangan + kaos kaki double, pake PDL, pake jaket, pake kupluk, masuk
sleeping bag, dan tetap dingin !
Temen setendaku, Ayu, udah
berbalut sleeping bag dan jaket lapis dua. Ayu udah mirip banget sama mumi di
Mesir sana. Aku pun langsung tidur menyusul Ayu. Agung, Andre, ama Septa yang ribut
masalah telur pun tidak ku hiraukan. Semalaman aku menggigil. Gila meeen
dinginnya fantastik.
Pagi pun menjelang. Mas-mas
senior diluar tenda terdengar rame ketawa ketiwi. Aku masih malas bangun, udara
masih dingin walaupun tidak sedingin semalam. Beberapa saat kemudian, setelah
nyawaku terkumpul seutuhnya, aku keluar dari tenda. Air danau yang berkilau
karena terkena pantulan sinar matahari langsung saja memenuhi pandanganku. Dua
buah bukit melengkung dengan pohon pinus terbentang indah dihadapanku. Akhirnya
aku berdiri disini. Tempat yang sering disebut sebagai ‘surga’nya para pendaki.
Ranukumbolo |
Aku bergabung dengan teman-teman
yang sedang masak di tepi danau. Aku masih mengerjapkan kedua mataku,
memastikan kalo semua pemandangan ini bukan mimpi. Aku menyapu pandangan ke
seluruh arah. Ada banyak tenda yang berdiri, warna-warninya menambah keindahan suasana
pagi itu. Ranukumbolo udah kayak perkampungan. Rame. Bermacam-macam aktifitas
dilakukan disana. Ada yang masak, ada yang bikin kopi, ada yang cuci piring,
ada yang ngerokok sambil duduk-duduk ngelamun, dan lain-lain. Sedangkan aku?
Aku duduk manis diatas matras menghadap danau dengan segelas kopi panas
dihadapanku. Menikmati keindahan yang tidak pernah ku temukan sebelumnya.
Subhanallah.. Pagi yang sempurna.
Tiba-tiba aku teringat sesuatu.
Aku langsung menoleh ke belakang. Ya, aku mencari Tanjakan Cinta. Tanjakan yang
sangat terkenal karena mitosnya yang mengatakan bahwa siapapun yang berhasil
melewati tanjakan tersebut tanpa berhenti dan menoleh ke belakang, sambil
memikirkan orang yang dicintai, maka hubungan dengan orang tersebut akan
semakin langgeng.
Sarapan pagi itu adalah nugget +
sop. Berhubung dari semalem belum makan, pagi itu aku makan dengan lahap. Hari
ini akan membutuhkan energi lagi karena aku dan teman-teman lainnya akan
melanjutkan perjalanan ke Kalimati. Setelah sarapan dan packing, pada jam 10
pagi perjalanan ke Kalimati pun dimulai...
Tanjakan Cinta
Aku berdiri beberapa saat di
depan Tanjakan Cinta. Selain untuk mengatur napas, ada beberapa hal juga yang
sedang aku pikirkan.
Ehm sebenernya pengen sih nyobain
mitos di Tanjakan Cinta ini. Tapi apa daya nafas tak sampai. Baru beberapa
langkah udah ngos-ngosan. Yaudahlah gak usah cinta-cintaan. Yang penting nyampe
diatas tanjakan dengan selamat.
Tanjakan Cinta |
Setelah berhasil melewati
tanjakan yang gak seromantis namanya ini, aku menoleh ke belakang. Air
Ranukumbolo terlihat berwarna hijau. Lagi-lagi pemandangan yang bisa bikin
senyum merekah dan pegel-pegel ilang.
Di atas Tanjakan Cinta |
Oro-oro Ombo
Melewati Tanjakan Cinta, padang
sabana terbentang luas didepan mata. Pemandangannya harusnya sih hijau. Tapi
karena lagi musim kemarau, yang ada cuma padang sabana kering dengan daun-daun
coklat. Panas dan gersang. Di bawah sinar matahari yang terik, aku menuruni
jalan setapak yang membelah sabana tersebut. Daerah ini disebut dengan Oro-Oro
Ombo.
Oro-Oro Ombo |
Cemoro Kandang
Selepas Oro-Oro Ombo, aku
disambut hutan pinus (eh beneran pinus apa bukan sih?). Disana berdiri plang
bertuliskan ‘Cemoro Kandang”. Huaah... anginnya semilir. Cukup mengobati
kepanasan yang aku alami selama berjalan di Oro-Oro Ombo. Aku dan teman-teman
beristirahat sebentar disana.
Surely, salah satu hal yang ku suka dari naik gunung adalah ketika
beristirahat di bawah pohon, kemudian tidur diatas carier, telentang melihat
langit biru. Damai rasanya..
Matahari sudah semakin naik. Aku
pun melanjutkan perjalanan. Katanya sih track
menuju pos selanjutnya lumayan panjang dan nanjak.. perutku pun langsung mules
tiap kali denger kata tanjakan.
