28 Nov 2014

Tentang Apa yang Sedang Kita Lakukan

Hallo, kamu yang sekarang entah sedang berada di mana –karena pesanku 4 jam yang lalu belum kau balas juga-

Berawal dari iseng-iseng membaca kumpulan surat-surat di blog pos cinta Februari lalu, akhirnya aku memutuskan menulis surat (lagi) untukmu. Kenapa? Karena aku terlalu bosan menonton tv seharian ini. Sejak hari minggu, sejak terakhir kali kamu menelponku, aku tidak mengeluarkan suara sama sekali kecuali kalimat basa basi pendek yang kulontarkan kepada karyawanku sesekali.

Jadi, baiklah, karena malam ini kamu sedang tidak bisa diganggu, maka melalui surat ini aku ingin bicara padamu (atau diriku sendiri?) tentang apa yang kemarin siang kita perdebatkan.

Ada resiko dari semua hal yang kita pilih, itu yang kukatakan. Love is all about risk, itu yang kamu katakan. Aku memilihmu dan (berusaha) siap menerima segala resikonya, dan kaupun begitu. Tapi sepertinya kesiapan itu hanya sebatas kata ya? Tidakkah kamu megakuinya? Atau mungkin memang hanya aku yang tidak siap?

Kamu bilang aku pengecut, padahal aku melihat hal yang sama pada dirimu. Menurutku kita sama-sama pengecut. Hanya saja kamu selalu bersikap seolah-olah berani.

Pertanyaan yang selalu tidak terjawab olehku adalah apa yang sedang kita lakukan sebenarnya? Kenapa kita memilih jalan yang kita yakini bahwa itu akan menyakiti pada akhirnya? Kalau untuk meninggalkan sesuatu yang berkesan, seperti yang dulu pernah kamu bilang, lalu apa fungsinya? Bisakah kamu menjawabku? Atau kamu juga tidak tau?

Bukan, jangan kamu kira bahwa aku menyesali adanya ‘kita’. Aku sangat bersyukur, sungguh. Aku senang bisa mengenalmu lebih dalam, melihat sisi lain dari dirimu yang tidak banyak orang tau. Untuk kesekian kalinya aku katakan, I’m so glad cause I was blessed to have you in my life.

Perdebatan kemarin siang, semua yang kamu jelaskan –yang menurutku terlalu ngglambyar karena keluar dari topik utama kita- membuatku sadar akan satu hal, bahwa kita terlalu takut untuk maju, pun tak kuasa untuk melangkah mundur. Seperti ingin menyebrangi samudera yang luas, kita tidak yakin bahwa kita bisa mengarunginya, tapi kita juga tidak mau untuk kembali menepi. Lalu? Mau kita bawa ke mana kapal ini?

Kamu tau, yang selalu membuatku iri padamu adalah keberanian, kenekatan, dan jiwa pemberontak yang bersemayam di dalam dirimu. Walaupun kadang aku melihat itu hanya caramu menutupi ketakutan yang sebenarnya kau rasakan. Tapi tak apa. Paling tidak, pada akhirnya kau berhasil mendapatkan apa yang kau inginkan.

Aku selalu bertanya-tanya, apakah kamu akan menjadi orang yang sama jika suatu hari ketakutanmu menjadi nyata –bahwa aku tidak bisa melepasmu?

Apa untuk kasus spesial seperti ini kamu akan mundur? Jika kita semakin dekat apa kamu akan takut? Aku benar-benar ingin tau apa yang ada dipikiranmu, apa yang akan kamu lakukan, apa keputusan yang akan kamu ambil.

Satu hal yang harus kamu ingat, kamu adalah nahkoda dari kapal kita yang akan selalu kupercaya.

Tenang saja, aku tidak akan berharap apa-apa, karena aku -sekarang atau nanti- tidak ingin menyesali cerita kita. Kuharap kamu pun percaya padaku.

Salam,
Aku yang sering membuatmu kesal.

NB: Terima kasih karena sudah menelpon beberapa saat yang lalu. Terima kasih untuk tidak membiarkanku cemas karena menunggu kabar darimu :')

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave your comment here :D