22 Apr 2014

Ya Sudahlah


Selamat pagi!

Pagi ini saya bangun pagi tepat pukul tujuh dengan penuh semangat. Semangat menghidupkan laptop  lebih tepatnya. Kemudian saya memilih satu lagu yang selalu bisa jadi moodbooster, lagu yang selalu bisa jadi penyemangat saya.

Penyemangat kok lagu sih, Rau? *abaikan kalimat ini*

Ketika mimpimu yang begitu indah tak pernah terwujud
Ya sudahlah..

Siapa yang gak kenal sama Bondan Prakoso yang ganteng itu? Siapa juga yang gak kenal sama lagunya yang berjudul "Ya Sudahlah" yang pernah nge-hits (kalau gak salah) di tahun 2010 itu? Kalau ada yang gak pernah kenal dan gak pernah dengar, mungkin orang tersebut lahir di planet Pluto.

17 Apr 2014

[Bukan Review] - The Raid 2: Berandal


pic source
Jadi ceritanya pagi ini saya bangun dengan perut keroncongan karena tadi malem setelah nonton The Raid 2: Berandal, saya udah gak napsu makan.

The Raid 2: Berandal ini adalah film sadis pertama yang saya tonton (karena saya gak nonton yang pertama tentu saja). Gimana gak sadis, di awal film penonton langsung disuguhkan adegan penembakan di kepala. DOR. Percikan darah membasahi kamera. Ouch, perut saya langsung mules.

Tidak sampai disitu, satu persatu adegan sadis bermunculan, bahkan sampai filmnya habis. Mematahkan tangan atau kaki, gorok leher pake cutter, mecahin kepala pake tongkat besi, nyongkel mata pake martil, dan banyak lagi. Pemandangan darah yang mengalir kemana-mana udah menjadi pemandangan biasa dalam film ini.

Selama kurang lebih 2,5 jam film ini saya kebanyakan nutup mata sih. Gak sanggup ngeliat adegan congkel-mencongkel kayak gitu.

14 Apr 2014

It's My Hoby, Not Yours!

pic source

“Iya nih, capek banget abis RKK (baca: Rapat Komite Kredit). Gue harus motret malam ini Rul, kalo gak gue bisa gila,” kata Keara.

Itu adalah sepenggal dialog antara Keara dan Ruly pada novel kesayangan saya, Antologi Rasa.

Dan malam ini sepertinya saya mengalami apa yang dirasakan Keara, karena ketika saya sudah berada di dalam selimut dan memejamkan mata, sialnya pikiran saya masih terbang kemana-mana. Satu jam yang sia-sia karena saya tidak kunjung ‘pingsan’ juga.

“Saya harus nulis malam ini, kalo gak saya bisa gila,”

***

11 Apr 2014

The Journeys 3: Yang Melangkah dan Menemukan

pic source
The Journeys 3 adalah buku bertema traveling ketiga, setelah Travel(love)ing dan Singgah, yang saya punya. Deretan nama penulis yang terpajang di sampul membuat tekad untuk membeli semakin mantap karena ada nama penulis favorit saya, Windy Ariestanty, di sana. Selain itu, sinopsis pada halaman belakangnya membuat saya tidak lagi berpikir panjang untuk segera membawa buku itu pulang.

Batas akan tetap menjadi batas, saat tak ada yang benar-benar berani menyebranginya. Seperti halnya kita menamai utara sebagai utara, karena tak ada yang pernah bertanya kenapa.

Jarak akan tetap menjadi jarak, saat tak ada yang memulai langkah untuk menyudahinya. Kita hanya menduga-gua, sebelah langit mana yang berwarna lebih merah.

Dan, perjalanan hanya akan menjadi perjalanan, saat tak ada yang sudi menceritakan kisah yang menyertanya.

Maka, temuilah, lewati batas, tuntaskan jarak. Ceritakan, setidaknya kepada diri sendiri, tentang jawaban yang kita temui.

9 Apr 2014

Bapak Pengemudi Mobil Biru

Sore itu mendung menggelantung kelabu. Mobil biru yang kutumpangi terus melaju membelah kerumunan kendaraan sepanjang jalan. Sesekali terdengar bunyi ban berdecit karena pedal rem yang diinjak tiba-tiba oleh bapak pengemudi guna menaikkan penumpang di pinggir jalan yang sudah melambai-lambaikan tangan.

Kemudian salah satu penumpang pria di mobil biru ini turun di sudut perempatan. Ia memberi selembar uang lima puluh ribu kepada bapak pengemudi, yang tentu saja membuat si bapak menggerutu karena tidak memiliki uang kembalian. Untuk ongkos seharga tiga ribu, si bapak tidak bisa mengeluarkan uang receh sejumlah empat puluh tujuh ribu. Pria itu akhirnya terpaksa meminjam uang dari penumpang lain yang turun di tempat yang sama.

Mobil biru berjalan kembali. Mendahului satu persatu kendaraan di kanan kiri. Penumpang lainnya, yang kali ini wanita, kembali meminta bapak pengemudi untuk menepi. Dan lagi-lagi perdebatan terjadi. Bapak pengemudi geram kepada wanita itu karena memberi uang menggunakan tangan kiri. Sekilas aku melirik tangan kanan wanita itu, ternyata sedang menjinjing sebuah ransel ungu.