Jambangan
Akhirnya, setelah bertarung
dengan tanjakan-tanjakan, aku tiba di Jambangan *hembuskan nafas*. Tracknya
naek cyiiiin. Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore. Dari Jambangan, terlihat Mahameru
berdiri gagah menjulang dalam diam. Aku merinding. Guratan-guratan pasir
terlihat dari tempatku berdiri. Seolah sangat dekat. Aku hanya bisa berdoa
dalam hati semoga aku diberi kesempatan untuk berdiri di puncak abadi para dewa
itu..
Mahameru dari Jambangan |
Masalah pertama selesai, muncul
masalah kedua. Ditengah jalan, tiba-tiba aku tersadar bahwa cincin dijari manis
sebelah kiriku sudah tidak ada. DEG, MAMPUS CINCINNYA ILANG! Sekarang gantian
aku yang panik. Aku sama sekali gak ngerasa buka itu cincin. Mau nyari, tapi
bingung mau nyari dimana. Gak mungkin aku mau balik lagi ke cemoro kandang buat
nyari cincin kecil yang mungkin udah tertimbun oleh debu-debu di sepanjang
jalan. Aku pun tertunduk lesu.. merelakan cincin kesayangan tertinggal di
Semeru..
Aku tiba di Kalimati sekitar jam
4 sore. Track Jambangan – Kalimati landai. Mendekati kalimati jalannya turunan.
Alamat besok pulangnya nanjak deh. Aku menghela napas..
Kata temenku, nama Kalimati itu
serem. Tapi ternyata tempatnya gak serem kok. Mirip sabana (atau emang
sabana?), luas, dan banyak edelweiss. Beberapa tenda pun sudah berdiri. Jadi
Kalimati ini adalah tempat camp
terakhir sebelum puncak. Beberapa teman yang udah nyampe duluan terlihat lagi asik
masak. Sebagian lagi ngambil air di Sumber Mani.
Aku bergabung dengan teman-teman
yang lagi bikin bakwan. Memasak sambil bersenda gurau adalah salah satu hal
yang bikin aku ‘nagih’ naik gunung. Walaupun udara begitu dingin, tapi
kebersamaan tersebut membawa kehangatan. Semuanya tertawa. Semuanya bahagia .
Agung fokus membuat adonan
bakwan, Ayu fokus menggoreng bakwan. Aku? Fokus mencicipi bakwan. Huahaha. Jadi
di Kalimati kemaren aku ditantang mengiris bawang. Ihh aku tu sebenernya bisa
ngiris bawang, asalkan pisaunya tajem! Sayangnya kemaren itu pisaunya gak
tajem, jadi bawangnya mental deh *alibi*
Hari semakin larut. Matahari
tenggelam berganti bulan penuh yang bersinar sangat terang. What a perfect
night..
Malam ini aku dan teman-teman
harus segera beristirahat karena tengah malamnya kami akan summit attack. Selesai makan malam, aku dan Ayu sudah masuk tenda,
berbungkus sleeping bag dan siap untuk memejamkan mata. Namun tiba-tiba terjadi
sesuatu..
Dari dalam tenda, aku mendengar
ada 2 orang pendaki lain yang datang pada rombongan kami. Beberapa teman memang
masih duduk-duduk di depan api unggun. 2 orang pendaki ini mengatakan bahwa ada
sepasang pendaki dari Semarang yang tadi sore ke Sumber Mani untuk ngambil air,
belum kembali ke tenda sampai malam itu. Akhirnya beberapa teman membantu mencari
sepasang pendaki dari Semarang ini...
Suasana yang tadi hangat, berubah
menjadi mencekam. Udah jam 7 malam, nyasar di sumber mani, gak bawa headlamp
dan jaket. Aku gak bisa membayangkan gimana kalo aku yang ada diposisi pendaki
yang nyasar tersebut. Naudzubillah.. semoga aku dan teman-teman selalu diberi
keselamatan.. itu adalah doa yang tak henti-hentinya ku ucapkan dalam hati
Alhamdulillah akhirnya 2 orang pendaki yang hilang di Sumber mani berhasil ditemukan dalam keadaan selamat. Keduanya ditemukan di jalan hampir ke Arcopodo (kata temen yang ikut bantuin nyari).
Alhamdulillah akhirnya 2 orang pendaki yang hilang di Sumber mani berhasil ditemukan dalam keadaan selamat. Keduanya ditemukan di jalan hampir ke Arcopodo (kata temen yang ikut bantuin nyari).
Jam 11 malam persiapan untuk
summit attack dimulai. Jaket, masker, gatter (gak tau tulisannya bener apa
nggak), sarung tangan, headlamp, air minum, roti sisir, coklat, dan tas kecil
berisi kamera, itulah benda-benda yang ku bawa menuju puncak. Kira-kira jam 12
lewat, rombongan yang jumlahnya sekitar lebih dari 30 orang itu bergerak
beriringan memasuki hutan gelap di bawah Mahameru..
To be continued
rau =.= kamu keren bangetttt huaaa aku mau jadi kereen
BalasHapuswaaaa! Aku jadi kepingin mendaki Semeru! Sambil membawa kamera, motret-motret di Ranukumbolo. Tapi, aku belum pernah mendaki gunung dan nggak punya perlengkapan naik gunung. :(
BalasHapus@nima : aaaaaa jadi malu dibilang keren :3
BalasHapus@wihikan : hehe, perlengkapan naek gunung kan bisa minjem atau nyewa :p